JAKARTA(BangsaOnline) Anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon mempertanyakan sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tampak bernafsu menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Baca Juga: Pascaputusan MK, PDIP Gresik Minta Bawaslu Tindak Pejabat dan TNI-Polri Tak Netral di Pilkada 2024
"Kenapa ya malah Pak JK yang begitu bernafsu menaikan harga BBM?" ujar Effendi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (4/11/2014) siang.
Mantan anggota komisi VII DPR RI tersebut melanjutkan, situasi tersebut sangat berbeda jika dibanding sikap Presiden RI Joko Widodo yang terlihat lebih 'adem ayem' menanggapi wacana kenaikan harga BBM akhir 2014 ini.
"Saya enggak tahu ya ada apa di balik itu. Yang saya tanya cuma kenapa JK bernafsu sekali?" lanjut Wakil Ketua DPR tandingan versi Koalisi Indonesia Hebat tersebut.
Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap
Effendi khawatir rencana kenaikan harga BBM itu ditunggangi kepentingan kaum neoliberal yang menyusup ke dalam Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla. Effendi berpendapat, kenaikan harga BBM itu mestinya diikuti sejumlah perbaikan, baik di bidang distribusi minyak hingga ke kebijakan tata niaganya.
"Soal tata niaga energinya tidak ditangani, ini yang ditangani malah masalah program jaring pengaman sosialnya. Mending enggak usah ada pemerintahan Jokowi, mending lanjutkan saja SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) lagi," ujar dia.
Sebelumnya, Kalla menegaskan, kenaikan harga BBM akan terjadi pada bulan November ini. Kalla menjelaskan, pemerintah harus menaikkan harga BBM untuk mengalihkan subsidi ke sektor yang lebih produktif.
Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Sampaikan Bela Sungkawa Atas Wafatnya Agus Sunoto Imam Mahmudi
Ia menuturkan, pemerintah masih akan mencari
waktu tepatnya sambil menunggu tersebarnya Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan
Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Menurut Kalla, subsidi BBM akan dialihkan ke beberapa program lain yang
dianggap lebih memberikan manfaat terhadap masyarakat secara merata dan
signifikan. Beberapa program itu di antaranya adalah KIS dan KIP.
Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR yang juga dari Fraksi PDI Perjuangan, mengungkapkan
bahwa APBN 2014 dibuat pemerintahan SBY sebesar Rp 1,876,872.7 triliun. Dari
dana itu, sekitar Rp 246,494.2 triliun, atau 14,4 persennya, digunakan untuk
subsidi bahan bakar minyak (BBM). Artinya, masih ada 85,6 persen yang harus
disisir secara seksama, apakah misalnya sudah sampai untuk kebutuhan rakyat
atau justru menjadi bancakan para pemburu rente.
"Apapun, dengan alokasi 14,4 persen untuk subsidi BBM adalah tidak bisa
dijadikan penyebab defisit APBN," kata Rieke (Selasa, 4/11).
Rieke mengingatkan lagi, postur APBN 2014 dibikin oleh pemerintahan SBY.
Sementara pemerintahan Jokowi yang baru berusia dua minggu tentu tak
bertanggung jawab atas salah alokasi APBN 2014. Namun, tentu tak berarti Jokowi
harus lari dari akibat postur APBN 2014 buatan SBY.
"Jokowi adalah solusi. Kalaupun ada devisit, saya masih yakin, Pemerintah
Jokowi tak akan cari jalan pintas. Ada alternatif-alternatif yang bisa
dilakukan selain mencabut subsidi BBM. Belum ada bukti pencabutan subsidi BBM
dengan kompensasinya seperti BLT dan BLSM pasti akan membuat rakyat
sejahtera," demikian Rieke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News