JAKARTA(BangsaOnline)Presiden
terpilih, Joko Widodo mengungkapkan salah satu poin pembicaraan dengan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang digelar di Bali, Rabu, 27 Agustus 2014.
Yaitu soal permintaan Jokowi agar SBY menaikkan harga BBM. Namun, ungkap
Jokowi, SBY menolak menanikkan harga BBM karena situasinya saat ini tidak tepat.
"Jadi, ini terus terang ingin saya sampaikan tadi malam. Memang secara
khusus, saya meminta kepada Presiden SBY untuk menekan defisit APBN dengan
menaikkan harga BBM," kata Jokowi saat ditemui wartawan di Balai Kota,
Jakarta, Kamis 28 Agustus 2014,.
Menurut Jokowi, salah satu alasan permintaannya itu ditolak, karena menurut SBY
saat ini, kondisi di Indonesia waktunya masih belum tepat untuk menaikkan harga
BBM bersubsidi. Masih harus melihat keadaan masyarakat dan kesiapan masyarakat.
Menurut Jokowi, dengan kata lain, untuk mengurangi desfisit anggaran, kenaikan
harga BBM bersubsidi akan dilakukan pada pemerintahan Jokowi-JK, setelah
pelantikan 20 Oktober 2014. Tetapi, ia belum memastikan kapan waktu tepatnya
untuk menaikkan.
"Beliau menyampaikan bahwa saat ini, kondisinya dianggap masih kurang
tepat untuk menaikkan BBM. Kira-kira itu jawaban SBY," kata Jokowi.
Jokowi juga mengungkap bahwa salah satu yang dibicarakan dalam pertemuan
kemarin adalah soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Hal
lainnya terkait akan masuknya tim Transisi ke dalam kementerian-kementerian
Pemerintahan SBY untuk membahas program-program yang akan dijalankan Jokowi-JK
lima tahun ke depan.
Sementara pengamat politik Ikrar Nusa Bakti mengatakan beban politik
presiden terpilih, Joko Widodo, akan lebih rendah jika Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak saat ini.
Ikrar mencontohkan, berdasakan hitungan keekonomisan yang dia dengar dari
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, idealnya pemerintah harus
menaikkan BBM sebesar Rp 4.000-4.500 per liter.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
"Nah, kalau SBY menaikkan Rp 1.000-1.500 per liter saja, itu akan
membantu sekali bagi Jokowi nanti. Beban Jokowi jadi tidak terlalu berat jika
nantinya dia menaikkan hingga sebesar Rp 3.000-3.500 per liter. Publik juga
tidak akan kaget," kata Ikrar ketika dihubungi Tempo,
Rabu, 27 Agustus 2014.
Ikrar mengakui bahwa saat ini BBM bukan semata barang publik yang tersedia,
melainkan telah menjadi komoditas politik.
Menaikkan harga BBM sebesar Rp 1.000-1.500 per liter, kata Ikrar, merupakan
suatu hal yang berat bagi pemerintah karena BBM memiliki multiplier-effect yang banyak,
seperti menyangkut transportasi barang, harga barang kebutuhan pokok, dan
lainnya.
Menurut dia, semua pemerintahan yang terbentuk saat ini akan harus menaikkan
harga BBM. "Ingat, total anggaran subsidi kita, termasuk untuk subsidi
pupuk, BBM, dan lainnya, total sebesar Rp 436 triliun atau sebesar 20 persen
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News