JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Mempertimbangkan pentingnya aktualisasi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari di zaman modern, Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari Tebuireng menyelenggarakan Seminar Nasional “Aktualisasi Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari”. Seminar yang dihadiri oleh tokoh-tokoh pemikir Islam nasional tersebut berlangsung di gedung KH. M. Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng, Minggu (28/01/18).
Dalam seminar ini turut hadir KH. Afifudin Muhajir wakil Pengasuh Pondok Pesantren Asembagus Situbondo, Drs, KH. Salahudin Wahid, Prof. Dr H, Buya Syafi’ie Ma’arif, prof Mahfud MD.
Baca Juga: BPIP Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila di Pasuruan
Dalam kesempatan itu, KH. Afifudin Muhajir memaparkan makalah implementasi pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahlussunah dan pemaknaannya terhadap corak pemikiran jalan tengah atau Manhaj Wasathany.
“Ada setidaknya tiga rumusan Ahlussunnah wal Jamaah digolongkan, antara lain secara kalam mengikuti Abu Hasan Al-Asy’ari, atau Al-Maturidi, tasawuf mengikuti Imam Al-Junaid, Ulama Hadis yang menempuh thariqah tafwid dalam memahami sifat-sifat Allah. Rumusan-rumusan tersebut merupakan keputusan Muktamar Internasional 2016 di Checnya dan nyaris persis dengan rumusan NU yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926,” jelasnya dengan bertanya Man Hum Ahlussunnah wal Jama’ah terlebih dahulu.
Secara garis besar KH. Afifudin Muhajir tidak menyebutkan tentang siapa yang meniru siapa, akan tetapi beliau menarik garis simpul bahwa kebenaran atau Al-Haq yang menyatukan dan mempertemukan kedua keputusan itu dalam pemahaman yang sama. Menyinggung pemikiran dan aktualisasi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, Katib Syuriah PBNU tersebut menerjemahkan hadratussyaikh dengan mengutip “Ummatan Wasathan” dalam Surat Al-Baqarah ayat 143.
Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ingatkan ASN Jaga Netralitas di Pilkada 2024
“KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh moderat yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan Wasathan. Beliau bukan A dan bukan B, atau bukan hanya A maupun hanya B, bisa jadi justru perpaduan antara A dan B. Selain sikap KH. Hasyim Asy’ari yang wasathan dan berdiri di atas semua golongan, beliau juga mengambil sikap realistis ketika umat terpecah beliau melekat dengan kelompok mainstream Ahlussunnah wal Jama’ah,” imbuhnya.
Menurut Kiai Afif, sapaan akrab beliau di Pesantren Sukorejo, KH. Hasyim Asy’ari pernah mengajukan Islam sebagai ideologi bangsa Indonesia. Selanjutnya hadratussyaikh yang melihat situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat itu dan mengubah menjadi pancasila sesuai dengan mafsadah-maslahah-nya.
“KH. Hasyim Asy’ari turun dari langit idealitas ke bumi realitas demi mempertahankan Indonesia. Untuk itu saya mengajukan kategori yang mungkin sesuai dengan aktualisasi pemikiran beliau, yakni bahwa pancasila memiliki beberapa kategori. Kategori pertama adalah pancasila tidak bertentangan dengan syariat, kategori kedua pancasila sesuai dengan syariat, dan kategori terakhir pancasila merupakan syariat itu sendiri,” tegasnya.
Baca Juga: Amanat Plt Bupati Lamongan di Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
Di samping menyampaikan beberapa poin aktualisasi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, Kiai Afif juga berpesan kepada generasi Indonesia masa kini untuk tidak mempermasalahkan hal-hal furu’iyah, akan tetapi lebih fokus kepada karya yang dihasilkan demi terciptanya Indonesia yang dicita-citakan ulama terdahulu khususnya KH. Hasyim Asy’ari.
“Kita tidak perlu mempermasalahkan ritual non substansial seperti qunut dan sebagainya, akan tetapi musuh nyata kita umat Islam adalah kezaliman. KH. Hasyim Asy’ari pernah melarang umat Islam untuk berangkat ibadah haji menggunakan kapal milik Belanda, itu adalah politik untuk melemahkan kezaliman penjajah,” pungkasnya. (ony/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News