Badal Haji Istri yang Meninggal

Badal Haji Istri yang Meninggal

>>>>>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<<<<<

Pertanyaan:

Baca Juga: Saat Kecil Saya Hina Allah dengan Kata Tak Pantas, Sekarang Saya Merasa Ketakutan

Assalamu’alaikum Wr Wb. Kiai Imam, ana (saya) mau tanya tentang hukum badal haji. Ibadah haji itu wajib bagi kaum Muslim yang mampu. Istri ana sudah tiada. kata orang harus dibadal hajikan. Ustaz yang terhormat, secara hukum kalau dia sudah tiada, tidak ada kewajiban ibadah pada Allah. Itu sama halnya dengan kewajiban ibadah mahdah yang lain. Mohon penjelasannya. Syukron.

Zainil, Pasuruan

Jawaban:

Baca Juga: Suami Abaikan Saya di Ranjang, Ingin Fokus Ibadah, Bolehkah Saya Pisahan?

Waalaikum salam Wr. Wb.

Secara umum memang betul bahwa ibadah itu ada yang murni karena perintah Allah yang bersifat ta’abbudi yang irrasional. Ibadah mahdah seperti ini menggunakan sarana anggota tubuh yang bersifat individual, seperti salat, puasa dan haji. Khusus ibadah haji dan umrah ada dimensi harta. Jadi, untuk ibadah haji pelaksanaannya tidak hanya menggunakan sarana anggota tubuh, tetapi juga menggunakan sarana harta. Untuk itulah ibadah haji dan umrah biasa disebut sebagai ibadah wujdaniyah (ketulusan hati), badaniyah (menggunakan sarana anggota tubuh) dan maaliyah (menggunakan harta).

Ada juga ibadah yang bersifat rasional (ta’aqquli) yang teknis pelaksanaannya diserahkan pada akal kreatif manusia. Allah dan Rasul-Nya hanya mengatur prinsip-prinsip global yang harus menjadi pedoman. Ibadah seperti ini populer dengan ibadah tidak murni (ghairu mahdah) seperti jual beli, sewa menyewa, pegadaian dan lain-lain.

Baca Juga: Istri Sudah Saya Talak 3, Saya Ingin Menikahi Lagi, Apa Bisa?

Kasus ibadah haji seperti yang Bapak tanyakan mempunyai dimensi ganda: peribadatan murni yang bersifat ta’abbudi-irrasional dan peribadatan ta’aqquli-rasional yang juga berdimensi harta. Jika haji dan umrah dipahami sebagai ibadah mahdah badaniyah yang irrasional, maka teknis pelaksanaannya bersifat individual dan tak bisa diwakilkan. Karena itu ulama rasionalis yang disponsori oleh Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah haji atau umrah tidak bisa diwakilkan atau dibadalkan.

Ini, disamping berdasarkan rasio, juga mengacu pada keumuman firman Allah yang menyatakan: “Seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain dan manusia itu hanya diberi pahala/disiksa hanya karena amal perbuatan yang ia usahakan.” (QS. an-Najm [53]: 38-39). Juga karena aktifitas amal (hak dan kewajiban) orang yang meninggal itu terputus berdasarkan sabda Nabi: “Jika anak Adam meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga hal; Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Sedangkan bagi ulama yang mau menerima cara berpikir rasional sekaligus menempatkan teks Alquran dan Hadis sebagai pentakhsis keumuman dua ayat dan satu hadis di atas, dalam kasus badal haji seperti yang Bapak tanyakan berpendapat bahwa seseorang yang semasa hidupnya dipandang mampu secara fisik dan finansial untuk melaksanakan ibadah haji, tetapi belum sempat melaksanakannya keburu meninggal dunia, maka ahli warisnya dianjurkan bahkan diwajibkan untuk membadal hajikan.

Baca Juga: Sejak Bayi Saya Ditinggal Ayah, Mau Nikah Saya Bingung

Biaya ibadah haji tersebut harus disisihkan dari harta pusakanya (tirkah) sebagai utang pada Allah yang harus dilunasi. Ini berdasarkan Hadis yang mentakhsis keumuman dua ayat dan satu hadis di atas. Ada lima hadis sahih yang menjelaskan anjuran dan keharusan badal haji, di antaranya:

Pertama, hadis laporan Fadl bin Abbas ra. bahwa seorang perempuan dari kabilah Khatsam bertanya pada Rasulullah, wahai Rasulullah, bagaimana tetang kewajiban haji yang diperintahkan oleh Allah terhadap hamba-hambanya itu menimpa pada ayahku yang sudah tua bangka. Ia (karena faktor usia) tidak mampu bertahan duduk di atas kendaraan. Apakah saya boleh menghajikannya? Rasul menjawab: “ya.” (HR. Bukhari)

Kedua, hadis laporan Ibn Abbas ra: “bahwa seorang dari kabilah Juhainah datang kepada Nabi saw. seraya berkata: ibuku bernazar untuk ibadah haji, kemudian ia wafat. Apakah saya boleh menghajikannya? Nabi menjawab: Hajikan dia! Bagaimana pendapat Anda andaikan dia (Ibumu) punya utang, apakah Anda wajib melunasi utangnya itu? Lunasi utang pada Allah karena utang pada Allah itu lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Ahmad).

Baca Juga: Saya Sudah Tidak Ada Hasrat Lagi dengan Suami, Harus Bagaimana?

Jadi, menurut ulama yang memadukan antara dua ayat dan satu hadis yang secara implisit dan eksplisit suatu ibadah tidak bisa diwakilkan dengan dua hadis tentang haji yang dianjurkan dan diperbolehkan untuk diwakilkan, ibadah haji dan umrah yang tak terlaksana, karena kasus seperti yang Bapak tanyakan itu dianjurkan untuk di badal hajikan.

Dijelaskan sebelumnya, menurut ulama yang memadukan antara dua ayat dan satu hadis yang secara implisit dan eksplisit menjelaskan bahwa suatu ibadah tidak bisa diwakilkan, dengan dua hadis tentang haji yang dianjurkan dan diperbolehkan untuk diwakilkan, ibadah haji dan umrah yang tak terlaksana, karena kasus seperti yang Bapak tanyakan itu dianjurkan untuk dibadal hajikan.

Pendapat seperti ini dikemukakan oleh Imam Maliki, Syafii dan Ahmad bin Hambal. Dalam konteks era modern, ulama Majlis Tarjih Muhammadiyah memperkenankan badal haji, yang pelaksananya terbatas pada ahli warisnya, sedangkan non ahli waris tidak diperkenankan. Sedangkan ulama Persatuan Islam (Persis) memahami badal haji tidak diperkenankan, dengan pemahaman bahwa kedudukan Alquran tidak bisa dinafikan oleh hadis sahih. Karena itu, dua hadis yang memperkenankan badal haji di atas menurut mereka tidak diamalkan (mauquf).

Baca Juga: Ketidakpuasan di Ranjang, Bisa Mendorong Istri Mencari Kepuasan Ilegal

Ulama yang tergabung dalam suriah NU mengamalkan dua hadis yang memperkenankan badal haji tanpa terbatas pada ahli waris, tetapi bisa dilaksanakan oleh orang lain yang biayanya dikeluarkan oleh ahli waris. Pendapat terakhir inilah yang banyak diikuti oleh mayoritas kaum Muslim di seluruh dunia. Wallahu ‘alam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO