BANGSAONLINE.com - Dr Kafeel Khan menghabiskan waktu 7 bulan dalam penjara, karena mengkritik undang-undang kewarganegaraan negara India, yang dinilai anti-Muslim.
Kafeel Khan adalah seorang dokter India yang dipenjara selama lebih dari tujuh bulan karena mengkritik undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial. Ia kahirnya dibebaskan setelah pengadilan di negara bagian Uttar Pradesh utara menyebut penahanannya "ilegal".
Baca Juga: Yakini Kebenaran Islam, Dua Pemuda Resmi Mualaf dengan Bersyahadat di Masjid Al-Akbar Surabaya
Dr Kafeel Khan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia disiksa secara fisik saat dalam penjara, ditelanjangi dan dipukuli, serta tidak diberi makan selama berhari-hari. "Sangat berat bagi seluruh keluarga. Ibu saya berusia 65 tahun terpaksa harus ke pengadilan, saat puncak pandemi virus corona," katanya.
Dr Khan ditangkap pada Januari karena pidato yang dibuat sebulan sebelumnya. Dia didakwa berdasarkan National Security Act (NSA), yang menetapkan bahwa seseorang dapat ditahan selama setahun. Pidatonya difokuskan pada masalah utama yang dihadapi negara berpenduduk 1,4 miliar seperti malnutrisi, kurangnya fasilitas kesehatan, dan krisis pengangguran.
Tetapi kritik Khan terhadap Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), yang melarang Muslim dari negara-negara tetangga Asia Selatan untuk mendapatkan kewarganegaraan India, tampaknya telah membuat pemerintah marah.
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
Pengesahan undang-undang tersebut pada bulan Desember tahun lalu, memicu protes nasional yang sebagian besar dipimpin oleh Muslim - minoritas terbesar di India, yang berjumlah hampir 200 juta.
Yogi Adityanath, menteri utama dan dikenal anti-Muslimnya, memerintahkan tindakan keras terhadap protes anti-CAA di negara bagian utara ini. Lebih dari dua lusin Muslim tewas dalam aksi polisi yang dikutuk oleh Amnesty International India.
"Siapa yang akan berbicara di saat kekejaman ini, jika kita juga diam, siapa yang menentang mereka?" Khan mengatakannya dalam pidatonya di depan mahasiswa Universitas Muslim Aligarh, yang terletak sekitar 125 km dari ibu kota, New Delhi.
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Kritikus dan anggota keluarga mengatakan dokter anak berusia 38 tahun itu menjadi sasaran karena dia memilih untuk berbicara menentang hukum, yang oleh PBB disebut "diskriminatif secara fundamental".
Departemen kepolisian UP menuduh Dr Khan "menabur benih perselisihan terhadap komunitas agama lain".
Namun Pengadilan Tinggi Allahabad tidak setuju polisi, dengan mengatakan "pembacaan lengkap pidato tersebut juga tidak mengancam perdamaian dan ketenangan kota Aligarh". "Pidato itu menyerukan integritas dan persatuan nasional di antara warga. Pidato itu juga mencela segala jenis kekerasan," putusan 42 halaman itu berbunyi saat memerintahkan pembebasan Khan.
Baca Juga: Agamawan dan Intelektual Bahas Kemaslahatan Publik di Pune India
Dr Khan mengatakan bahwa setelah dia ditampar dengan NSA, keluarganya menjadi "tak tersentuh" karena orang-orang menghindari kontak dengan mereka di kota asal mereka di Gorakhpur, di UP. "Pengacara tidak akan menangani kasus saya," katanya.
Saudaranya, Adeel Khan mengatakan, bisnisnya telah menjadi sasaran sejak Kafeel Khan ditangkap pada 2017. Seorang saudara laki-laki lainnya selamat dari serangan senjata.
Harjit Singh Bhatti, seorang dokter yang tinggal di New Delhi, telah menjadi salah satu pendukung Khan, mengatakan Khan menjadi sasaran karena agamanya. "Dr Khan menjadi Muslim terkemuka di India, yang tidak diinginkan pemerintah ... mereka tidak ingin seorang Muslim yang berpendidikan bersuara tentang hak atau kesetaraan," kata Bhatti kepada Al Jazeera.
Baca Juga: Umat Hindu Bongkar Masjid-Masjid Legendaris, Diganti Kuil
Dan dia bukan satu-satunya. Beberapa aktivis di balik protes damai anti-CAA masih berada di balik jeruji besi karena menentang dugaan kebijakan anti-minoritas pemerintah.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengutuk penahanan mereka yang berkelanjutan karena pandemi virus korona mengancam kehidupan mereka di penjara-penjara India yang padat.
