BangsaOnline - Otoritas Sepak Bola Indonesia, PSSI, disebut sebagai akar dari semua masalah yang terjadi di ranah olahraga bola sepak Indonesia saat ini.
Pemerintah,
melalui Kementerian pemuda dan Olahraga, memutuskan menunda gelaran
kompetisi Liga Super Indonesia hingga persyaratan dasar keberadaan
sebuah klub sepak bola bisa terpenuhi.
Keputusan tersebut lantas
menuai kecaman dari PSSI dan klub-klub yang berada di bawah naungan
organisasi ini. Kemenpora, Tim 9, dan Badan Olahraga Profesional
Indonesia dianggap melakukan intervensi dan menghambat jalannya
kompetisi tersebut.
Dihubungi CNN Indonesia melalui
sambungan telepon, salah satu anggota Tim 9, Djoko Susilo pun angkat
bicara. Ia membantah tuduhan PSSI tersebut. "Seandainya PSSI melakukan
tugasnya dengan benar, saya dan Tim 9 tak perlu melakukan ini semua.
Saya lebih senang menikmati masa pensiun saya dengan tenang di rumah."
Dalang Masalah Sepak Bola Indonesia
Masalah
di sepak bola Indonesia, dalam pandangan mantan Duta Besar Swiss ini,
berawal sejak akhir 1980-an, yakni saat komersialisasi mulai merasuki
PSSI. Keadaan pun, lanjut Djoko, makin ruwet pada masa reformasi ini.
Djoko
menuturkan adanya usaha memperbaiki kondisi ini pada 2010-2011.
Kegagalan beruntun tim sepak bola Indonesia di beberapa laga
internasional menuntut perlunya reformasi di ranah olahraga tersebut.
"PSSI
itu biang kerok. Pengurus PSSI sekarang adalah pengkhianat dan
penumpang gelap reformasi sepak bola pada 2010-2011," ujar Djoko
berapi-api.
Disebut pengkhianat dan penumpang gelap, lantaran
menurut Djoko, pengurus saat ini sempat pura-pura mendukung reformasi
itu. Namun, lanjut Djoko, saat mereka kini berkuasa justru melanjutkan
pola lama.
Djoko menjabarkan contoh sikap PSSI yang dinilainya
mengkhianati reformasi sepak bola. Salah satunya adalah konflik
kepentingan di mana Joko Driyono yang merupakan CEO PT Liga Indonesia,
juga bertindak sebagai Sekretaris Jenderal PSSI. Contoh lainnya adalah
pembinaan pemain muda yang tak pernah dijalankan dengan baik.
Jika
pengurus PSSI konsisten menjalankan reformasi pada 2010-2011 itu, Joko
meyakini kondisi sepak bola Indonesia sudah akan jauh lebih baik dari
sekarang.
"Tiga tahun itu lebih dari cukup untuk membangun sepak bola yang sehat."
Pembelajaran dari Liga "Tetangga"
Komersialisasi
di kompetisi sepak bola Inggris, Liga Inggris, terbukti menguntungkan
semua pihak yang terlibat. Klub-klub pun berkembang dari sisi
pengelolaan, pun prestasi.
Lantas
mengapa komersialisasi di sepak bola Indonesia justru membawa
kehancuran? Menurut DJoko, hal itu lantaran PSSI tidak menerapkan
peraturan dengan semestinya.
Djoko mencontohkan kasus yang menimpa Parma. Saat mereka tak mampu membayar pemain dengan benar, klub pun terkena sanksi berat.
"Itu
juga yang seharusnya dilakukan PSSI di Indonesia," ujar Djoko tegas.
"Tapi tidak dilakukan karena ada kolusi antara PSSI dengan klub. Itu
sangat jelas."
Djoko mengaku tidak takut melontarkan semua tudingannya karena PSSI memang tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan.
Tak Perlu Takut pada FIFA
Berlindung
di balik statuta FIFA menjadi "senjata" andalan PSSI dalam
berkomunikasi dengan pemerintah, baik lewat Tim 9, maupun BOPI.
Sebagai
mantan duta besar di "kandang" FIFA, Djoko mengaku kenal beberapa pihak
yang terhubung dengan organisasi sepak bola dunia tersebut.
Menurut Djoko, tak seharusnya PSSI takut akan hukuman banned dari FIFA. "Jika perlu di-banned selama dua-tiga tahun, kenapa tidak? Yang penting sepak bola Indonesia bisa jadi lebih baik," katanya menjelaskan.
Lebih
lanjut, pria yang baru saja dilaporkan dalam kasus pencemaran nama baik
terkait kisruh sepak bola Indonesia ini juga memandang FIFA tak
sepenuhnya layak diikuti.
Belakangan, FIFA memang didera banyak
masalah. Salah satunya adalah isu suap dalam menentukan tuan rumah Piala
Dunia 2018 dan 2022.
"Jadi, kalau FIFA mau ikut campur terlalu dalam ke sepak bola Indonesia, saya akan bilang 'mind your own business' saja," katanya menutup pembicaraan.
(vws)
Baca Juga: Sidang Restitusi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Rp17,5 M dan Tagih Janji Presiden
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News