Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
Al-Isra': 18-19
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
man kaana yuriidu al’aajilata ‘ajjalnaa lahu fiihaa maa nasyaau liman nuriidu tsumma ja’alnaa lahu jahannama yashlaahaa madzmuuman madhuuraan (18).
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
waman araada al-aakhirata wasa’aa lahaa sa’yahaa wahuwa mu/minun faulaa-ika kaana sa’yuhum masykuuraan (19).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Setelah membicarakan kaum terdahulu yang dibinasakan karena kedurhakaan mereka, kini Tuhan memberi pilihan: siapa yang tetap menghendaki kemewahan duniawi, tetap mengumbar nafsu, tetap bergelimang maksiat, Tuhan akan kabulkan itu, dimudahkan dan difasilitasi. Tapi di akhirat nanti akan menderita merasakan kepedihan siksa. Tapi bila memilih kehidupan akhirat, berat-berat sedikit menjalankan ibadah, tetap teguh, dan bersabar, maka Tuhan akan memberi mereka kehidupan terpuji. "faulaa-ika kaana sa’yuhum masykuuraan".
Sisi lain, ayat ini mengisyaratkan betapa rahmat Allah SWT itu universal dan berlaku bagi setiap hamba-Nya tanpa diskriminasi. Bisa dibayangkan, manusia dipersilakan durhaka sepuasnya, silakan bermaksiat sepuasnya dan Tuhan akan memberi fasilitas untuk itu. Dan benar-benar dibuktikan.
Di sini terbaca, bahwa tidak ada korelasi positif antara ketaatan beribadah dengan rezeki. Tidaklah orang yang ibadahnya sangat bagus, lalu rezekinya banyak dan kekayaannya berlimpah. Tidak pula sebaliknya, orang yang dosanya banyak, maka rezekinya seret. Hal itu karena beda arah. Kehidupan duniawi beda dengan kehidupan ukhrawy. Beda ruang dan beda pula kurikulum. Tapi, bagi orang bertaqwa pasti akan mendapat servis kejembaran, kebahagiaan istimewa yang tidak dimiliki oleh para pelaku dosa.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Lihatlah orang-orang nonmuslim, lihatlah kaum jetset dan para pemburu nafsu yang bergelimang harta. Tuhan terus memberi dan terus memanjakan. Mereka tidak menyadari, sesungguhnya pemanjaan Tuhan itu awal siksaan. Mereka dijerumuskan dalam lembah kedurhakaan mendalam. Tentu saja jalan keluarnya sangat sulit. Itulah gambaran dosa yang kumulatif, tentu saja siksaannya sangat pedih.
Falsafah "berhenti makan sebelum terasa kenyang", meski dipersoalkan apakah itu Hadis Nabi atau bukan, tapi pesannya bagus. Tesis itu tidak saja ajaran etika makan terkait kesehatan, melainkan mengandung makna bahwa kita tidak diperkenankan terlalu asyik menikmati hiburan duniawi atau hobi tertentu, apapun bentuknya. Anda hobi durian, hobi mobil klasik, komunitas Kicau Mania, silakan, tapi wajar-wajar saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News