NGAWI, BANGSAONLINE.com - Mulai awal bulan November, perempatan Kartonyono Ngawi nampak wajah baru setelah sekitar 4 bulan mengalami renovasi. Keberadaan Tugu Kartonyono yang berada tepat di jantung Kota Ngawi, mulai Sabtu malam (3/11) nampak ramai oleh para remaja. Mereka berswafoto dengan background delapan gading yang berada tepat di tengah perempatan Kartonyono.
Sebelumnya, di perempatan itu berdiri Tugu Adipura. Namun, karena sudah berumur 34 tahun, tugu itu diganti berupa gading gajah dengan posisi menjuntai ke atas.
Baca Juga: Masuk Musim Hujan, BPBD Ngawi Bersama Forkopimda Gelar Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana
Pembangunan tugu delapan gading itu sempat menuai polemik. Sejumlah warga banyak mempertanyakan perihal ketidaksesuaiannya dengan desain awal.
Pembangunan tugu yang menelan dana Rp 3,1 miliar tersebut berawal dari desain yang dimenangkan Triyono. Namun, Triyono pun harus tetap menyesuaikan dengan paradigma yang ada dan dianalisis lagi menyesuaikan detail engineering design (DED). Dari DED itu, muncul beberapa pertimbangan dan masukan dari tokoh masyarakat Ngawi terkait dengan isi desain prototipe versi Triyono.
Desain gambar milik Triyono tidak semuanya bisa diakomodir dalam perencanaan. Salah satunya terkait ikon manusia purba sebagai latar belakang dari gading gajah.
Baca Juga: Polres Ngawi Ringkus 2 Pengguna Sabu
Hal tersebut disebabkan analogi sebagian masyarakat bahwa manusia purba yang telanjang bulat sesuai bentuk aslinya. Sehingga, tidak etis jika disesuaikan dengan norma dan adat ketimuran. Akhirnya, agar tidak menimbulkan polemik di tengah kelompok masyarakat Ngawi yang notabene beragama Islam, maka ikon manusia purba dihilangkan dari desain gambar versi Triyono dan meninggalkan tujuh trap berupa gading menjuntai ke atas.
Perihal pembangunan tugu yang menelan anggaran Rp 3,1 miliar, Teguh Suprayitna, PPK DPUPR Ngawi menjelaskan, bahwa dana tersebut bukan hanya untuk pembangunan tugu gading saja.
"Anggaran itu bukan hanya pembangunan fisik tugu saja, tetapi meliputi penataan landscape jalan, leveling jalan, dan pemindahan marka serta traffic light," jelas Teguh Suprayitna saat ditemui BANGSAONLINE.com.
Baca Juga: Alami Kekeringan, Dandim Ngawi bersama Stakeholder Lakukan Pengecekan Sumber Air
Sedangkan arti harfiah sendiri dari tugu tersebut menurutnya tujuh trap sebagai penopang gading gajah itu sendiri bermakna sangat universal. Antara lain, menanggulangi kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan, meningkatkan pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan berdaya saing.
Selain itu, meningkatkan kualitas insfrastruktur sesuai daya dukung lingkungan dan fungsi ruang dan beberapa lagi makna sesuai jumlah trap yang ada.
Sedang menurut Dwi Riyanto Sujatmiko, Ketua DPRD Kab Ngawi, pembangunan tugu oleh PT Asimuru dari Nganjuk seharusnya dapat diimbangi efek bagi warga Ngawi sendiri. "Dengan adanya wajah baru dari ikon kota Ngawi dapat membawa perubahan bagi warga Ngawi sendiri, paling tidak dalam perekonomian," terang Antok sapaan orang nomor satu di DPRD Kabupaten Ngawi. (nal/rd)
Baca Juga: Polres Ngawi Amankan Dua Pengguna Narkoba di Street Food Imam Bonjol
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News