Gandeng KWG, KPU Gresik Gelar Sosialisasi Tatap Muka Pilbup 2020

Gandeng KWG, KPU Gresik Gelar Sosialisasi Tatap Muka Pilbup 2020 Suasana sosialisasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Gresik 2020 yang digelar KPU bekerja sama dengan KWG. foto: ist.

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gresik bekerja sama dengan Komunitas (KWG) menggelar sosialisasi model tatap muka tentang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gresik bertempat di Sekretariat KWG, Jalan Basuki Rahmat No. 08 B, Gresik, Selasa (22/9/2020).

Sosialisasi kali ini menghadirkan narasumber Plh Ketua Abdul Sidiq Notonegoro, dan Ketua KWG M. Syuhud Almanfaluty.

Baca Juga: Jika Temukan Kecurangan di Pilkada Gresik, Saksi Kotak Kosong Bisa Gugat ke MK

Dalam paparannya, M. Syuhud Almanfaluty menjelaskan sejarah Pilkada di Indonesia. Ia mengatakan, bahwa pilkada secara langsung pertama kali digelar pada tahun 2005. Saat itu mekanisme pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

"Jadi pada Pilkada 2005, Bupati dan Wakilnya dipilih oleh DPRD. Salah satu daerah yang menggelar Pilkada langsung waktu itu Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, " ungkap Syuhud mengawali materi sosialisasinya.

Dalam perjalanannya, pemerintah kemudian mengumbah mekanisme Pilkada menjadi serentak. Pertama kali, Pilkada langsung serentak digelar pada 2015 diikuti sejumlah daerah.

Baca Juga: Bu Min Ajak Media Sinergi untuk Kemajuan Gresik

"Pilkada langsung serentak pertama tahun 2015 banyak menyita perhatian dunia, lantaran Indonesia dianggap sukses penyelenggaraan. Kemudian, pilkada dengan model sama dilakukan pada tahun 2017, dan seterusnya," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Syuhud, pemerintah juga mengubah pemilihannya, dari dipilih DPRD menjadi langsung dipilih rakyat dengan tujuan memberikan ruang penuh kepada rakyat untuk memilih calon pemimpin mereka.

"Hasilnya, pesta demokrasi berjalan bagus. Namun, dalam perkembangannya, pesta demokrasi baik pemilihan DPRD dan Kepala Daerah mulai tersusupi praktik pragmatisme. Politik uang," urainya.

Baca Juga: Era Industri dan Teknologi, Pentingnya Akurasi Data dalam Pemberitaan

Syuhud mencontohkan Pileg 2014. Masyarakat pemilih mulai terkontaminasi dengan politik uang ketimbang sosok figur. "Banyak caleg-caleg yang tak pernah berbuat, namun pada saat jelang coblosan bisa ngasih sesuatu (politik uang) kepada pemilih, banyak yang sukses. Dan, terpilih. Jumlahnya banyak sekali," ungkapnya.

"Sebaliknya, caleg petahana yang telah banyak berbuat selama menjabat, baik melalui program jaring aspirasi masyarakat (jasmas), ternyata pada injury time coblosan tak mengeluarkan duit, ataupun keluar duit tapi jumlahnya kalah dengan caleg lain. Hasilnya, caleg incumbent tumbang," sambungnya.

Lanjut Syuhud, pergeseran mindset pemilih dalam menentukan calon kepala daerah atau legislatif masih terus dijumpai sampai sekarang. Fakta ini dikuatkan dengan sejumlah sampling, bahwa cukup banyak pemilih yang mengatakan akan memilih figur yang memberikan uang saku untuk berangkat ke tempat pemungutan suara (TPS).

Baca Juga: Poster Ajakan Coblos Kotak Kosong Bertebaran di Kabupaten Gresik

"Jadi, perilaku pemilih pragmatis seperti ini masih berlangsung hingga Pilkada 2020. Bahkan, perilaku pemilih seperti ini telah menjalar ke pesta demokrasi skala kecil seperti pemilihan kepala desa (Pilkades)," tuturnya.

Sehingga, kata Syuhud, bisa dipastikan cost (biaya) yang akan dikeluarkan para calon akan menjadi besar karena perilaku pemilih yang pragmatis ini. "Makanya, ini perlu kerja sama semua pihak untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Peran wartawan, KPU, Bawaslu, dan komponen lain punya andil besar untuk memberikan pendidikan politik yang baik, termasuk juga para calon," pungkasnya.

Sementara Sidiq Noto Negoro tak menampik, bahwa sikap pragmatis pemilih dalam pemilu masih kuat. Sidiq mengaku pernah uji petik langsung di sejumlah desa atau kecamatan menjelang coblosan, salah satunya di wilayah Kecamatan Duduksampeyan.

Baca Juga: Dinkes Gresik Gandeng KWG Gelar Talkshow Penanganan AKI, AKB, dan Stunting

"Memang benar, masyarakat pemilih ketika ditanya mau mencoblos calon siapa, mereka menjawab 'apa ada uang sakunya?'," ungkap Sidiq.

Untuk itu, Sidiq sependapat tentang perlu adanya pendidikan politik terus menerus dan intens untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.

"Jadi, memang butuh waktu untuk mendidik masyarakat agar dalam memilih bukan karena imbalan sesuatu. Kita tak boleh putus asa untuk mewujudkan pesta demokrasi yang baik. Amerika Serikat, negara yang merupakan negara demokratis butuh waktu 100 tahun untuk mewujudkannya," sambungnya.

Baca Juga: Pro Bumbung Kosong, 2 Kali Mega Bagus Tak Hadiri Panggilan PDIP Gresik

Pada kesempatan ini, Sidiq juga mengungkapkan tahapan Pilkada Gresik 2020 yang telah dilakukan . Saat ini, tahapan sudah sampai pada pendaftaran paslon.

"Selanjutnya, pada 23 September penetapan paslon yang saat ini ada Fandi Akhmad Yani dan Aminatun Habibah (Niat) dan Moh. Qosim dan Asluchul Alif (QA), yang kemudian dilanjutkan dengan pengundian nomor urut pada 24 September," katanya.

Kemudian, tahapan kampanye mulai 26 September yang berlangsung hingga 5 Desember atau 71 hari. "Untuk model kampanye ini ada permintaan perubahan PKPU No. 6 Tahun 2020, tentang Pilkada di masa kondisi bencana nonalam sesuai hasil rapat Komisi II DPR RI dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP," urainya.

Baca Juga: Ini Kata KPU Gresik soal Pilkada Ulang Jika Calon Tunggal Kalah dengan Kotak Kosong

Nantinya, tambah Sidiq, paslon hanya bisa menghadirkan 5 orang saat kampanye di ruang tertutup selama masa pandemi Covid-19. "Kemudian kampanye sifatnya menimbulkan kerumunan massa seperti rapat umum, konser, dan sejenisnya dilarang," pungkasnya. (hud/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO