Oleh : CHOIRUL ANWAR*
Udara terasa panas sekali, redup sinar mentari yang terhijab awan tipis tak mengantar sang bayu membelai pori-pori kulitku. Keringat pun mulai membasahi tubuhku mengalir dalam lekukan kulit hingga menetes di atas kerah baju putih lengan panjang yang kupakai.
Baca Juga: Pj Ali Kuncoro dan Ketua DPRD Kota Mojokerto Tinjau Logistik KPU Jelang Pilkada Serentak 2024
Kuambil lipatan sapu tangan warna merah hati yang ada dalam saku celanaku. Kutempelkan di ujung dahi kiri, lalu kutarik hingga mengusap rata mengeringkan seluruh bagian wajahku.
Sementara tekanan kuat hawa panas terus mengalirkan air dari dalam lubang lembut kulit dada dan punggungku, hingga manik-maniknya menyimbah melusuhkan bajuku, meski sudah tertahan kaos dalamku.
Namun tetap saja udara terik tak menurunkan derajatnya. Daun-daun pun tetap diam tak berlenggang. Kulihat mendung putih juga tak mau manyibakkan dirinya. Ia terus mengiring sang surya merangkak hingga jauh di atas galah.
Baca Juga: 3 Raperda Hasil Fasilitasi Gubernur Jatim Turun, Pemkot Mojokerto Sodorkan 5 Raperda Baru
Aku tetap setia menunggu beserta penggawa yang sudah lebih dulu mengawal kehadiran Ning Ita. Yah, Ning Ita, panggilan lekat orang nomor wahid di Kota Mojokerto. Maklum, ini merupakan bagian dari tugas-tugasku.
Tetapi jujur kukatakan, bahwa semangatku bukan karena tugasku. Tetapi semangatku karena kehadiran Ning Ita di sebuah sudut kampung itu, tak lain adalah bentuk kepedulian sosial terhadap mbah - mbah yang berusia udzur penghuni rumah peduli lansia Tribuwana Tungga Dewi, yang terletak di lingkungan Balongrawe, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
Rata-rata usia mereka antara 70 hingga 80 tahun. Nampak sekali senja telah telah melekati keriput kulitnya, menjadi garis-garis tak beraturan yang semakin tajam menghias wajahnya. Sesekali kala tersenyum, terlihat gigi yang semakin ompong. Pun juga warna putih telah memoles seluruh helai rambutnya.
Baca Juga: Pemkot Mojokerto Melalui Dinsos P3A Rehab Rumah Warga yang Tak Layak Huni
Tak bisa dipungkiri jika perjalanan matahari itu lebih dekat ketepian garis rebah di ufuk barat, daripada jarak saat ia menapakkan diri kala fajar menyingsing meninggalkannya.
Tetapi tak ada pilihan lain bagi eyang- eyang putri itu, kecuali harus menghuni rumah yang dikelola oleh Dinas Sosial Kota Mojokerto. Pasalnya rata-rata mereka sudah tak punya lagi sanak keluarga.
Di rumah di bawah tanggung jawab dokter Mujiwati ini, mereka dicukupi kebutuhannya. Termasuk fasilitas tempat tidur yang layak. Kebutuhan akan makan minum yang memenuhi standart gizi. Juga tenaga yang siap melayani dan merawat kesehatannya.
Baca Juga: Gowes Hari Santri Kota Mojokerto, Gratis Berhadiah Umrah, Ribuan Peserta Siap Sepeda Sarungan
Sebanyak 14 mbah putri telah duduk berjejer menyamping di atas kursi lipat di ruang lobi. Udara di ruangan itu tak sepanas di luar. Di sudut depan terdapat fan yang dinyalakan dengan kecepatan low dengan tombol swing yang terus bergerak. Maklum karena harus menjaga kesehatan yang rentan masuk angin di usia lanjut.
Sejak tadi mereka dipersiapkan menunggu kehadiran Ning Ita. Tak kurang dari satu jam mereka menunggu di ruang itu.
Di luar rumah lansia, cuaca tetap tak mau berkompromi bahkan terasa semakin panas. Kulihat redup bayang-bayang tubuhku yang terhalang awan tipis semakin memendek seiring perjalanan matahari yang tak lama lagi sampai pada posisi tegak lurus pada garis vertikal.
Baca Juga: Menparekraf: Kota Mojokerto Jadi Contoh Pengembangan Ekonomi Kreatif
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar pelan suara sirine mobil patwal, suara itu makin keras, dan makin dekat. Ternyata benar, tak lama para penggawa Satpol PP terlihat berlari dari tempat duduk semula. Ia berdua berdiri tegak tepat di depan gapura pagar rumah yang berada di sudut selatan balongrawe itu. Sedan jenis toyota dengan plat merah S 1 SP itu membuntututi mobil patwal. Mobil itu berhenti tepat di depan gapura.
Wajah-wajah renta yang semula nampak sedikit resah karena jenuh menunggu, kini spontan berubah sumringah. Ompong lesung pipitnya pun mengerut mengikuti senyum hangat menyambut kehadiran Ning Ita.
"Assalamualaikum," ucap Ning Ita menghampiri mereka. Kontan suasana menjadi lebih hidup dari sebelumnya. Akrab dan penuh kekeluargaan.
