SUMENEP (bangsaonline)
Kebijakan beli seragam batik bagi siswa disoal Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DKPS).
Baca Juga: WBP Lapas Ngawi Berlatih Batik Cap
anggota DPKS Moh Suhaidi memandang kebijakan ini perlu dikaji ulang.
Pasalnya, kebijakan itu dianggap melenceng jauh dari upaya meningkatkan kualitas pendidikan. “Apakah dengan berseragam batik bagus itu menjamin kualitas pendidikan akan terjadi? Saya pikir tidak,” tegasnya,
Informasinya, program ini diadakan untuk memberdayakan Industri Kecil Masyarakat (IKM). Tidak ada dana khusus yang dipakai dalam merealisasikan program ini. Semua pembiayaan dibebankan kepada sekolah atau siswa. “Padahal tidak sedikit siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu,” tambahnya
Baca Juga: Gubernur Khofifah Hadiri Puncak Mojo Batik Festival 2023, Ada Tari Kolosal hingga Fashion Show
Menurutnya, jika ini memang program pemberdayaan ekonomi, tidak seharusnya pemerintah menjadikan siswa sebagai objek. Kata Suhaidi, bisa saja program diwajibkan kepada pegawai negeri sipil (PNS) yang dalam realisasinya akan berjalan lebih lancar, sebab PNS dinilai tidak akan keberatan membeli produk IKM karena sudah digaji. “Jadi, objek dari program itu harus dikaji ulang. Sebab jika tetap memilih siswa, dipastikan akan terus mendapat sorotan,” pungkasnya.
Kepala Seksi Kesiswaan Pendidikan Menengah (Dikmen) Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sumenep, Erdiyanto memaparkan, bahwa program pengadaan seragam batik berciri khas daerah untuk siswa, bukan program milik Disdik Kabupaten Sumenep.
Program ini milik Dinas Perindistrian dan Perdagangan (Disperindag) setempat. Produksi batik dipasrahkan ke Industri Kecil Masyarakat (IKM) yang ditunjuk Disperindag. “Kami hanya memasilitasi agar produk IKM sampai ke sekolah atau siswa,” terangnya.
Baca Juga: Hari Batik Nasional 2023, Gubernur Khofifah Terbitkan Surat Edaran
Menurutnya, program ini merupakan program pemberdayaan IKM yang dimiliki Disperindag. Disdik Kabupaten Sumenep harus ikut terlibat dalam program ini karena bersangkut paut dengan siswa. “Jadi itu murni bukan program Disdik,” terang Erdiyanto.Untuk kalangan SMP, sudah terealisasi akhir Mei lalu.
Lebih jauh Erdiyanto memaparkan, kewenangan untuk mewajibkan hari apa saja siswa memakai seragam batik khas daerah, merupakan milik sekolah. “Bukan kewenangan dinas, tapi kewenangan masing-masing sekolah,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News