JEMBER, BANGSAONLINE.com - Diketahui ada 22 persen mahasiswa Universitas Jember (Unej) terpapar radikalisme. Data 22 persen mahasiswa yang diduga terpapar radikalisme itu, berdasarkan pemetaan yang berbeda melalui survei.
Menyikapi hal ini, Unej melakukan pengarusutamaan Islam moderat sebagai cara untuk menangani masalah tersebut. Hal itu disampaikan oleh Kepala Humas Unej Agung Purwanto saat konferensi pers di Gedung Rektorat Unej, Selasa (26/11/2019).
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
Menurut Agung, Universitas Jember akan tetap mengutamakan komunikasi dua arah dalam memberikan pemahaman Islam moderat, serta cara-cara persuasif yang konstruktif untuk menjalankan deradikalisasi di kampus.
“Bahkan kami juga menggandeng lembaga pemerintah, organisasi keagamaan, dan lembaga lain yang berkompeten dalam pengarusutamaan Islam moderat di kampus,” kata Agung saat dikonfirmasi wartawan.
Ada beberapa kebijakan dalam pengarusutamaan Islam moderat yang dilakukan. “Pertama mempersiapkan para dosen pengajar Mata Kuliah Umum seperti Pendidikan Agama Islam yang benar-benar berlatar belakang Islam moderat. Bahkan kami melibatkan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama untuk memberikan rekomendasi dalam memilih dosen tersebut,” ujarnya.
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
Kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan kurikulum Mata Kuliah Umum yang mengandung materi pengembangan karakter, penanaman nasionalisme dan cinta tanah air, serta mengajak peserta didik untuk melihat permasalahan yang ada untuk kemudian bersama-sama mencari solusinya. “Dosen juga aktif menjadi kawan diskusi, pendamping, bahkan teman curhat bagi mahasiswa terutama di masalah agama,” sambungnya.
Terkait kurikulum Mata Kuliah Umum Pendidikan Agama Islam (PAI), jika sebelumnya lebih banyak memberikan penekanan pada fiqh dan aqidah, maka di kurikulum yang baru mahasiswa diperkenalkan pada cakrawala pemikiran Islam, seperti Islam dan demokrasi, HAM dalam perspektif Islam, serta teologi kebangsaan. Kebijakan ini, sambungnya, juga didukung dengan program lanjutan seperti penataan tempat ibadah di lingkungan kampus.
“Semua masjid, musholla, serta Unit Kegiatan Rokhani Islam di lingkungan Kampus Tegalboto harus memiliki program yang senada dengan pengarusutamaan Islam moderat. Tak heran jika kini kegiatan seperti sholawatan, semaan Al Qur’an mulai marak di masjid kampus dan di fakultas. Kami juga mengagendakan program-program yang dapat mempertemukan mahasiswa lintas agama dan budaya yang dikemas dalam berbagai kegiatan semisal cross-cultural outbond,” tandasnya.
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
Dalam kesempatan ini, Agung juga menjelaskan tujuan pemetaan pada tahun 2017/2018 adalah ingin mengetahui pemikiran mahasiswa serta menginventarisir benih-benih radikalisme. "Jadi bukan berarti 22 persen mahasiswa tadi terpapar atau sudah memiliki pandangan radikal, sama sekali bukan. Justru dengan adanya pemetaan tadi memberikan data bagi kami bagaimana menjalankan agenda deradikalisasi," pungkasnya.
Sementara itu menurut Ketua Tim Pemetaan Radikalisme Mahasiswa di Universitas Jember Akhmad Munir, pemetaan berbeda dengan survei dilakukan dengan teknik sampling yang diatur secara ilmiah. “Hasil pemetaan ini pun tidak bisa begitu saja menjadi dasar generalisasi bahwa 22 persen mahasiswa kita yang mengisi kuesioner telah terpapar paham radikal. Sebab, tujuannya ingin mengetahui secara dasar pemahaman keagamaan dan pemaknaan aspek teologis dan aspek politik mereka terkait konsep kepemimpinan dan kenegaraan. Jadi ibarat peta, kita tahu di mana kota Jember, tapi tidak tahu apa saja isi kota Jember itu,” tuturnya.
Lebih lanjut Akhmad Munir menjabarkan bahwa setelah pemetaan itu dilakukan, banyak agenda-agenda kampus terkait deradikalisasi yang dilakukan berdasarkan pada hasil mapping tadi. Misalnya saja hasil pemetaan dijadikan bahan oleh Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) merekonstruksi kurikulum berbasis moderatisme Islam. "Dulunya tidak ada teologi kebangsaan, tapi sekarang kami masukkan tema tersebut. Dulunya tidak ada HAM dan demokrasi dalam Islam tapi sekarang sudah ada tema ini dalam RPS kita," paparnya.
Baca Juga: Polda Jatim Kolaborasi dengan Ponpes Wali Barokah Bentengi Santri dari Pengaruh Radikalisme
“Selain itu, rekrutmen SDM tenaga pengajar juga diperketat untuk memastikan bahwa calon pengajar PAI berprinsip ahlussunnah wal jamaah. Selain itu, secara rutin mahasiswa seminggu sekali diajak ke pondok pesantren misalnya di Pondok Pesantren Ashri Talangsari untuk mendapatkan tausiyah keislaman moderat dari ulama’-ulama’ kita. Jadi banyak program dan agenda-agenda kita yang semuanya bermuara pada mainstreaming moderatisme Islam,” jelasnya. (jbr1/yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News