Oleh: Suparto Wijoyo*
RUHANI membuncahkan diri dalam narasi iman atas sosok agung nan teragungkan, Rasulullah Muhammad SAW. 12 Rabiul Awwal 1440H yang “diperhimpitkan” dengan 20 November 2018 M, tersejarahkan kelahiran manusia paling sempurna dan teladan dari semua teladan yang dirayakan umatnya dalam spiritualitas Maulid Nabi Muhammad SAW. Langgar, surau, mushalla, masjid, gang-gang kampung dan lorong-lorong desa ramai umat bershalawat sebagai ekspresi cinta dan kerinduan yang sangat Illahiyah.
Baca Juga: Pengkhianat, Waktumu Sudah Habis
Inilah karunia terbesar yang Allah SWT berikan kepada “totalitas jagad”, karena Nabi Muhammad SAW adalah rahmat bagi seluruh alam dan pemanggul ajaran Tuhan serta bermisi utama ndandani akhlak. Dikatakannya “aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Suatu tugas kehidupan yang dahsyat dan memberikan kristalisasi kemuliaan dengan pawahyuan berupa Al-Quran.
Dengan “dekrit teologis” melalui Al-Quran, kehadiran Rasulullah SAW menjadi amat istimewa dengan perilakunya yang memikat seluruh manusia yang memiliki daya nalar paling “fundamental”. Segenap tingkah laku Nabi SAW ini terformulasi menjadi hadits yang merupakan “pedoman hidup”. Al-Quran dan Hadits menjadi sumber hukum paling superior. Pengaruhnya sangat besar dan Nabi Muhammad SAW pun diakui dengan pengakuan yang “super jujur” oleh Supreme Court Amerika Serikat sebagai bagian dari pembina hukum (law givers) terbesar dunia. Dari kemegahan ruangan MA Amerika Serikat publik dunia dapat menyaksikan bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan pembina hukum hebat.
Sebagai muslim tentu saya mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pembina hukum yang paling berpengaruh dari pembina hebat yang manapun. Hal ini berdasarkan nalar sehat yang memadukan kategorisasi MA USA dengan kajian ilmiah Michael H. Hart dalam karyanya 100 A Ranking of The Most Influential Persons in History (Revised and Update), 1992. Buku ini terbit pertama kali 1978 dan Mahbub Djunaedi selaku wartawan senior dari NU menterjemahkannya.
Baca Juga: Kejam dan Rakus, Pengusaha Sarang Burung Walet Rampok Rumah Pasangan Mau Kawin
Hart adalah ilmuwan nonmuslim dan dengan gagah menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia pertama yang paling berpengaruh. Hart menyatakan dalam bukunya: Saya memilih Muhammad SAW sebagai tokoh teratas dalam daftar orang-orang yang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sejumlah pembaca dan dipertanyakan oleh orang lain. Namun, dialah satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal keagamaan maupun sekuler. Dari asal usulnya yang bersahaja, Muhammad SAW mendirikan dan mengembangkan salah satu agama besar dunia, serta menjadi pemimpin politik yang amat efektif. Saat ini, pasca wafatnya, pengaruhnya masih kuat dan merasuk.
Itu menandakan pengakuan tulus dari ilmuwan besar Michael H. Hart yang beririsan dengan para pakar-pakar top internasional sekaliber Sedilot, Henri du Castries, Thomas Carlyle, Lenri Masse, Laura Veccia Vaglieri, Bartholomeo Saint Heller, Voltaire, bahkan Goethe. Simaklah pemikiran-pemikiran mereka tentang Nabi Muhammad SAW, semua memberikan pengakuan yang mengagumkan tentang pembawa risalah Islam ini. Nabi Muhammad SAW memberikan “formulasi hukum” pada tingkatan legislasi, hakim, arbitrase, mediasi, polisi, kejaksaan, dan fungsi-fungsi institusional negara lainnya. Hukum yang dikreasi mengikuti analisis Muhammad Syafii Antonio (Nio Gwan Chung) adalah berkarakter: Rabbaniyah (berasal dari Allah), Tadarruj (bertahap), General, Idealisme dan Realisme, Wasathiyah (moderat), Murunah (fleskibel), Al-adalah (adil), Raf u al-Haraj (tidak sukar), Qillatu al-Taklif (meminimalisir kewajiban hukum), Jalbu al-Mashalih (sesuai dengan kemaslahatan umat), serta Takamul/Syumul (komprehensif).
Adalah suatu kejanggalan kalaulah suatu studi hukum mengabaikan pengajaran-pengajaran Pembina Hukum Terbesar dan Paling Berpengaruh di Dunia ini, misalnya oleh kalangan akademisi. Pendidikan tinggi hukum musti bertanggung jawab terhadap “paradigma pobia agama” bagi penelaahan ilmu hukum yang tidak menyebutkan Nabi Muhammad SAW selaku peletak dasar ajaran yuridis-konstitusional. Agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW itu rasional, sehingga hukum-hukumnya itu dapat diuji dengan nalar-nalar logis. Kalau kita suka-suka menjadikan rujukan semisal ungkapan berikut: sebagai kompleks kaidah kata D.H.M. Meuwissen, hukum bukanlah gejala netral, hukum ada dalam “atmosfer sosial” yang sarat interest.
Baca Juga: Angka Vaksinasi: Jakarta 120 Persen, Surabaya 89,24 Persen, Jatim Kalahkan Jateng dan Jabar
Hukum jelas bukan “bejana kosong”. Menguatnya kesan bahwa hukum adalah “normatif” belaka bermula dari ide dasar “ius positum” yang melahirkan “positief recht“ berupa “lembaran-lembaran pasal”. Di luar “kertas legalistik” tidaklah hukum dan akan “ditendang ke luar gelanggang studi hukum”. Apa yang tertulis harus dianggap iustum, sebagai (hukum) positif yang harus ditegakkan walaupun tidak bermoral, tidak berkeadilan, dan anti-sosial, bahkan salah. Banyak kelas-kelas pembelajaran di fakultas-fakultas hukum (“rechtsstudenten”) sibuk mendeskripsikan pasal-pasal dan ayat-ayat secara literal dengan mencampakkan relasi ideologisnya. Dalam konteks demikian fakultas-fakultas hukum masuk dalam olok-olok Jean-Paul Sartre dan juga Paolo Freire: “pendidikan yang (tidak) membebaskan”.
Dengan menyebut nama-nama tersebut, apakah hal itu menandakan belajar yang ilmiah, sementara kalau merujuk Nabi Muhammad SAW yang oleh MA USA dan riset Michael H. Hart mengkonklusi: Pembina Hukum Terhebat dan Paling Berpengaruh itu, adalah tindakan “tidak ilmiah”? Nabi Muhammad SAW secara yuridis adalah pencipta Konstitusi Pertama di dunia melalui Madeena Charter (Piagam Madinah, Konstitusi Madinah) di paruh pertama abad ke-7. Mahasiswa hukum harus diajak “bertamasyah” dan mendialogkan hukum dalam konteks yang lebih “bertanggung jawab”. Matur nuwun kepadamu Ya Allah SWT atas rahmat-Mu terbesar berupa Rasulullah Muhammad SAW. Shalawat senantiasa kulantunkan untuk Nabiku. Selamat bermaulud Nabi Muhammad SAW.
*Dr H Suparto Wijoyo: Esais, Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Baca Juga: Tiga Tipe Ulama Era Jokowi: Oposan, Pragmatis, dan Idealis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News