LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Keberadaan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Kabupaten Lamongan yang dibangun dengan dana APBD sebesar Rp 2,4 miliar, nampaknya tak mampu memberikan manfaat kepada warga sekitar lokasi. PLTSa yang pernah diuji coba empat tahun lalu itu, tepatnya Januari 2015, sampai hari ini hanya menjadi sebuah terobosan dan bangunan prestisius yang mubadzir.
Praktis, sejak diuji coba tak pernah lagi dioperasionalkan sehingga pemanfaatan listrik yang dihasilkannya tak lagi bisa dirasakan. Bahkan kini di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) di Desa Tambakrigadung Kecamatan Tikung ini menjadi lahan empuk sejumlah pemulung dan parkirnya para bos rongsokan alias pengepul yang melakukan transaksi pembelian dan penimbangan langsung dari hasil para pemulung mengais sampah di lokasi TPS.
Baca Juga: Peringati Deklarasi GNSSA di Jatim, PT Xurya Ajak Pelaku Industri Gunakan Energi Terbarukan
Secara teknik, mestinya awal kapasitas terpasang PLTS itu bisa menghasilkan listrik sebesar 25 KVA setiap harinya. Namun kini mangkrak tidak dioperasionalkan.
Pantauan BANGSAONLINE.com di lokasi, Kamis (31/1), menunjukkan peralatan PLTSa itu terlihat sudah berkarat di sejumlah bagian karena tidak pernah dioperasionalkan lagi sejak selesai diuji cobakan. Ini membuktikan bahwa peralatan itu tidak dioperasionalkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH).
Kondisi inilah yang memicu kesempatan para pemulung bebas mengais sampah yang bisa dijual di luaran, seperti sampah plastik. “Sudah lama teman–teman ambil sampah plastik di sini (TPA). Ada empat pengepul yang setiap hari menerima hasil kami di tempat ini,” ungkap pemulung yang mengaku bernama Mardian.
Baca Juga: Lama Keluhkan Bau Sampah, Warga Tambakrigadung Lamongan Minta Relokasi TPA
Perlu diketahui, jika PLTSa itu dioperasionalkan setelah sampah yang diolah dikurangi pengomposan komunal oleh warga dan pemulung, dan menyisakan 64 ton sampah per hari akan menghasilkan listrik sesuai perhitungan secara teknik seperti saat PLTSa diuji coba.
Kini pembangunan tempat peralatan atau mesin PLTSa hanya menjadi "monumen" sebuah bangunan mangkrak.
Padahal pembangunan PLTSa adalah bagian dari inovasi dan wujud nyata Lamongan sebagai Kota Adipura Kencana. Disebutkan, PLTSa itu memiliki berbagai kegunaan, bukan hanya sebagai penghasil tenaga listrik dari sampah. Namun juga sebagai pembuat pupuk dan bahkan uap hasil pembakarannya bisa digunakan untuk industri tahu tempe dan pemotongan ayam.
Baca Juga: PLTSa Tambakrigadung Mubadzir, Listrik yang Dihasilkan hanya Mampu Terangi TPA
Dengan kapasitas produksi itu, dipastikan sampah yang masuk ke TPA sekitar 64 ton setiap harinya akan langsung habis diolah. Bahkan bisa kekurangan bahan baku sampah.
Lebih penting lagi, bukan hanya kemampuan PLTSa menghasilkan listrik namun fungsi ekologis yang demikian besar dari PLTS tersebut.
Dengan PLTSa, umur sanitary landfill di TPA bakal lebih panjang dari yang normalnya 8 tahun. Selain itu bakal menjadi solusi efektif bagi permasalahan sampah di Lamongan.
Baca Juga: Bau semakin Menyengat, TPA Tambakrigadung Dikeluhkan Warga
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lamongan, Moh. Fahrudin Ali Fikri dikonfirmasi BANGSAONLINE.com terkait mangkraknya PLTSa, enggan memberikan komentar dan mengarahkan warrtawan ke anak buahnya. "Jawabannya sangat teknis, tanya saja langsung ke Kabid saya, Bu Puji," ujarnya singkat, Kamis (31/1). (qom/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News