Baca Juga: Libatkan Psikolog Hingga Babin, Kasus ATS Jadi Konsen Dikbud Kota Mojokerto
Satu per satu ditanya seputar identitas. Diawali dari ujung paling selatan terus bergerak hingga empat belas wanita jompo yang berasal dari wilayah Kota Mojokerto itu tak satupun ada yang tertinggal.
Ada adegan yang menarik dari peristiwa itu. Ketika tiba, giliran penghuni rumah lansia yang duduk paling tengah di antara deretan teman-temannya.
Wanita yang mengenakan baju motif batik lengan panjang dengan kombinasi warna krem, hitam dan merah maron itu mengangkat siku lengan kanannya yang sejak semula ditimpakan di atas tongkat alumini yang selalu menemani. Di angkatnya. Ia berjabatan tangan saat Ning Ita menghampirinya.
Baca Juga: Dinsos P3A Kota Mojokerto dan LDK Beri Pembinaan Anak Jalanan dan Keluarga Kurang Beruntung
Tiba-tiba wanita dengan hijab besar yang menutup hampir sebagian tubunhya itu meneteskan air mata. Suasana canda tawa terjeda beberapa saat, terseruak oleh keharuan kala tetesan air mata jatuh membasahi jarik yang ia kenakan.
Reflek tangan kanannya pun bergerak mengusap jarik dengan kombinasi bunga mawar menyela di tengah tengah parangnya itu. Lalu menarik sudut jilbab diangkat mengusap basah kedua kelopak matanya.
Sontak, Ning Ita pun tak kuasa menahan haru. Punggung jari telunjuknya langsung terangkat mengusap tetes air mata yang membasahi ujung bulu matanya, meski cepat-cepat harus menguasai diri dan kembali ke suasana semula.
Baca Juga: Terus Tingkatkan Pelayanan Publik, Pemkot Mojokerto Kembali Raih Apresiasi dari Kemenpan RI
Begitupun aku yang menyaksikan tepat di depannya, tak bisa lepas terbawa haru. Tak terasa sudut kelopak mataku yang semula basah keringat, kini bercampur tetes air mata. Tapi frekuensi kedipan ujung bulu mata yang bergerak cepat, segera mengeringkan tetes lembut air mata itu, hingga tak kelihatan bekasnya dan kembali senyum sediakala.
Aku berusaha menahan rasa haru itu. Rasa yang menyentuh lembut relung kalbuku. Hingga tetesan air sejuk terasa seperti mengalir dalam kering kerongkonganku. Lagi lagi aku harus menguasai diri dan kembali mengulumkan senyum dengan cepat.
Tak lama para punggawa dengan membawa minuman susu dan roti yang sudah siap disantunkan, diserahkan langsung oleh Ning Ita kepada masing-masing penghuni rumah lansia itu.
"Ibu-ibu harus tetap semangat menjalani kehidupan ini, agar tetap sehat dan dapat melaksanakan Ibadah sholat dengan khusyu'," ungkap Ning Ita sembari menghibur kepada mereka semua.
"Aamiin," jawab serentak mereka.
"Saya juga minta tolong didoakan agar Kota Mojokerto selalu dalam keadaan aman dan masyarakatnya makin makmur," pinta Ning Ita. "Aamiin," jawab mereka.
Terdengar di antara mereka yang meneruskan dengan kalimat, "Kulo dongakno Jeng," (Saya doakan Jeng). "Aamiin," jawaban balik Ning Ita.
Aku pun ikut mengamininya dalam hati.
Spontanitas munajat dari hamba di usia senjanya, lebih dekat mustajabah, karena lirikan welas asih Rahmat-Nya selalu mengikuti ke mana ia berada. Terus diikuti dan tak pernah melepaskan dari lembut kasih sayang-Nya.
Pun pula tetesan air mata kelembutan dan kasih sayang, akan memantulkan rasa cinta. Cinta kepada sesama. Cinta kepada alam semesta dan semua ciptaan-Nya. Karena dengan cinta akan menjadi magnet curahan Rahmat yang tak terhingga.
Karena Rahmat pula, kita dapat mengelola untuk mewujudkannya menjadi barokah yang melimpah. Tak salah kala Wali Kota mohon doa kepada wanita senja agar masyarakat Kota Mojokerto hidupnya makin makmur dan sejahtera.
Semoga niat itu senantiasa terjaga dari segala atribut tendensi yang dapat mengeringkan Rahmat.
Semoga titik-titik air yang mengalir dari sudut kelopak mata itu terjaga dari tangis kemunafikan.
Semoga pekat air mata yang mengering di kelopak mata dan bekas yang melekat di punggung jari telunjuk, serta manik tetesnya yang mengena motif mawar di sela parang jarik, ataupun yang masih membekas di sudut hijab wanita renta itu, menjadi saksi, bahwa itu adalah tetesan air dingin dari jenis tangis kasih sayang dan kelembutan.
Semoga Rabu 27 Februari 2019 kala semburat sinar surya yang menerobos awan tipis terarak udara panas, sedikit di arah timur titik nadzir, adalah saat yang dapat melahirkan kecintaan dan mengantarkan menuju kebahagiaan yang hakiki fiddun-ya chattal akhiroh. Aamiin...*
*) Penulis adalah Kabag Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Mojokerto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News