JAKARTA(BangsaOnline)Jokowi membantah akan menghapus
Kementerian Agama di kabinetnya. Jokowi justru bertanya siapa yang menyebarkan
isu bahwa Kementerian Agama diganti dengan nama Kementerian Haji.
"Siapa bilang? Itu nggak benar," ujarnya di Balaikota, Jakarta Pusat,
Rabu (17/9).
Kata Jokowi, nama-nama menteri yang telah masuk ke mejanya belum final. Bahkan
ia sendiri belum mau mengumumkan nama-nama kabinetnya yang masyarakat.
"Karena belum final. Nanti kalau sudah final kita akan sampaikan,"
singkatnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Tim Rumah Transisi Rini Soemarno. Kata
Rini, ia belum mengetahui bila ada isu Kementerian Agama akan dihapus.
Baca Juga: Alasan PDIP Pecat Jokowi dan Kelucuan Pidato Gibran Para-Para Kiai
Yang menarik, hari ini sejumlah advokat dari Kantor Pengacara Djamaludin
Koedoeboen melayangkan somasi kepada Jokowi. Jokowi dituding tidak konsisten
terhadap janji-janjinya.
"Kami dari kantor pengacara Djamaludin Koedoeboen, SH and Partners,
melayangkan somasi kepada Jokowi sebagai Presiden terpilih berkaitan dengan
inkonsistensi dalam pembentukan kabinetnya," kata Djamaludin kepada
wartawan di Rumah Transisi, Jakarta, Rabu (17/9).
Djamaludin datang bersama-sama rekan advokat lainnya. Dia mengatakan bahwa
Jokowi perlu mengklarifikasi pernyataannya yang akan merampingkan kabinet.
"Saat ini menteri ada 34, berarti Jokowi harus konsisten mengurangi jumlah
menteri itu. Tapi kenyataannya terjadi inkonsistensi di mana ketika diumumkan
secara resmi postur kabinet Jokowi, tetap 34 kementerian," ujar
Djamaludin.
Selain itu Jokowi pernah menyatakan akan membentuk Zaken Kabinet, yakni kabinet
di mana menterinya memiliki keahlian di bidangnya masing-masing, bukan orang
berlatar belakang politik.
Kenyataannya, lanjut Djamaludin, setelah postur kabinet diumumkan, ternyata
dari 34 kementerian ada 16 menteri dari unsur partai politik yang disebut
profesional partai politik.
"Istilah profesional politik tidak lazim. Menurut kami Jokowi tidak
konsisten dengan pernyataannya. Penggunaan istilah profesional politik adalah
suatu upaya mengelabui dan menutupi pernyataannya terdahulu," sindir dia.
Djamaludin menegaskan dengan dua inkonsistensi tersebut, maka timbul keraguan
di kalangan masyarakat, utamanya wong cilik, Jokowi dinilai tak bisa terlepas
dari tekanan politik.
Menurut Djamaludin, selama ini Presiden RI selalu dikenang karena ciri khas
kepemimpinannya. Soekarno dikenang sebagai orator ulung pemersatu bangsa,
Soeharto dikenal sebagai ahli strategi dan bapak pembangunan, Habibie sebagai
ahli dirgantara dan kebebasan pers, Abdurahman Wahid sebagai bapak pluralisme
bangsa, Megawati sebagai pejuang demokrasi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
sebagai presiden pencitraan stabilitas ekonomi.
"Apakah Jokowi yang selalu inkonsisten bisa dikenang sebagai presiden wong
cilik? Maka itu somasi kami sampaikan," demikian Djamaludin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News