Oleh: Elsa Arofah*
Indonesia memiliki perkembangan yang cukup menakjubkan pada dunia otomotif. Tidak hanya sekadar pernyataan belaka, namun hal ini juga didukung oleh beberapa peneliti yang melakukan analisa terhadap perkembangan otomotif yang ada di Indonesia. Bahwa Indonesia merupakan salah satu perkembangan otomotif terbesar di ASEAN setelah Thailand. Frost & Sullivan memprediksi Indonesia akan menjadi pasar otomotif terbesar di ASEAN pada tahun 2019 dengan total kendaraan mencapai 2,3 juta. Perkembangan ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil. Peningkatan kelas menengah dan peningkatan investasi sektor otomotif serta pemberlakuan regulasi otomotif yang mendukung pertumbuhan pasar.
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
Sektor otomotif dapat meningkatkan pendapatan negara dan dianggap penting serta strategis karena memiliki kelebihan-kelebihan. Pengembangan industri otomotif akan meningkatkan integrasi nasional sekaligus kedaulatan nasional. Kemampuan produksi sendiri dengan komponen dan pekerja lokal merupakan lambang kemandirian ekonomi. Selain itu industri otomotif mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri-industri untuk bergerak ke arah teknologi tinggi dan modernisasi. Industri otomotif memerlukan teknologi canggih dalam setiap rantai proses perakitannya. Dengan kata lain, industri otomotif mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri-industri pendukungnya untuk bergerak secara cepat ke arah teknologi tinggi dan modernisasi.
Otomotif mulai berkembang sebagai cabang ilmu seiring dengan diciptakannya mesin mobil dan motor dalam perkembangannya. Mobil dan motor semakin menjadi alat transportasi yang kompleks yang terdiri dari ribuan komponen yang tergolong dalam puluhan sistem dan subsistem. Oleh karena itu, otomotif pun berkembang menjadi ilmu yang luas dan mencakup semua sistem.
Penyebab Naiknya Nilai Tukar Rupiah
Baca Juga: Optimalisasi dan Tantangan Literasi Menulis bagi Mahasiswa !!!
Perekonomian Indonesia saat ini dinilai kurang baik oleh masyarakat ataupun pemerintah. Karena nilai tukar rupiah yang mengalami kenaikan sepanjang 2018. Ini disebabkan oleh rencana pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat dan defisit perdagangan. Rencana pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menyebabkan investor asing menarik kembali semua dana yang telah mereka investasikan di Indonesia. Selain itu defisit neraca perdangan terus mengalami kenaikan faktor tersebut membuat permintaan dan penawaran terhadap rupiah meningkat. Karena faktor utama yang menetukan kesimbangan nilai tukar mata uang adalah permintaan dan penawaran. Jika permintaan mata uang meningkat maka mata uang akan mengalami apresiasi (penilaian baik atau penghargaan terhadap suatu karya sastra ataupun karya seni). Sebaliknya, jika penawaran mata uang meningkat, maka mata uang akan mengalami depresiasi (penyusutan).
Ada 5 faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang yaitu di antaranya: tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat pendapatan suatu negara. Semakin tinggi tingkat inflasi dan pendapatan negara, maka semakin besar mata uang negara mengalami depresiasi karena menyebabkan penawaran mata uang semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar peluang apresiasi mata uang negara karena permintaan uang akan meningkat.
Industri Otomotif
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
Kenaikan tersebut mengalami dampak yang sangat besar bagi negara Indonesia pada saat ini. Salah satu dampaknya tertuju pada industri otomotif negara Indonesia. Pengaruh Industri otomotif bagi Indonesia di dalam perekonomian nasional adalah menyediakan angkutan barang dan jasa untuk transportasi, dan membuka lapangan kerja. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, sektor otomotif menggunakan tenaga kerja mencapai 1,3 juta orang. Terdiri dari industri perakitan, komponen bengkel, dan nilai jual. Belum lagi bidang industri pendukung, misalnya pendanaan kredit dan asuransi kendaraan. Program strategis yang dilakukan pemerintah dalam menentukan pengembangan industri otomotif ke depan adalah mengimbangi kompetisi dan impor kendaraan, khususnya di ASEAN.
