JAKARTA(BangsaOnline) Presiden terpilih Joko Widodo
membenarkan akan ada nama dari kalangan militer yang mengisi posisi menteri di
kabinetnya nanti.
"Ada (dari militer)," ujarnya di Balaikota, Jakarta Pusat (Senin,
22/9).
Jokowi juga mengakui akan ada menteri yang direkrut dari salah satu kepala
daerah di Indonesia. Namun ia katakan masih dalam tahap calon.
"Masuk dalam kandidat, nama kamu jangan ikut ngurusi. Ada pokoknya,
pokoknya dari seluruh Indonesia ada," paparnya.
Kata Jokowi, ada banyak nama kepala daerah yang masuk dalam daftar calon nama
menteri kabinetnya nanti.
"Tapi nama yang masuk kandidatnya banyak sekali. Tapi yang kepilih
belum," imbuhnya.
Jokowi mengaku akan mempertimbangkan kepala daerah yang masuk dalam jajaran
menterinya. Karena ternyata kepala daerah yang masuk dalam kategorinya adalah
mereka yang bisa berprestasi di lingkup nasional namun tidak serta merta
menjadikan daerah yang mereka tinggalkan menjadi tak terurus.
"Ya itu yang harus dikalkulasi apakah lebih bagus untuk membangun
daerahgnya atau bisa ditarik utk kepentingan nasional. Jadi harus ada
pertimbangan dan kalkulasi yang detail," imbuhnya
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Sementara Koordinator Divisi
Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho menilai Kementerian Hukum dan
HAM selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terlalu mudah
memberikan Pembebasan Bersyarat (PB) kepada para narapidana. Untuk itu, di
pemerintahan yang baru, Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) diharapkan memilih Menteri Hukum dan
HAM bukan dari kalangan partai politik.
"Paling tidak ada dua syarat, tidak dari parpol, kemudian kedua bukan
pengacara koruptor. Kalau dari parpol nanti muncul konflik kepentingan dalam
pemberian PB (pembebasan bersyarat)," ujar Emerson Yuntho, di Kantor
Kemenkum HAM, Jakarta, Senin (20/9). Menkum HAM saat ini dijabat Amir Syamsuddin, politikus Partai Demokrat.
Emerson mengatakan jika menteri dipilih dari kalangan partai politik akan sarat
konflik kepentingan.
"Itu yang harus diubah, kalau dari parpol, isu yang sama akan muncul,
misalnya PB kalau diajukan oleh orang yang satu partai dengan menteri itu akan
blunder, apakah penilaiannya obyektif atau tidak. Dalam kasus Hartati orang
akan curiga, jangan-jangan ini adalah pemberian hadiah di era SBY sama Amir
yang kebetulan satu partai dengan Hartati," sindirnya.
Emerson pun juga mengatakan, Menkum HAM sebaiknya tidak pernah menjadi
pengacara koruptor agar tidak berdampak negatif pada kinerjanya.
"Profesional pulang tidak dia bukan pengacara koruptor, karena kalau
pengacara koruptor kan seperti tadi, kita agak bingung, pak menteri kapasitas
dia dari parpol dan bekas pengacara korupsi,
jadi posisi dia itu berpihak pada siapa, parpol atau klien terpidana kasus korupsi,"
jelasnya.
Menkum HAM harus memegang teguh janjinya dan berkomitmen dalam pemberantasan
korupsi. "Paling tidak kita bicara soal komitmen dukungan kemenkumham
dalam pemberantasan korupsi, paling tidak, tidak muncul pemberian remisi dan PB
itu tiap tahun," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News