KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Permasalahan limbah pabrik pupuk PT KTS di Desa Kambingan Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, semakin pelik. Terjadi pro-kontra atas tuntutan warga yang meminta agar pabrik tersebut.
Di satu sisi, warga sudah tidak kuat lagi dengan bau busuk menyengat yang dikeluarkan bersamaan asap pabrik pupuk PT KTS, dan sudah berlangsung bertahun-tahun. Di sisi lain, ada warga yang menggantungkan hidupnya di pabrik pupuk itu. Mereka merasa keberatan jika pabrik pupuk itu ditutup karena akan kehilangan pekerjaan. Apalagi saat ini kondisi masih pandemi.
Baca Juga: Banjir Banyakan Seret 3 Kendaraan, BPBD Kabupaten Kediri Siapkan Dapur Umum
Bahkan mereka yang kontra penutupan pabrik pupuk itu, menuduh jika warga yang protes hanya segelintir orang saja. Seperti yang ditulis oleh akun Facebook atas nama Pak J.
"tlong jngan sepihak bos pikirkan juga para karyawan pbrik aq jga warga kambingan tpi aq cari nafkah di situ jika ditutup trus kerja apa kami. apa yang minta tutup pbrik sanggup mencarikan kami peker jaan sedang kan yang demo minta tutup cma seglintir orang .tlong pngertian nya mas di masa pandemi cma pbrik itu yang kami andal kan klau mslah pnyakit bukan pbrik saja yang bikin sakit aq mhon jngan di perpanjang mslah ini dampak nya pada kami karyawan," tulis Pak J di Facebook.
Sebelumnya, juga ada akun lain seperti Bram Fajira dan Janoko Jr yang menulis hal serupa. Namun, sejumlah postingan Bram Fajira sebagian sudah dihapus setelah terjadi adu argumentasi dengan netizen lain.
Baca Juga: Jaring Atlet untuk Porprov, Pordasi Kediri Gelar Kejurprov Berkuda di Lapangan Desa Wates
Menanggapi pro kontra itu, warga Dusun Ngatup Desa Kambingan, khususnya warga RT 01 RW 04 dan beberapa warga di RT 03 RW 03, meminta kepada Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, segera mencarikan solusi.
"Masalah ini harus segera dicarikan jalan keluar. Kalau tidak, dimungkinkan bisa terjadi perselisihan sendiri antar warga. Kami ini bicara apa adanya, kalau limbah pabrik pupuk itu sangat mengganggu warga karena bau busuknya," kata Purwanto, salah seorang warga yang di rumahnya dekat dengan lokasi pabrik pupuk, Minggu (18/4).
Bahkan Pujiati (50), warga Dusun Ngatup RT 03/RW 03 menceritakan, bahwa kesehatan keluarganya terganggu sejak pabrik pupuk itu berdiri tahun 2009 sampai sekarang.
Baca Juga: Buka Rakerda Kejati Jatim 2024 di Kediri, Kajati: Pentingnya Penegakan Hukum Humanis dan Profesional
"Saya punya keponakan yang sejak kecil tinggal di sini dan pabrik pupuk itu sudah ada. Lalu sekarang dia usia pelajar SMP, mengalami penyakit sinusitis. Sedangkan saya dan adik saya merasakan pusing kepala," katanya.
Ia berharap, pemerintah segera memberikan bantuan atas permasalahan tersebut, mengingat pencemaran lingkungan yang bersumber dari pabrik pupuk organik itu berdampak luas bagi masyarakat. Khususnya mereka yang selama ini berada di sekitar pabrik, baik di pemukiman, sekolah, maupun areal persawahan.
Sigit Djarwanto, Ketua RT 01/RW 04 Dusun Ngatup juga mengungkapkan bahwa beberapa waktu lalu ada sejumlah masyarakat yang mengeluhkan kalau lahan pertaniannya terimbas polusi udara limbah PT KTS.
Baca Juga: Gandeng Peradi, Fakultas Hukum Uniska Adakan Ujian Profesi Advokat
"Ini kondisi tanaman di sawah petani yang berada dekat dengan pabrik, terlihat daunnya tidak tumbuh segar akibat setiap hari terguyur debu dari asap yang keluar dari cerobong PT KTS. Ketika diberikan untuk pakan hewan ternak, tidak mau makan. Itu yang juga kami perjuangkan, karena lahan pertanian ini mata pencaharian warga," kata Sigit.
Sementara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kediri sudah mendesak Pabrik Pupuk Organik PT Kediri Tani Sejahtera (KTS) untuk segera membuat Standard Operation Procedure (SOP) tentang penerimaan kotoran ternak.
Kepala DLH Kabupaten Kediri Putut Agung Subekti saat dikonfirmasi Sabtu (17/4) kemarin, mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya sudah menugaskan tim khusus untuk memantau kondisi PT KTS sekaligus menggelar verifikasi lapangan.
Baca Juga: Uniska dan ID Consulting Jepang Teken MoU Strategis untuk Penyerapan Tenaga Kerja
Dalam verifikasi lapangan tersebut, selain meminta pembuatan SOP penerimaan kotoran ternak, PT KTS juga diharuskan melakukan pemantauan kualitas emisi udara pada cerobong dan udara ambien ke laboratorium setiap 6 bulan.
"Sementara untuk pembuatan SOP penerimaan kotoran ternak juga menjadi perhatian tersendiri bagi kami. Tujuannya agar dapat meminimalkan timbulnya bau," kata Putut.
Ketika ditanya apakah ada tenggat waktu bagi PT KTS, Putut mengaku akan terus melakukan pemantauan di lapangan. Hal ini mengingat sejumlah warga memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi terhadap dampak aroma menyengat di kawasan pabrik dan sekitarnya. (uji)
Baca Juga: Peringatan Hari Disabilitas Internasional, Mbak Chicha Berkomitmen Setarakan Hak Penyandang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News