JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Pihak Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah, Ploso, Kabupaten Jombang, akhinya buka suara terkait kasus hukum yang menjerat MSA, yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap santriwatinya.
Juru Bicara (Jubir) MSA, Nugroho Harijanto, membantah sangkaan polisi yang menyebutkan MSA telah melecehkan santrinya. Ia menuding kasus pelecehan seperti yang dilaporkan pelapor (MNK) tak pernah terjadi.
Baca Juga: Dibangun Selama 30 Hari, Rumah Syukur Persembahan Opshid Ngawi Diserahkan ke Penerima
“Perbuatan asusila seperti yang dituduhkan oleh pelapor terhadap MSA tersebut merupakan fitnah keji. Para santri dan pengurus pondok berani memberikan jaminan bahwa tuduhan itu tidak benar. Pondok Shiddiqiyyah bersih dari perbuatan asusila,” ucapnya dalam rilisnya, Rabu (05/02).
Fitnah tersebut, lanjut Nugroho, bermula dari seleksi santri untuk mengikuti program pelayanan kesehatan masyarakat desa dan pedalaman hutan yang diselenggarakan pihak pondok pada Maret 2017. Pelapor (MNK) merupakan salah satu santriwati yang ikut seleksi itu.
Di tengah sesi tes wawancara, tiba-tiba pelapor menangis di hadapan MSA. Saat ditanya oleh MSA, pelapor mengatakan dirinya merasa kotor karena telah dinodai oleh mantan pacarnya asal Semarang.
Baca Juga: Bawa Kabur Gadis 13 Tahun, Pria Asal Gresik Mendekam di Polres Jombang
“Saat berada di teras rumah terapi, tempat wawancara berlangsung, dan disaksikan semua santri yang mengikuti seleksi. Pelapor mengaku bersalah dan berdosa. Makanya tak heran kalau para santri yang mengikuti seleksi dan menyaksikan siap menjadi saksi dalam kasus ini,” ujar Nugroho.
Nugroho menambahkan, setelah sesi wawancara, pelapor dipanggil oleh salah beberapa orang untuk kembali menceritakan kasusnya dan pelapor menceritakan hal sama. Namun, orang-orang yang memanggilnya tersebut justru meminta pelapor membuat cerita lain.
Pelapor disuruh membuat surat pernyataan yang isinya memutarbalikkan fakta. Dia diminta mengaku telah diperlakukan tidak senonoh oleh MSA, padahal yang berbuat adalah mantan pacarnya.
Baca Juga: Remaja 17 Tahun Didakwa karena Setubuhi Pelajar SMA di Mojokerto, Tapi Malah Nikah Sama Wanita Lain
“Saat membuat pernyataan tersebut, pelapor dipaksa dan diancam oleh tiga orang yang memanggilnya. Setelah itu menyuruh pelapor untuk membagikan surat pernyataan tersebut ke grup WhatsApp. Kami punya bukti bahwa surat pernyataan itu dilakukan MNK di bawah ancaman orang-orang tersebut,” terang Nugroho.
Sebab setelah postingan itu, pelapor menemui MSA dan menceritakan kronologi surat pernyataan tersebut. Dua adik keponakan MSA menjadi saksi pertemuan pelapor dan MSA.
“MSA menganggap masalah itu selesai. Tapi tiba-tiba datang panggilan Polres Jombang tertanggal 25 November 2019 yang menyatakan MSA sebagai tersangka. Belum pernah diperiksa polisi kok tiba-tiba statusnya tersangka. Ini kan aneh,” tutur Nugroho.
Baca Juga: Ayah di Jombang Tega Cabuli Anak Tirinya, Korban Diancam Dibunuh
Nugroho mengungkapkan, MSA tidak memenuhi dua panggilan polisi karena harus menunggui ayahnya yang sakit, karena patah tulang dan dalam proses penyembuhan tanpa operasi. Pihak keluarga sudah mengirim surat penangguhan panggilan ke Kapolres Jombang, yang ditandatangani ibunda MSA.
Pihaknya melihat ada beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut. Dari sisi korban, misalnya, disebutkan dalam laporan polisi bahwa MNK merupakan gadis di bawah umur. Padahal, berdasarkan keterangan ijazah SD, MNK lahir pada tahun 1997. Artinya, pada tahun 2017 saat kasus itu mencuat, MNK adalah wanita dewasa, bukan di bawah umur karena sudah berusia 20 tahun.
“Kami juga menyimpan bukti-bukti percakapan WhatsApp yang menegaskan bahwa MSA itu korban. Tuduhan kepada MSA adalah fitnah keji, dan kami tahu siapa dalangnya,” tegas Nugroho.
Baca Juga: Kenalan Lewat Medsos, Pemuda di Jombang Setubuhi Gadis SMP
Terpisah, Kuasa Hukum Pelapor sekaligus Direktur Women Crisis Center (WCC) Jombang, Palupi Pusporini saat dikonfirmasi mengatakan tidak mempersoalkan tuduhan rekayasa kasus yang tengah didampinginya. Sementara, terkait pelapor yang telah dinodai oleh mantan pacarnya, pihaknya enggan berkomentar banyak.
“Yang jelas kami mengacu kepada laporan korban, alat bukti yang sudah dikumpulkan serta prespektif penyidik yang sudah menetapkan MSA sebagai tersangka. Semua itu terserah keluarga tersangka, itu juga harus dibuktikan di pengadilan,” pungkasnya. (aan/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News