JAKARTA, BANGSAONLINE.com - KH. Khariri Makmun, Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) mengecam keras tindakan jahat yang menghina Nabi Muhammad SAW yang dilakukan Samuel Paty, 47, seorang guru di Prancis yang kemudian menyebabkan terjadinya pembunuhan.
Pengasuh Pesantren Algebra, Ciawi Jawa Barat itu juga mengecam Presiden Prancis Emmanuel Macron yang membela penghinaan terhadap Nabi Muhammad dengan dalih kebebasan berpendapat. Macron bahkan langsung menyebut serangan itu sebagai "serangan teroris".
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
Ia menyatakan Samuel Paty dibunuh karena mengajarkan kebebasan berpendapat. Dalam pidatonya pada Jumat (2/10) lalu, Emmanuel Macron juga menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang tengah mengalami krisis. Karenanya ia akan mendorong agama Islam untuk keluar dari sistem pendidikan dan sektor publik di Prancis melalui RUU yang akan dia ajukan.
“Sikap dan perilaku Presiden Prancis yang membela seorang warganya yang menghina Islam dapat memicu eskalasi kekerasan dan ekstrimisme di Eropa,” kata Khariri Makmun dalam rilisnya kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (28/20/2020).
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
(Samuel Paty. foto: (AFP via BBC/Kompas.com)
Seperti diberitakan, kasus penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dilakukan oleh Samuel Paty, 47, seorang guru di Prancis. Paty kemudian dibunuh oleh Abdullakh Anzorov, remaja Chechen berusia 18 tahun. Tak lama berselang, Abdullakh Anzorov juga ditembak mati oleh aparat keamanan Prancis. Bahkan begitu pembunuhan terhadap Paty tejadi, kepolisian bergerak cepat dengan menahan kakek, orang tua, dan adik Anzorov yang berumur 17 tahun.
Menurut Khariri, sikap Marcom tersebut juga bertentangan dengan sikap Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) yang menetapkan bahwa menghina Nabi Muhammad bukan termasuk kebebasan berekspresi. Pengadilan HAM Eropa menyebut menghina nabi umat Islam itu sudah melampaui batas yang diizinkan oleh perdebatan obyektif. Selain itu, kata Khariri, juga bisa menimbulkan prasangka dan membawa risiko bagi perdamaian antar-agama.
Baca Juga: Pro-Kontra Tesis Kiai Imaduddin Soal Nasab Ba'Alawi
(Presiden Prancis Emmanuel Macron. foto: /AFP/Ludovic Marin/Pool/pikiran rakyat.com)
Menurut Khariri, sebagai seorang Presiden dan Kepala Negara maju sebesar Prancis, seharusnya Macron paham tentang arti toleransi dan dapat membedakan antara penghinaan terhadap simbol agama dan kebebasan berekspresi.
Baca Juga: Catatan Nasab Domain Private, Bukan Konsumsi Publik
“Tanggung jawab tertinggi seorang pemimpin negara adalah menjaga perdamaian sipil, serta menjaga kerukunan sosial, menghormati agama, menghindari perselisihan, dan tidak menyulut konflik atas nama kebebasan berekspresi,” kata Khariri Makmun.
Ia menegaskan bahwa ICIS berpendapat bahwa menghina agama dengan menyerang simbol suci mereka di bawah kebebasan berekspresi adalah standar ganda intelektual dan merupakan sikap picik yang didasari pada kebencian. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News