Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
108. Wayaquuluuna subhaana rabbinaa in kaana wa’du rabbinaa lamaf’uulaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan mereka berkata, “Mahasuci Tuhan kami; sungguh, janji Tuhan kami pasti dipenuhi.”
109. Wayakhirruuna lil-adzqaani yabkuuna wayaziiduhum khusyuu’aan
Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL
Ayat kaji ini dan beberapa ayat sebelumnya bertutur tentang sikap orang yang beriman sekaligus rilmu terhadap kitab suci al-qur'an. Globalnya, bahwa mereka itu lebih mendahulukan kepatuhan ketimbang pemikiran. Artinya, ketika kitab suci berbicara tegas dan lugas, sementara pemikiran kurang menerima, maka mereka lebih memilih tunduk kepada kitab sucinya. Bodohkah mereka?
Sama sekali tidak. Mereka mempunyai kesadaran tinggi, bahwa tidak semua kisi-kisi agama itu bisa mereka cerna dengan akal. Mereka meyakini, bahwa apa yang ditandaskan Tuhan pastilah yang terbaik dan paling sempurna. Tuhan yang maha mengerti keseluruhan masalah dan renik-reniknya, sudah barang pasti memberikan yang terbaik. Justru manusia yang sering tidak bisa melihat detail persoalan. Ya karena keterbatasan nalarnya.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Tentang yang sedang viral hari ini, yakni pada Milad Muhammadiyah kemarin, 'Aisyiah Muhammadiyah memutuskan tidak ada pembenaran lagi terkait syari'ah poligami bagi kaum laki-laki era sekarang. Poligami resmi ditutup, syariah poligami dianulir oleh cewek-cewek 'Aisyiah. Apakah "keharaman" itu khusus bagi lelaki Muhammadiyah atau berlaku pula bagi yang lain?
Di media, banyak yang mengelu-elukan dan memuji kedinamisan pola pikir 'Aisyiah itu. Bahkan lebih maju ketimbang para aktivis wanita kelas dunia, seperti Amina Wadud, Rifat Hasan, Fatimah Mernisi, 'Aisyah Bint Syati, Laila Ahmad, Sajida Alawy, dan lain-lain. Gerakan pemikiran 'Aisyiah ini disebut-sebut pula sebagai merobek dominasi fiqih maskulin ulama klasik. Wanita 'Aisyiah tidak ingin mendapat surga gratis, belas kasihan kaum lekaki. Mereka ingin menggapai surga dengan jalannya sendiri, dan seterusnya, dan seterusnya.
Ketika penulis sedang asyik mendiskusikan keputusan 'Aisyiah ini, seorang teman pejabat di Pemprov Jatim yang membidangi kependudukan menunjukkan data perbandingan pria dan wanita. Yakni 49 persen laki-laki dan 51 persen perempuan dari total 40 juta penduduk Jawa Timur. Itu artinya, ada 800.000 perempuan tanpa punya pasangan. Jika tidak ada yang menikahi, maka seumur hidupnya tidak pernah merasakan nikmatnya bersenggama.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Teman itu lantas menambahkan, bahwa sekarang ada sekitar 200.000 wanita Jawa Timur yang tampil sebagai kepala rumah tangga. Hal itu karena beberapa sebab dan yang nyata adalah karena terpaksa, seperti dia janda. Teman itu lalu sewot dan mengajukan pertanyaan: "Lalu apa konsep 'Aisyiah menangani hal ini dan bagaimana pula jalan keluarnya?
Poligami yang dilakukan secara benar justru solusi paling manusiawi, paling tepat, dan religius. Menutup syariah poligami sesungguhnya tindakan tega terhadap sesama perempuan yang merana kedinginan tanpa pernah merasakan dekapan laki-laki seumur hidup. Apa itu yang dimaksud menempuh jalan sendiri menuju surga?
Menutup syari'ah poligami adalah keputusan super egois yang hanya memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan hak sesama wanitanya. Pengurus 'Aisyiah adalah para wanita elite yang sudah bersuami, berkeluarga, dan mapan. Dan inilah bukti, bahwa dengan kemapanannya justru menutup wawasan manusiawinya. Inikah yang disebut cerdas dan moderat?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Kita tunggu saja tanggapan Majelis Tarjih Muhammadiyah sebagai majelis tertinggi pemegang keputusan hukum. Biasanya, dalam penyerang pendapat lawan, sunnah, bid'ah, mereka selalu mengedepankan al-Qur'an dan al-Hadis secara tekstual, keras, dan harga mati. Maka, apa sikapnya terhadap persoalan ini. Begitu menggebunya si pembicara.
Di sudut lain ada yang memaparkan data, bahwa di negara maju, utamanya beberapa negara di Soviet sana, justru perbandingannya menunjuk angka 100 : 84. Jika ada seratus wanita, maka yang pria cuma ada 84. Lalu, apa dibiarkan melacur? Tapi teman yang lain melengkapi :" ...tapi di Jawa Barat justru banyak yang laki-lakinya sedikit".
Teman yang lain menganalisis soal umur laki-laki yang cenderung lebih pendek dan lebih berisiko kematian ketimbang wanita. Contoh, laki-laki kewajiban berperang di medan laga, wanita tidak. Sisi hobi, laki-laki banyak merokok, meminum-minuman keras dll. Dari sisi kerja, ada pekerjaan yang berisiko nyawa, kayak nyupir, kerja di ketinggian, las listrik dalam air, dan lain-lain.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Dan yang ustadz menampilkan dalil. Jika Allah SWT sudah berfirman bahwa seorang pria boleh menikahi empat wanita, maka itu artinya Tuhan memberi sinyal, bahwa kelak jumlah wanita cenderung lebih banyak ketimbang populasi pria, bisa empat kali lipat.
Selamat buat saudari-saudari 'Aisyiah, muslimah hebat dan energik seperti sosok idolanya, ummil mu'minim, 'Aisyah bint Abi Bakr al-shiddiq. Sejarah mencatat, 'Aisyah-lah yang paling cemburuan hingga suatu kali nabi Muhammad SAW sempat marah. Dia juga yang paling menggairahkan birahi Nabi hingga sering diciumi, meski beliau hendak ngimami shalat. Selamat berdebat, silakan berpendapat, Allah memberkahi.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
*TULISAN INI SUDAH PERNAH DIMUAT DI KORAN HARIAN BANGSA EDISI 21 NOVEMBER 2019
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News