SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Wali Kota Pasuruan nonaktif, Setiyono menjalani sidang perdana kasus suap proyek-proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) dari terdakwa Direktur CV Mahadir, Muhamad Bagir (berkas) terpisah.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya ini mengagendakan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa KPK yang dibacakan oleh Jaksa Kiki Ahmad Yani dan Ferdian Adi Nugroho secara bergantian.
Baca Juga: Baliho Gus Ipul Dirusak, Relawan Minta Tak Membalas Pendzaliman
"Sidang dinyatakan terbuka dan dibuka untuk umum," ucap Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan saat membuka persidangan, hari Senin (25/2) di ruang Cakra.
Selain Setiyono, Jaksa juga membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Dwi Fitri Nur Cahyo, staf ahli Bidang Hukum Kepala Dinas PUPR Pemkot Pasuruan dan Wahyu Tri Haryanto, pegawai honorer.
Ketiganya didakwa melanggar pasal 11 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Wali Kota Pasuruan Nonaktif dituntut 6 Tahun Penjara oleh Jaksa KPK
Atas surat dakwaan tersebut, ketiga terdakwa melalui masing-masing penasehat hukumnya bersepakat tidak mengajukan eksepsi. Majelis hakim pun memerintahkan Jaksa KPK untuk menghadirkan para saksi ke persidangan selanjutnya.
"Sidang ditunda dengan agenda mendengarkan keterangan saksi saksi,"ucap hakim I Wayan Sosiawan menutup persidangan.
Untuk diketahui, Kasus suap ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Kamis (4/10/2018) lalu. Saat itu KPK terlebih dahulu menangkap keponakan Wali Kota Pasuruan yakni Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik saat akan menyerahkan uang suap dari terdakwa Muhamad Baqir ke Walikota Setiyono.
Baca Juga: Sidang Kasus Korupsi Wali Kota Pasuruan, Advokat: Dakwaan Rp 2,785 M Harus Ada Tersangkanya
Setelah dilakukan pengembangan, KPK akhirnya menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka diantaranya, Wali Kota Pasuruan, Setiyono, Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Pemerintahan Kota Pasuruan, Dwi Fitri Nurcahyo, tenaga honorer di Kelurahan Purutrejo, Wahyu Tri Hardianto.
KPK menetapkan mereka sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan tahun anggaran 2018, salah satunya belanja gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan.
Proyek di Pemkot Pasuruan diatur oleh Wali Kota melalui tiga orang dekatnya yang disebut trio kwek kwek, dan ada kesepakaan fee rata-rata antara 5 sampai 7 persen untuk proyek bangunan dan pengairan.
Baca Juga: Kasus Korupsi Wali Kota Pasuruan Nonaktif, KPK Diminta 'Sentuh' Penyuap Lainnya
Sedangkan dari proyek PLUT-KUMKM, Wali Kota Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai HPS yakni sebesar Rp 2.297.464.000 ditambah 1 persen untuk Pokja. Pemberian dilakukan secara bertahap.
Pemberian pertama terjadi pada tanggal 24 Agustus 2018, Muhamad Baqir menstransfer kepada Wahyu Tri Hardianto sebesar Rp 20 juta atau 1 persen untuk Pokja sebagai tanda jadi. Kemudian pada 4 September 2018 CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2.210.266.000.
Kemudian 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhamad Baqir sertor tunai kepada wali kota melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau kurang lebih Rp115 juta. Sisa komitmen fee lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama cair," pungkasnya. (cat/ian)
Baca Juga: Wali Kota Pasuruan Nonaktif jadi Saksi Sidang Penyuap Dirinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News