SURABAYA (BangsaOnline) - Sikap Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang terkesan jual mahal mendapat respon negatif dari pengamat politik. Ketua Yayasan Bangun Indonesia Agus Mahfudz Fauzi menilai popularitas Risma akan meredup jika hingga kini masih enggan membuka diri dengan partai politik (parpol). Pasalnya, proses menuju pemilihan walikota (pilwali) Surabaya 2015 sudah di depan mata.
Mantan komisioner KPU Jatim ini memandang, sikap yang ditunjukkan Risma saat ini banyak merugikan dirinya. Jika terus menerus bersikap "malu-malu" bukan tidak mungkin akan mengurangi elektabilitas dan memicu kekecewaan banyak elemen, terutama parpol. Bisa jadi, politisi atau tokoh yang selama ini tidak memiliki popularitas akan mengalahkan Risma.
Baca Juga: Untuk Cawali Surabaya, Risma Dikabarkan Punya Dua Jago: Ery Cahyadi dan Hendro Gunawan
"Kalau malau-malu terus akan disalip di tikungan oleh politisi lainnya," ucapnya di acara Sarasehan Mencari Sosok Pemimpin Surabaya 2015-2020 di salah satu hotel di Surabaya, Kamis (12/2).
Konsultan politik ini menyatakan, secara prinsip pemimpin yang dibutuhkan adalah orang-orang yang bisa membaca peta di lapangan. Dia tidak menyarankan Risma maju melalui jalur perseorangan. Sebab, pertarungan politik yang akan dilalu akan terjal. Bila terpilih sebagai walikota, potensi konflik cukup besar. Bisa jadi, semua parpol akan bersatu untuk melawan.
"Risma kalau terpilih akan menjadi bulan-bulanan partai. Selain itu, ketika akan mengesahkan APBD hampir bisa dipastikan tidak akan mulus," jelasnya.
Baca Juga: PDIP Minta Mahar Hingga Rp 10 M, Cawawali Surabaya Punya Uang Berapa?
Prof. Dr. Sujarwo dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang juga menjadi pembicara menyarankan agar masyarakat Surabaya memilih calon pemimpin yang memiliki kompetensi yang bagus. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan membaca kondisi lapangan, piawai memaksimalkan potensi daerah, dan jeli memediasi setiap konflik.
"Tentu juga harus pemimpin yang bertakwa," ucapnya.
Jarwo, sapaannya, menegaskan, semua orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin. Tapi tidak semua itu bisa melakukan regenerasi kepemimpinan. Seorang pemimpin mampu menyiapkan kader sebagai penerus. Yang tidak kalah penting mampu menjadi pengayom bagi masyarakat.
Baca Juga: PKB Intruksikan Kader Sosialisasikan Fandi Utomo sebagai Cawali Surabaya
"Pemimpin itu bukan ditakuti, tapi disegani," jelasnya.
Sayang, dia tidak berani menilai apakah Risma sudah memenuhi kriteria tersebut. Dia berdalih, sebagai akademisi harus berdiri di tengah-tengah. "Saya di tengah-tengah, saya ini netral, mohon maaf saya tidka berani menilai," tandasnya.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Surabaya Jamhadi menyatakan, Surabaya membutuhkan pemimpin yang mampu meningkatkan daya saing kota dan mengangkat kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat bisa dilihat dari daya beli. Selama lima tahun kepemimpinan Risma, daya beli warga Surabaya menunjukkan angka yang stagnan. Bahkan, neraca perdagangan Surabaya setiap tahun terus melorot.
Baca Juga: Di Depan 700 Kiai MWCNU-Ranting NU se-Surabaya, Kiai Asep: Wali Kota Surabaya Harus Kader NU
"Walikota harus memiliki tata kelola pemerintahan yang baik. Tidak sekedar dirinya yang baik," katanya.
Menurutnya, Surabaya tidak bisa dibangun oleh walikota saja. Perlu dukungan dari masyarakat dan stakeholder. Karena itu, komunikasi politik seorang walikota mutlak diperlukan.
"Walikota itu harus memiliki jaringan yang luas, karena walikota tidak akan mampu membangun Surabaya seorang diri," pungkasnya.
Baca Juga: Rekap Pilkada Surabaya Tingkat Kecamatan Selesai: Risma-Whisnu 86,35%, Rasiyo-Lucy 13,65%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News