JAKARTA(BangsaOnline) Menteri Koordinator Politik Hukum dan
Keamanan Tedjo Edhy
Purdijatno membenarkan wacana Presiden Jokowi
yang tak memberikan grasi terhadap gembong narkoba. Tedjo mengatakan, Presiden
mempertimbangkan akibat kejahatan narkoba meluas di masyarakat.
"Ya memang harus begitu. Begini, dari kerugian, rakyat kita akibat narkoba
sudah lebih besar daripada hukuman yang dijatuhkan ke mereka. Hanya, jangan
sampai negara kita menjadi tujuan narkoba. Stop narkoba Indonesia bebas narkoba
2015, harus," ujar Tedjo di Silang Monas, Jakarta, Senin (1/12)
Tedjo menambahkan, peredaran narkoba belakang ini semakin meluas, di lingkungan
RT/RW hingga di lapas. Jika ini didiamkan, pelaku tak jera apalagi tidak ada
hukuman yang berat.
"Kami lihat negara kita sudah dimasuki narkoba terlalu jauh. RT/RW sudah
kemasukan, per hari 30-40 orang anak-anak mati karena narkoba. Apa mau
didiamkan? sementara mereka bisa kendalikan narkoba dari dalam lapas, dengan
segala keuangan. Karena ini sudah hancur, harus disetop," tegas Tedjo.
Untuk itu, lanjut Tedjo, akan ada pembahasan tindak lanjut dari wacana Presiden
Jokowi terkait hal ini. Menko Polhukam akan mengadakan rapat sore nanti.
"Untuk narkoba, nanti siang kita putuskan untuk ambil keputusan,"
ujarnya.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, Presiden
Joko Widodo tidak memberi toleransi terhadap pengedar narkoba. Bentuknya,
lanjut Prasetyo, eksekusi terhadap terpidana mati. Hal ini, menurut Prasetyo,
lantaran Indonesia sudah menjadi negara produsen narkoba, bukan lagi hanya
sebagai pengguna.
"Kita sudah jadi negara produsen, akan diaplikasikan (hukum mati), iya,
kalau aspek hukumnya sudah selesai, langsung eksekusi, enggak tunggu lama-lama.
Karena setiap terpidana mati memiliki hak PK (peninjauan kembali)," kata
Prasetyo di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/11).
Prasetyo mengatakan, 5 terpidana mati kasus narkoba di beberapa kota, di
antaranya adalah Jakarta dan Banten. "Semua proses hukumnya harus diikuti
dulu, kita enggak bisa eksekusi langsung," imbuh Prasetyo.
Terkait dengan potensi Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada terpidana
mati, Prasetyo yakin permohonan grasi akan ditolak Presiden.
"Grasi ditolak mungkin, kita enggak tahu, kita enggak akan kompromi,
terutama bandar narkoba, enggak ada ampun. Saya belum tahu persis, tapi beliau
berkata akan menindak keras," tegas Prasetyo.
Prasetyo memaparkan, hukuman mati kasus narkoba ada 68 yang belum dieksekusi.
"Menunggu sampai aspek yuridisnya. Yuridis berkaitan dengan masalah hukum,
mereka bisa upaya hukum biasa dan luar biasa. Biasa itu banding, kasasi, luar
biasa grasi dan PK. Ini perlu waktu. Bandar semua, dari asing juga. Ada
68," jelas Prasetyo.
Untuk kasus Schapelle Corby, pengedar narkoba asal Australia yang diberi grasi
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2012 silam, Prasetyo
mengatakan, pemberian grasi tersebut merupakan kebijakan pemerintahan yang
lalu.
"Kalau Corby dulu saya menangani juga, tapi kan itu pemerintah sebelumnya,
bukan presiden yang sekarang. Kalau sudah melalui tahapan semua, ya
dieksekusi," ucap Prasetyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News