
PACITAN, BANGSAONLINE.com - Kasak-kusuk terkait unjuk kerja sama antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pacitan dengan NGO Greenwave soal kegiatan hari peduli sampah nasional (HPSN) tahun 2019 menyeruak.
Hal tersebut disebabkan, adanya dugaan suntikan dana hibah yang bersumber dari APBD senilai Rp 77 juta kepada NGO Greenwave untuk menunjang aksi memperingati HPSN tersebut. Di sisi lain, NGO yang pernah menjadi promotor penandatanganan 7 MoU soal tata kelola sampah dan lingkungan pada HPSN tahun 2018 lalu tersebut dikabarkan tengah mengalami persoalan internal.
Empat ketua krida Greenwave dikabarkan mundur dari keanggotaan. Dan hingga detik ini, belum dilakukan adendum/perubahan terhadap akta pendirian. Selain itu seluruh personel Greenwave ditengarai juga tidak memiliki basic keilmuan atau pengalaman soal lingkungan maupun tata kelola sampah.
"Setahu kami tidak ada personal di Greenwave yang memiliki kompetensi akademik lingkungan maupun tata kelola sampah," ujar Reksi Suryanita, salah satu dari empat ketua krida di Greenwave yang telah mengundurkan diri, Sabtu (16/2).
Dia mengaku telah mengajukan pengunduran diri dari Greenwave secara tertulis sejak 16 Juli 2018 lalu. Begitu juga tiga rekan sejawatnya, yakni Ardha Nariswati Trenggono, Anita Bidaryati, dan Julian Tondo Wisudo. Namun sampai saat ini tak satu pun dari mereka yang menerima jawaban serta bukti perubahan akta pendirian.
"Sampai saat ini kami tidak tahu, apakah nama kami sudah dicoret dari akta pendirian atau belum. Namun yang pasti kami sudah sepakat mundur dari perkumpulan itu," terang Reksi.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Direktur Greenwave Webri Veliana, membantah tudingan penggunaan dana APBD. Sampai detik ini, ia mengatakan NGO yang dia kendalikan sama sekali tidak menerima dana hibah dari DLH senilai Rp 77 juta seperti yang dituduhkan itu.
"Kami hanya mengajukan proposal untuk kegiatan HPSN ke pihak-pihak yang peduli dengan kegiatan sosial yang sudah dan tengah kami laksanakan selama ini. Jadi tidak benar kalau Greenwave dituding menerima hibah dari DLH," katanya di tempat terpisah.
Soal kompetensi personal, Webri mengakui memang tidak ada yang memiliki basic akademik di bidangl ingkungan ataupun tata kelola sampah. Akan tetapi, Greenwave tengah merintis kerja sama dengan Universitas Oxford dalam hal penanganan sampah dan lingkungan.
"Akan ada tujuh konsultan dari Universitas Oxford yang akan ikut membantu kegiatan kami. Memang secara personal tidak ada yang punya basic akademik soal itu, tapi secara organisasi, Greenwave sah untuk melakukan penelitian dan atau mendampingi serta mempergunakan hasil penelitian secara legal, baik dilakukan oleh perkumpulan sendiri maupun bersinergi dengan organisasi atau instansi lain, yang hasil penelitiannya dapat digunakan untuk dasar tindakan upaya pelestarian alam dan upaya pelestarian lingkungan. Itu keterangan ada di akta notaris." jelas Webri yang mantan Viar sebuah maskapai penerbangan terkemuka tersebut.
Sementara itu, Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Pacitan, Djoko Harjanto, juga menegaskan tidak adanya dana hibah yang diberikan kepada NGO Greenwave.
"Greenwave mengajukan proposal ke pihak dunia usaha, bukan pemda untuk kegiatan HPSN. Jadi bukan dana hibah, itu pun belum ada realisasi," terang dia.
Soal kompetensi personal, Djoko menegaskan, pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan hidup selain dipelajari secara formal atau secara akademisi, juga bisa dipelajari seiring dengan hasil kegiatannya. (yun/ns)