Badal Haji Istri yang Meninggal

Badal Haji Istri yang Meninggal

Ini, disamping berdasarkan rasio, juga mengacu pada keumuman firman Allah yang menyatakan: “Seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain dan manusia itu hanya diberi pahala/disiksa hanya karena amal perbuatan yang ia usahakan.” (QS. an-Najm [53]: 38-39). Juga karena aktifitas amal (hak dan kewajiban) orang yang meninggal itu terputus berdasarkan sabda Nabi: “Jika anak Adam meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga hal; Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Sedangkan bagi ulama yang mau menerima cara berpikir rasional sekaligus menempatkan teks Alquran dan Hadis sebagai pentakhsis keumuman dua ayat dan satu hadis di atas, dalam kasus badal haji seperti yang Bapak tanyakan berpendapat bahwa seseorang yang semasa hidupnya dipandang mampu secara fisik dan finansial untuk melaksanakan ibadah haji, tetapi belum sempat melaksanakannya keburu meninggal dunia, maka ahli warisnya dianjurkan bahkan diwajibkan untuk membadal hajikan.

Biaya ibadah haji tersebut harus disisihkan dari harta pusakanya (tirkah) sebagai utang pada Allah yang harus dilunasi. Ini berdasarkan Hadis yang mentakhsis keumuman dua ayat dan satu hadis di atas. Ada lima hadis sahih yang menjelaskan anjuran dan keharusan badal haji, di antaranya:

Pertama, hadis laporan Fadl bin Abbas ra. bahwa seorang perempuan dari kabilah Khatsam bertanya pada Rasulullah, wahai Rasulullah, bagaimana tetang kewajiban haji yang diperintahkan oleh Allah terhadap hamba-hambanya itu menimpa pada ayahku yang sudah tua bangka. Ia (karena faktor usia) tidak mampu bertahan duduk di atas kendaraan. Apakah saya boleh menghajikannya? Rasul menjawab: “ya.” (HR. Bukhari)

Kedua, hadis laporan Ibn Abbas ra: “bahwa seorang dari kabilah Juhainah datang kepada Nabi saw. seraya berkata: ibuku bernazar untuk ibadah haji, kemudian ia wafat. Apakah saya boleh menghajikannya? Nabi menjawab: Hajikan dia! Bagaimana pendapat Anda andaikan dia (Ibumu) punya utang, apakah Anda wajib melunasi utangnya itu? Lunasi utang pada Allah karena utang pada Allah itu lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Ahmad).

Jadi, menurut ulama yang memadukan antara dua ayat dan satu hadis yang secara implisit dan eksplisit suatu ibadah tidak bisa diwakilkan dengan dua hadis tentang haji yang dianjurkan dan diperbolehkan untuk diwakilkan, ibadah haji dan umrah yang tak terlaksana, karena kasus seperti yang Bapak tanyakan itu dianjurkan untuk di badal hajikan.

Dijelaskan sebelumnya, menurut ulama yang memadukan antara dua ayat dan satu hadis yang secara implisit dan eksplisit menjelaskan bahwa suatu ibadah tidak bisa diwakilkan, dengan dua hadis tentang haji yang dianjurkan dan diperbolehkan untuk diwakilkan, ibadah haji dan umrah yang tak terlaksana, karena kasus seperti yang Bapak tanyakan itu dianjurkan untuk dibadal hajikan.

Pendapat seperti ini dikemukakan oleh Imam Maliki, Syafii dan Ahmad bin Hambal. Dalam konteks era modern, ulama Majlis Tarjih Muhammadiyah memperkenankan badal haji, yang pelaksananya terbatas pada ahli warisnya, sedangkan non ahli waris tidak diperkenankan. Sedangkan ulama Persatuan Islam (Persis) memahami badal haji tidak diperkenankan, dengan pemahaman bahwa kedudukan Alquran tidak bisa dinafikan oleh hadis sahih. Karena itu, dua hadis yang memperkenankan badal haji di atas menurut mereka tidak diamalkan (mauquf).

Ulama yang tergabung dalam suriah NU mengamalkan dua hadis yang memperkenankan badal haji tanpa terbatas pada ahli waris, tetapi bisa dilaksanakan oleh orang lain yang biayanya dikeluarkan oleh ahli waris. Pendapat terakhir inilah yang banyak diikuti oleh mayoritas kaum Muslim di seluruh dunia. Wallahu ‘alam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO