SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemanfaatan energi nuklir di Jatim banyak dimanfaatkan untuk tiga hal. Pertama di bidang kesehatan, tenaga nuklir biasa dimanfaatkan untuk alat rontgen maupun radio therapy. Di bidang pertanian, tenaga nuklir dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan varietas padi unggul dan murah. Padi jenis itu juga dianggap tahan terhadap organisme pengganggu tanaman. Dan ketiga, di bidang industri.
"Ketiga hal tersebut membuat Pemprov Jatim terus aktif melakukan pengawasan dan menyosialisasikan bahaya nuklir karena menyangkut keselamatan kerja yang menjadi bagian dari UU Ketenagakerjaan. Ini masalah serius, tanggungjawab ini tidak bisa diberikan kepada orang lain, tidak ada alasan pemerintah menolak dengan alasan UU belum ada," jelas Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo, saat acara penandatanganan Nota Kesepahaman/MoU antara Bapeten dengan Pemprov Jatim di Hotel Bumi Surabaya, Senin (27/11).
Baca Juga: Respons Dampak Banjir Jember, BPBD Jatim dan OPD Tinjau Wilayah Terdampak dan Salurkan Bantuan
Pakde Karwo, sapaan Gubernur Jatim menambahkan, energi nuklir bermanfaat bagi umat manusia karena selain efisien, energi ini bisa mengatasi kelangkaan energi. Menurutnya, di Jatim ada energi listrik namun ongkosnya sangat mahal. Kapasitas pembangkit di Jatim sendiri sebesar 8.860 MW yang digunakan untuk memenuhi beban puncak 4.995 MG sehingga surplus energi pembangkit Jatim sebesar 3.865 MW.
"Surplus ini dimanfatkan untuk memenuhi kebutuhan Jateng, Jabar dan DKI Jakarta sebesar 2.332 MW dan Bali sebesar 334 MW. Efisiensi nuklir membuat kita tidak perlu subsidi," terangnya.
Kemudian di bidang industri, lanjutnya, tenaga nuklir salah satunya dimanfaatkan pada proses irradiasi makanan untuk pengawetan maupun digunakan memeriksa ketebalan kertas pada proses produksi.
Baca Juga: Tinjau Posko OMC, Pj Gubernur Adhy: Upaya Kurangi Dampak Cuaca Ekstrem di Daerah Rawan Banjir
“Share industri kita terbesar kedua di Indonesia yakni sebesar 21,08 persen, sehingga pemanfaatan tenaga nuklir di bidang industri sangat penting,” ucap Pakde Karwo.
MoU tersebut menurut Pakde Karwo, merupakan upaya Pemprov Jatim dalam melakukan pengawasan pemanfaatan ketenaganukliran di Jatim. “Tugas pemerintah menyosialisasikan kepada masyarakat, sehingga MoU ini sebagai bentuk tanggungjawab kita sebagai pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bahaya nuklir,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bapeten Prof. Dr. Jazi Eko Istiyanto, M.Sc, IPU mengaku memilih Provinsi Jatim di Tahun 2017 sebagai pilot project keselamatan nuklir di Indonesia. Hal itu dikarenakan Jatim sebagai pengguna energi nuklir terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Untuk itu, ia menyambut baik MoU tersebut yang merupakan usulan dari Pemprov Jatim.
Baca Juga: Lagi, Jatim Dapat Penghargaan, Raih Predikat Sangat Baik Implementasi Sistem Merit Manajemen ASN
Jazi mengatakan, Bapeten akan melakukan pengawasan dan verifikasi terhadap instansi yang menggunakan tenaga nuklir, salah satunya rumah sakit. Setelah verifikasi, Bapeten akan menempelkan stiker hijau untuk hasil penilaian yang baik, kuning untuk sedang dan merah untuk penilaian kurang. “Jadi masyarakat bisa melihat bila stikernya hijau berarti aman, kalau stikernya merah, masyarakat jangan datang ke RS tersebut,” katanya.
Menurutnya, saat ini instansi di Jatim yang menggunakan teknologi nuklir sebanyak 368 instansi medik dan 612 sumber radiasi pengion. Serta di bidang industri, ada 135 industri dan 455 izin sumber radiasi pengion. Sedangkan salah satu RS di Jatim yang pernah memperoleh penghargaan Safety Award dari Bapeten adalah RS. Dr. Soetomo.
Ke depan, Jazi menargetkan agar semua RS dan industri di Jatim terverifikasi baik dengan stiker berwarna hijau. “Untuk itu kami mengharapkan dukungan Bapak Gubernur agar seluruh instansi medik dan industri di Jatim terverifikasi baik,” pungkasnya. (ian/rev)
Baca Juga: Luncurkan Puspaga Setara di Peringatan Hari Ibu, Pj Gubernur Jatim : Wujudkan Kesetaraan Gender
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News