
LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Sebanyak 35 Penyuluh Agama Islam Non PNS mengikuti pembinaan dan pelatihan substantif yang digelar di Aula Kemenag Lamongan, Jumat (8/2).
Mereka mengunjungi Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan untuk belajar soal toleransi umat beragama. Desa Balun sendiri dikenal sebagai Desa Pancasila karena keragaman budaya dan agama yang ada di desa ini.
Di Desa Balun ini, masyarakat berbagai agama hidup rukun. Termasuk setiap memperingati hari besar agama-agama, warga Balun kompak saling membantu dan menghargai.
"Saya kagum dengan kerukunan di sini, padahal beda agama tetapi tetap harmonis dalam menjalani kehidupan sosial dan selalu menghargai satu sama lain," ujar Titin, salah satu peserta pelatihan.
Menurut Titin, dirinya bisa mengambil hikmah dengan perbedaan yang ada di Desa Balun. Setidaknya bisai mencontoh soal toleransi keberagamaan, meski berbeda aqidah tetapi guyub rukun dalam semua kegiatan.
"Kalau beda saja bisa rukun, berarti kalau sama juga harus lebih dan saling memberikan manfaat, bukankah orang yang baik itu orang yang bermanfaat bagi orang lain, apalagi seiman," ujarnya.
Pantauan BANGSAONLINE.com, puluhan penyuluh yang didampingi Bagian Binmas Kemenag Lamongan, Abd Jamil dan dua tutor dari Badan Diklat Keagamaan Surabaya, Miftah Sirojudin dan Eni Nurhidayati antusias mendengarkan penjelasan Imam Masjid setempat soal kerukunan dan situasi yang harmonis tanpa ada gesekan soal perbedaan agama yang ada di Desa Balun tersebut.
"Tidak ada warga yang debat apalagi sampai bertiikai soal agama. Semua sudah sadar dan saling menghargai atas perbedaan ini, pokoknya Balun bisa jadi percontohan soal kerukunan umat beragama," ujar Hadi.
Usai menjalankan Salat Ashar, sebagian penyuluh ada yang melihat dari dekat proses pembuatang ooh-ogoh. Pembuatan ogoh-ogoh ini dilakukan untuk menyambut hari raya Nyepi tahun baru saka 1940.
Menurut pengurus Pura Sweta Mahasuci Desa Balun, Ngarijo, pembuatan ogoh-ogoh di desanya dipusatkan di pura desa setempat sejak Januari 2018 lalu.
"Dari delapan ogoh-ogoh, kata Ngarijo, 5 di antaranya pembuatannya dilakukan di pura desa sementara 4 di antaranya dibuat di rumah warga," katanya. (qom/ian)