Pemerintah menargetkan menjadikan Indonesia sebagai basis industri otomotif di kawasan ASEAN. Sebagai pemroduksi alat transportasi industri otomotif . Masyarakat telah banyak menggunakan kendaraan bermotor dan mobil. Ini menunjukan perkembangan industri otomotif yang pesat di Indonesia, karena telah menjadi kebutuhan transportasi masyarakat. Banyak dari masyarakat yang memiliki tidak hanya satu kendaraan bermotor atau mobil, akan tetapi dua bahkan tiga kendaraan bermotor atau mobil. Keberadaan mobil pada saat ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan lagi. Tingginya kebutuhan akan alat transportasi yang terus meningkat membuat industri otomotif khususnya mobil berkembang dengan pesat dan berdampak pada timbulnya persaingan yang ketat untuk menjadi yang terbaik dan menguasai pasar dalam negeri.
Dampak Kenaikan Dollar Terhadap Transportasi Kendaraan Mobil
Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah
Nilai tukar dollar terus meningkat menyebabkan komponen yang digunakan tidak semuanya lokal, yakni sebagian lagi impor. Ini sangat berpengaruh pada produksi barang.
Hanya ada dua kondisi yang mungkin membuat harga kendaraan naik akibat nilai tukar mata uang. Yaitu kondisi ekstrem dengan kenaikan mencapai 15 persen dalam waktu yang singkat. Untuk itu, demi meredam gejolak rupiah, Bank Indonesia berencana menaikkan suku bunga. Maklum saja hampir sekitar 80 persen masyarakat kita masih membeli mobil dengan cara kredit. Jadi saat suku bunga naik, maka penjualan bisa menurun. APM diyakini akan melakukan hal yang sama.
Namun, tak semua terlihat buruk pada sisi ekspor. Misalnya kontribusi pengiriman mobil ke berbagai negara tahun ini menembus angka 225 ribu unit dibandingkan tahun lalu. Upaya pemerintah menstabilkan rupiah membuahkan hasil sehingga roda ekonomi saat ini terus berputar. Kenaikan tersebut tidak hanya berdampak pada industri mobil saja, tetapi juga berdampak terhadap industri motor.
Baca Juga: Sukses PT. Nathin dan PT. Khinco Gelar Tour Eskludif Manufaktur Maklon Herbal dan Kosmetik
Dampak Kenaikan Dollar Terhadap Transportasi Kendaraan Bermotor
Tak hanya mobil, produsen roda dua pun melakukannya hal yang sama dengan transportasi kendaraan mobil. Di Indonesia khususnya kalangan produsen sepeda motor semakin tertekan. Di satu sisi dengan kurang stabilnya harga minyak dunia yang terjadi akhir-akhir ini juga dipastikan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh produsen sepeda motor di Indonesia lebih banyak. Sehingga bisa dipastikan bahwa penjualan sepeda motor tahun ini tidak selaris atau sebanyak tahun lalu. Kondisi ini juga membuat komponen bahan baku untuk produksi sepeda motor saat ini masih banyak yang diimpor. Meskipun beberapa produsen sepeda motor yang ada saat ini memiliki komponen buatan lokal.
Meski begitu beberapa produsen motor di Indonesia saat ini seperti Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) menyatakan bahwa mereka belum berpikir untuk menaikan harga jual produk sepeda motor yang mereka ciptakan di Indonesia. Namun jika pelemahan ini terus berkelanjutan, niscaya akan berpengaruh terhadap harga motor itu sendiri. Sebelumnya pelemahan nilai tukar rupiah dinilai PT Astra Honda Motor dapat memberikan dampak kepada impor suku cadang. Hal ini bisa berdampak pada penyesuaian harga yang menyebabkan naiknya harga suku cadang. Sekadar diketahui, kebijakan menaikan harga telah dilakukan produsen besar seperti Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan Astra Honda Motor.
Baca Juga: Peran Pinjaman Kelompok Amartha untuk Perkembangan UMKM di Indonesia
Maka dari itu, Pemerintah terus bekerja dengan memperkokoh perubahan dan mengerjakan fundamental ekonomi yang sistemik agar rupiah kita terjaga dan berwibawa sepanjang waktu.
Selain itu Pemerintah atau Bank Indonesia terus berupaya untuk melakukan intervensi pasar. Pemerintah juga menyarankan agar Bank Indonesia kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 50 persen lagi. Tak hanya itu, Bank Indonesia juga perlu berintervensi di pasar obligasi. Serta, melakukan pembenahan struktural seperti kebijakan perluasan penggunaan B20 serta pembatasan komoditas impor.
*Penulis adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Baca Juga: SIG Pamerkan Aplikasi Semen Hijau dan Solusi Beton Berkelanjutan di IKN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News