SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Program Organisasai Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ternyata tidak hanya memicu kontroversi di masyarakat. Tapi juga menimbulkan pro-kontra di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
PBNU yang sebelumnya sempat menolak POP tiba-tiba mengaku menerima program yang hingga kini masih menjadi polemik itu.
Baca Juga: Tegaskan Tetap Banom NU, Pengurus Cabang Jatman Tuban Dukung Penuh Kongres XIII Pusat di Boyolali
Katib Aam Syuriah PBNU Yahya Cholil Staquf mengaku baru menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Ia juga telah menyampaikan bahwa NU tetap ikut serta dalam POP pada tahun depan.
“Keputusan itu diambil dalam rapat di PBNU, pada Selasa, 4 Agustus,” kata Yahya dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 6 Agustus 2020.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
(Salah satu Lembaga Pendidikan Maarif NU di Parigi Pangandaran. foto: ist)
Ia menemui Nadiem atas persetujuan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU untuk menyampaikan keputusan organisasi NU tetap dalam POP tahun depan.
Dalam rapat di PBNU, kata Yahya, ada dua hal yang diklarifikasi. Pertama, POP bukan program yang bersifat akar rumput. Tapi lebih bersifat laboratorial.
Baca Juga: Peringatan Hari Guru Nasional ke-30, Pj Wali Kota Madiun: Dijewer itu Cinta Kepada Murid
Kedua, pelaksanaan POP mulai Januari 2021 yang akan datang. Sehingga, ada waktu yang cukup untuk menuntaskan pelaksanaan program sepanjang tahun depan.
Yahya mengatakan, PBNU mendukung upaya Nadiem mengambil langkah konkret sebagai jalan keluar dari kesulitan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan.
“Kami juga mendukung upaya-upaya pembaharuan untuk memperbaiki kapasitas sistem pendidikan kita dalam menjawab tantangan masa depan. Tentu saja sambil tetap kritis terhadap kekurangan-kekurangan yang ada,” katanya dikutip Tempo.
Baca Juga: Pentas Drama Warnai Hari Guru Nasional 2024 di SMAN 2 Batu
Namun Ketua LP Ma'arif NU, Arifin Junaidi, memberi pernyataan sebaliknya. Menurut dia, Lembaga Pendidikan LP Maarif PBNU yang membawahi lembaga pendidikan di NU tidak akan mengikuti POP Kemendikbud tahun ini. “Sampai saat ini LP Ma'arif NU tetap pada pendiriannya untuk tidak gabung ke POP sampai ada revisi komprehensif atas konsep POP Kemendikbud," kata Arifin Junaidi dalam keterangannya kepada CNN, Kamis (6/8).
(Ketua LP Ma'arif NU, Arifin Junaidi. foto: ist/ bangsaonline.com)
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Arifin menjelaskan, sejak awal, pihaknya mundur dari POP berdasarkan tiga sikap. Pertama, ia meminta Kemendikbud mematangkan konsep POP dan menunda rencana pelaksanaannya hingga tahun depan.
LP Ma'arif NU, katanya, akan mempertimbangkan untuk bergabung dalam POP tahun depan, setelah mempelajari dan mencermati revisi konsep program tersebut.
Sikap kedua, bila Kemendikbud kukuh melaksanakan POP tahun ini, LP Ma'arif bakal tetap mundur. Terakhir, LP Ma'arif akan tetap melaksanakan peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru, serta inovasi pendidikan secara mandiri.
Baca Juga: Pemkot Mojokerto Gelar Puncak Peringatan HUT ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional 2024
Terkait pernyataan, Gus Yahya yang membatalkan pengunduran diri lembaganya, Arifin menyebut bahwa LP Ma'arif NU secara struktural berada di bawah koordinasi langsung Tanfidziyah NU. Atas dasar itu LP Ma'arif hanya akan mematuhi instruksi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, Said Aqil Siroj.
Seperti ramai diberitakan, program POP menjadi pro-kontra setelah Kemendikbud meloloskan dua lembaga konglomerat, Tanoto dan Sampoerna Foundation, ke dalam kategori Gajah dengan hibah maksimal Rp 20 miliar.
Tanoto dan Sampoerna mengklaim pihaknya memakai skema dana mandiri dan pendamping (campuran pemerintah dan mandiri). Jawaban itu juga dibenarkan oleh Kemendikbud.
Baca Juga: Kepala Dindik Jatim Terima Audiensi Pengurus PGRI
Selain LP Ma'arif NU, Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengundurkan diri. Mereka menilai kriteria pemilihan ormas tidak jelas. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News