Teror kepada Khan dimulai September 2017, ketika dia ditangkap setelah kematian 70 anak karena kekurangan oksigen di rumah sakit Medical College Baba Raghav Das (BRD) di Gorakhpur, kampung halaman Khan.
Baca Juga: Kota Terkumuh Bangkit Berkat Demokrasi, Pemimpin Indonesia Harus Baca Tulisan Ini
Dr Khan dipuji sebagai pahlawan karena mengamankan pasokan tangki oksigen untuk bangsal rumah sakit dari uang pribadinya. Namun, Khan ditangkap bersama delapan orang lainnya atas kematian anak di bawah umur, dan dipenjara selama tujuh bulan.
Dia ditangkap lagi setahun kemudian selama 45 hari, setelah pihak berwenang mengklaim dia telah menerobos masuk ke sebuah rumah sakit di distrik Bahraich di UP, yang menyebabkan keributan.
Dr Khan pergi ke rumah sakit untuk menanyakan tentang kematian anak-anak di rumah sakit akibat ensefalitis, radang otak. Ribuan anak telah meninggal di Uttar Pradesh dan di negara bagian Bihar yang berdekatan karena wabah ensefalitis episodik sejak 1970-an.
Baca Juga: Idul Adha, Momen Tepat untuk Ajarkan Nilai yang Terkandung Dalam Berkurban kepada Anak
Pada tahun 2018, tim penyelidik yang menyelidiki tragedi rumah sakit BRD membebaskan Khan dari kesalahan kriminal apa pun. Khan telah menyampaikan permintaan maaf kepada pemerintah, dan mendapatkan kembali pekerjaannya.
Namun sebaliknya, pemerintah memerintahkan penyelidikan ulang atas kasus kematian anak-anak tersebut.
Dr Bhatti, yang juga Presiden Forum Ilmuwan dan Pengobatan Progresif, mengatakan Khan telah dijadikan "kambing hitam".
Baca Juga: Idul Adha: Rayakan Kemenangan Jiwa dalam Melawan Hawa Nafsu
"Khan terus-menerus dijadikan kambing hitam atas tragedi, meski menjadi dokter junior di rumah sakit," kata Bhatti kepada Al Jazeera.
Bhatti telah menjadi kritikus blak-blakan terhadap kebijakan pandemi virus korona pemerintah Modi, karena negara itu telah muncul sebagai pusat virus di Asia.
Khan, yang telah pindah ke negara bagian Rajasthan barat sejak dibebaskan, mengatakan dia mengkhawatirkan nyawanya di dalam penjara. "Selama empat sampai lima hari pertama penahanan saya, saya tidak menerima makanan apa pun. Saya mengenakan pakaian yang sama ... saya tidak bisa mandi atau menyikat gigi."
"Untuk ke toilet ada antrian selama 30 menit," katanya seraya menambahkan, ia harus berbagi barak dengan 150 orang yang sebenarnya berkapasitas 40 orang. "Mereka benar-benar ingin menghancurkan saya kali ini," katanya kepada Al Jazeera.
Dokter anak ini mengatakan, dia menggigit lengan bajunya untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa lapar yang menyiksa "Saya sangat kesakitan sehingga saya bisa makan rumput," katanya.
Dia mengatakan bahwa otoritas penjara memintanya untuk berhenti berbicara tentang tragedi rumah sakit BRD, dan juga menuntut agar dia berhenti mengkritik CAA dan daftar kewarganegaraan yang diusulkan, yang dikhawatirkan para kritikus kemungkinan akan digunakan untuk mencabut hak Muslim.
Ternyata, para tahanan yang tahu itu dokter Khan, mau berbagi makanan.
Khan sementara pindah ke Jaipur, ibu kota negara bagian Rajasthan, di mana dia telah dipersatukan kembali dengan keluarganya, termasuk kedua anaknya, istri dan saudara laki-lakinya.
Dia mengatakan kekhawatirannya yang paling mendesak adalah menuntut pemerintah UP mencabut skorsingnya dari jabatan sebelumnya di RS BRD, agar dia dapat melanjutkan pekerjaannya. "Selama tiga tahun terakhir," katanya, "Saya telah menulis 25 surat kepada pemerintah untuk mencabut skorsing saya atau memberhentikan saya, sehingga saya bisa bekerja di tempat lain."
Courtesy family of Dr Kafeel Khan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News