
BANGSAONLINE.com – Carlos Ghosn (65), mantan Bos Nissan melarikan diri dari Jepang, dengan bersembunyi di dalam tas bas jegug. Ia kabur dari tuduhan penipuan. Dia merencanakan pelarian ini selama berbulan-bulan.
Persiapan dimulai pada Oktober, dengan melibatkan tim profesional keamanan yang disewa untuk membantu Carlos Ghosn sehingga bisa lepas dari membayar jaminan yang nilainya sekitar Rp 140 miliar. Mantan CEO Nissan tersebut saat ini menghadapi tuduhan korupsi.
Setelah rencana matang, dia diduga ditempatkan di dalam tas bas jegug, lalu diterbangkan dengan pesawat jet pribadi dengan kelompok pemusik, yang akan tampil di Timur Tengah.
Ghosn dituduh melakukan pelanggaran keuangan, melarikan diri dari Jepang ke Timur Tengah menggunakan paspor palsu.
Eksekutif kelahiran Brasil ini menghabiskan lebih dari 100 hari dalam tahanan, menyusul penangkapannya pada November 2018, atas empat tuduhan pemalsuan laporan keuangan sementara saat menjabat sebagai bos Nissan-Renault.
Ghosn berada di bawah tahanan rumah di Tokyo, menunggu persidangan, tetapi berhasil menghindari pengawasan polisi.
Dia mengatakan melarikan diri dari "ketidakadilan dan penganiayaan politik". Dia mengklaim telah dicurangi sistem peradilan Jepang. Ia menganggap dirinya dinyatakan bersalah secara sepihak.
Saluran berita Lebanon MTV melaporkan bahwa sekelompok paramiliter memasuki rumah, ketika musisi disewa untuk tampil di pesta makan malam, dan pergi dengan Ghosn bersembunyi di dalam sebuah tas bas jegug yang dirancang khusus.
Financial Times melaporkan para pendukung Ghosn Jepang membantu dalam perencanaan ini, bersama dengan para agen keamanan swasta.
Ghosn, diketahui menghabiskan masa kecilnya di Lebanon dan tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Jepang. Para pejabat telah mengonfirmasi dia memasuki negara itu secara legal.
Ghosn diyakini telah tiba di Beirut dari Istanbul. Ghosn mengklaim bahwa dia melarikan diri dari "ketidakadilan dan penganiayaan politik".
Dia mengatakan "tidak lagi disandera oleh sistem peradilan Jepang yang curang di mana kesalahan dinilai sebagai diskriminasi, dan pengabaian hak asasi manusia dasar."
Ia diyakini telah melakukan perjalanan ke ibu kota Beirut melalui Istanbul.
Gambar-gambar dari Beirut menunjukkan pasukan keamanan internal Libanon yang diparkir di luar rumah mewah yang diidentifikasi oleh dokumen pengadilan sebagai milik Ghosn.
Lebanon saat ini tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Jepang.
Salah satu pengacaranya, Junichiro Hironaka, menyebut perilakunya "tidak bisa dimaafkan".