TRENGGALEK, BANGSAONLINE.com - Tak terasa hampir empat bulan Bupati Emil Dardak berpisah sementara dengan warga Trenggalek untuk menjalani cuti kampanye Pilkada Jatim 2018. Warga Trenggalek tentunya merindukan sosok suami Arumi Bachsin tersebut, apalagi di era kepemimpinannya Trenggalek melejit pesat dengan segudang prestasinya.
Kerinduan ini nampak terlihat ketika Bupati nonaktif Trenggalek ini hadir dalam acara Hari Raya Ketupat di Kecamatan Durenan Trenggalek, Jum'at (22/6/2018). Warga langsung menyambut meriah kedatangan Emil dan istrinya Arumi Bachsin di saat pemberangkatan kirap tumpeng ketupat. Bahkan tak sedikit dari warga yang berebut berjabat tangan dan swafoto dengan keduanya.
Baca Juga: Ikhtiar Ketuk Pintu Langit, Khofifah Hadiri Shalawat Akbar Bersama Ribuan Masyarakat Gresik
Arumi Bachsin berkesempatan ikut dalam pawai tumpeng ketupat yang diarak keliling kampung. Setelah diarak keliling kampung, lalu tumpeng atau gunungan ketupat ini diperebutkan masyarakat di depan Masjid Bhabul Ulum Durenan untuk mengambil berkah di lebaran ketupat ini.
"Lama tidak berjumpa tentunya kami sangat merindukan sosok beliau di Trenggalek. Kita lihat tadi antusias warga Durenan sangat luar biasa menyambut kedatangan Mas Emil, saya sampai menitikkan air mata," tutur Siti Nihayah salah satu tokoh masyarakat di Durenan.
Lebih lanjut wanita ini mengaku sangat senang sekali ketika mendengar Emil Dardak dan Arumi Bachsin hadir dalam acara yang sudah menjadi tradisi turun temurun di Trenggalek. "Masyarakat senang sekali. Ini menjadi kado terindah bagi masyarakat Durenan," ungkapnya
Baca Juga: Survei ARCI: Khofifah-Emil Dominan di Mataraman
Ditanya mengenai niatan Emil maju Pilgub Jatim mendampingi Kofifah, Siti Nihayah mendukung bupatinya bisa duduk dan menjadi Wagub Jatim mendampingi Khofifah Indar Parawansa.
"Saya menganggap beliau seorang pemimpin yang pintar, selain itu mau terjun langsung ke masyarakat. Sudah berkali-kali Mas Emil melakukan ini," ungkapnya.
Hari Raya Ketupat sendiri merupakan salah satu budaya kearifan lokal yang dijaga kelestariannya. Sejarah dirayakan Lebaran Ketupat ini berawal dari kebiasaan ulama besar di Trenggalek, Mbah Mesir pada sekitar abad XIX yang melakukan sowanan ke Bupati dan melanjutkan puasa sunah syawal sampai hari ketujuh.
Baca Juga: Siap Jadikan Jawa Timur Sebagai Gerbang Baru Nusantara, Khofifah-Emil Ajak Sukseskan Pilkada 2024
Pada hari ketujuh syawal ini masyarakat Durenan menyambut tokoh panutannya pulang ke kampung halaman dengan suka cita, yang sekarang ini lekat dengan istilah lebaran ketupat.
Dalam filosofi Jawa, hidangan ketupat di saat lebaran bukanlah sekadar hidangan khas hari raya, melainkan memiliki makna khusus. Ketupat merupakan kependekan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan, dan laku papat artinya empat tindakan yakni lebaran, luberan, leburan, laburan. (*/red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News