>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<.
Pertanyaan:
Baca Juga: Saat Kecil Saya Hina Allah dengan Kata Tak Pantas, Sekarang Saya Merasa Ketakutan
Assalamualaikum Wr. Wb. Pak Kyai problem saya sangat berat, saya sangat mencintai dengan calon saya kemudian sudah ada lamaran, hari pernikahan yang ada sudah ditentukan tanggal dan harinya, akhirnya gagal menjadi kenyataan, dengan alasan menurut perhitungan jawa kami ketemu 30 yang jika dilanjutkan salah satu dari kami ada yang mati, rasanya sangat berat, calon istri saya sering semaput pingsan. Kedua orang tua kami sepakat pernikahan dibatalkan. Di satu sisi kami ingin berbakti kepada kedua orangtua, harus kah pernikahan ini dibatalkan ? mohon solusinya! Wassalamualaikum wr wb. (Yuli, Tuban)
Jawaban:
Inti dari permasalahan yang Bapak hadapi adalah masih adanya sebuah kepercayaan terhadap pengaruh weton atau hitungan jawa terhadap baik buruknya kehidupan Bapak di masa yang akan datang. Hal demikian itu termasuk bagian dari bentuk syirik kecil, yang mempercayai baik buruknya seseorang atau kehidupan ini didasarkan bukan kepada Allah, padahal hanya Allah lah yang mengetahui segala bentuk kebaikan dan keburukan di masa yang akan datang.
Baca Juga: Suami Abaikan Saya di Ranjang, Ingin Fokus Ibadah, Bolehkah Saya Pisahan?
Sesuatu yang hubungannya dengan masa depan adalah ghaib dan hal yang ghaib hanya Allah jua yang mengetahui. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt yang berbunyi:
“Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah". (Qs. An-Naml:65).
Begitu juga percaya dengan nasib buruk karena sesuatu hal seperti, weton, panjang pendeknya nama, hari lahir dan hitungan-hitungan jawa itu dilarang oleh Rasulullah saw. Sebuah hadis laporan dari Abu Hurairah yang menyatakan :
Baca Juga: Istri Sudah Saya Talak 3, Saya Ingin Menikahi Lagi, Apa Bisa?
لَا طِيَرَةَ وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ قَالَ وَمَا الْفَأْلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ
“Tidak boleh ada Tiyaroh (Pesimis/memprediksi bernasib buruk) yang baik adalah optimis. Para sahabat bertanya: “Apa itu optimis Ya Rasul?”. Beliau bersabda: “kata-kata yang baik dalam kesuksesan untuk diperdengarkan”. (Hr. Bukhari:5755)
Maka, mendasarkan nasib baik dan baruk kepada hal-hal di atas itu bentuk kecil dari mempersekutukan Allah. Oleh sebab itu kepercayaan seperti ini harus dihilangkan.
Baca Juga: Sejak Bayi Saya Ditinggal Ayah, Mau Nikah Saya Bingung
Dalam hal ini bisa saja Bapak tetap memaksa pernikahan itu terjadi dan tidak mematuhi orang tua. Sebab taat itu hanya dalam hal kebaikan bukan maksiat apalagi sesuatu yang menyekutukan Allah. Hal ini sebagaimana hadis laporan sahabat Ali ra yang menyatakan :
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوف
“Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, taat itu hanya ada pada kebaikan”. (Hr. Bukhari:7257)
Baca Juga: Saya Sudah Tidak Ada Hasrat Lagi dengan Suami, Harus Bagaimana?
Namun, karena ini adalah masalah keluarga dan agar tidak memutuskan tali silaturahmi di antara keluarga Bapak, maka langkah yang paling tepat adalah Bapak minta bantuan Kyai atau Ustadz agar bisa membantu memberikan pemahaman yang benar menurut agama tentang nasib baik dan buruk terutama hal yang berkenaan dengan weton dan hitungan jawa. Semoga langkah ini dapat membuka pandangan masyarakat jawa yang turun temurun tentang nasib berdasarkan weton. Amin. Wallahu a’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News