Sumamburat: Nanti Itu Selalu Baru

Sumamburat: Nanti Itu Selalu Baru Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo*

EPISODE waktu itu terus bergulir dan khalayak ramai memeriahkannya sebagai penanda bahwa Tahun Baru 2019 itu datang. Sebuah kedatangan yang dinanti banyak orang untuk kemudian mereka selenggarakan agenda yang artifisial. Guliran hari-hari sepanjang tahun 2018 dianggitnya sebatas rutinitas yang dipastikan menghadirkan jelang yang diyakini memungkasi saatnya. Kini 2019 telah beranjak dari tempo hari yang diperingati dengan ragam aksi. Manusia menggiring dirinya dalam bejana yang telah terskenario organisme tertentu sehingga akhir tahun 2018 merapatkan diri dalam selongsong kendali untuk membedakan dari yang sudah-sudah. Renungan dan proyeksi masa depan dianggitkan dalam koridor Resolusi 2019. Sementara itu detik-detik selama 2018 direfleksikan untuk mengenang apa yang maujud dan yang gagal membentuk dalam kristal mimpinya.

Baca Juga: Pengkhianat, Waktumu Sudah Habis

Ada yang gembira dan ada pula yang menjerit dalam resah. Korban-korban “nyanyian alam” (yang sedang merindukan hidupnya diberi atribut manusia sebagai bencana) menorehkan kisahnya sendiri. Lelehan air mata dan jerit tangis kegemparan dengan raungan yang tidak terperikan menghunjam dalam. Jiwa-jiwa yang melayang meninggalkan jasadnya membuat manusia tidak lagi memenuhi sarat insani melainkan berpulang menjadi jenazah. Gempa, tsunami, banjir dan longsor memberikan cerita harian di tahun 2018 di samping soal infrastruktur yang memenuhi bilik kehidupan di 2018 yang menjejakkan kaki peradabannya sejak kemarin hari di 2019. Sesak dada dan kelindan ratapan juga dialami oleh meraka yang terkena OTT KPK akibat laku kemaruk atas harta benda yang melebihi pemenuhan kebutuhan normalnya. Jelang tahun 2018 berakhir, anak-anak negeri ini menoleh ke Kemenpora dan Kementerian PUPR yang mengalami “penyergapan hukum” oleh KPK. Galau akibat Gunung Anak Krakatau yang memuntahkan “perut mualnya” pun semakin menindih segenap warga yang menyadari bahwa negeri ini sedang dikepung kaum perompak dana publiknya.

Sebongkah kekayaan negara yang bertengger di APBN-APBD dan APB Desa ternyata diincar banyak pihak yang merelakan dirinya disebut rekanan. Inilah panggilan terhormat bahwa menjadi rekan itu menentukan nasib ke depan kalau tidak hati-hati dalam menyikapi laku rekan seiring sebirokrasi. Perebutan jabatan di sektor-sektor urusan pemerintahan terkadang membuat orang nekat. Semula kita mengetahui bahwa dialah birokrat yang ulet dan tanpa pretensi untuk mengombakkan wewenangnya, justru mudah tergiur untuk menaiki tangga puncak birokrasi sehingga kasak-kusuk digelombangkan. Demo-demo yang tergelar atas nama perebutan jabatan acap kali dibungkus rapi menjelang pergantian top eksekutif di manapun yang dihasilkan oleh proses demokrasi pilkada. Ini menjadi catatan bahwa jabatan itu memang dapat mengubah gaya orang yang terkesan alim menjadi jumawah.

Apabila sang bos hendak lengser dan bos baru sudah tampak tampilannya yang baru saja memobilisir jamaahnya atas nama konsolidasi kader padahal sejatinya bersukmapilihan politiknya. Serentak rakyat direkayasa dan birokrat yang biasa berpetualang itu mencerabut karakter asli dirinya yang santun dan selama ini memang amatlah priyayi. Tetapi gelora jabatan mewarnai tahun 2018 sebagaimana orang berlomba sambilterbang kesana kemari memadati sarang kekuasaan di daerah ataupun di pusat. Kondiri ini jangan lupa juga terjadi pada diri rakyat yang hidup semakin terhimpit mahalnya urusan bulanan listrik ataupun harian berupa sembako serta BBM. Sebentar lagi anak-anak juga masuk sekolah dan biaya pastilah diperlukan sehingga pengeluaran waktu liburan tampak membengkak akibat mereka jenuh dengan jumlah mata pelajaran yang tidak terperikan. Anak-anak itu selaksa celengan yang setiap saat dimasuki uang recehan. Juga hubungan dengan setiap handai taulan yang setiap orang akan menorehkan dinamikanya dalam ingatan mengai apa yang terjadi di tahun 2018.

Baca Juga: Kejam dan Rakus, Pengusaha Sarang Burung Walet Rampok Rumah Pasangan Mau Kawin

Dalam relung waktu yang kini almanak sejarah menamakan sulamannya tahun 2019 yang tempo hari penggantian tanggalan 2018 dengan mengiringkan doa adalah pilihan yang amat tahu diri. Ada pula yang sibuk memadati jalanan sambil kluyar kluyur menghabiskan BBM dengan boncengan sepeda motor anak-anak yang disesaki asap kendaraan. Sebuah tragedi yang memungkasi tahun 2018 dalam menyongsong tahun 2019 sambil memanen derita ketumpulan pikir dan hati generasi dari keluarga yang melakukan itu. Berapa sel otak anak-anak itu mati akibat tersedak emisi gas buang kendaraan bermotor yang mengepul memenuhi langit-langit jalanan metropolitan. Mengapa mereka tidak lebih menepikan diri saja di sisi ruang keluarga untuk berdiam di pojok waktu rumahnya dengan menakar kapasitas anggota keluarganya serta bermunajat menyimpuhkan diri pada Tuhannya.

Sadari bahwa sejatinya untuk membuka lembaran baru itu tidaklah harus menunggu waktu 365 hari, waktu setahun melainkan setiap saat, setiap detik, setiap apa yang tersebut “nanti” adalah baru. Sepersekian sekon apalagi sepersekian detik, menit maupun jam itu memberikan keniscayaan saat yang baru. Setiap jejak saat yang kita belum mengalaminya meski seperjuta sekon waktu adalah babakan baru sehingga setiap saat itulah hidup kita mestinya mengalami pembaruan-pembaruan lebih masalahat. Adalah sebuah keanehan apabila manusia tidak menyadari bahwa hari-hari hidupnya sesunggunya hari-hari baru yang dijelajahi sambil menautkan ruhani dalam atmofer Illahi. Dalam konteks ini saya teringat pesan utama Imam Al-Muhasibi yang wafat tahun 243 Hijriyah – 857 Masehi dalam kitabnya Adab al-Nufus agar manusia itu mengarungi hayatnya dengan selalu muhasabah (instrospeksi), muraja’ah (evaluasi) dan muraqabah (mawas diri). Selamat menjadikan setiap saat yang nanti itu baru bagi hidup yang berhikmah.

Baca Juga: Angka Vaksinasi: Jakarta 120 Persen, Surabaya 89,24 Persen, Jatim Kalahkan Jateng dan Jabar

*Dr H Suparto Wijoyo: Esais, Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO