SIDOARJO (BangsaOnline) - Pemasangan plakat tanah hak milik Pusat Koperasi Karyawan (Puskopar) Jatim di pintu keluar Perumahan Bluru Permai Kecamatan Sidoarjo diwarnai kericuhan, Rabu (18/03). Sebab, pedagang yang di back up oleh FSPMI (Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia) menolak plakat hak milik tanah Puskopkar sesuai sertifikat HGB no 4358 dan no 4359.
Kericuhan berawal ketika salah seorang dari Puskopar Jatim membawa lingis untuk melakukan pengalian tanah dengan tujuan menancapkan plakat hak milik Puskopar Jatim lahan yang digunakan pedagang tersebut.
Baca Juga: Pedagang dan Buruh Demo di PN Sidoarjo, Puskopkar Jatim Tak Hadir di Sidang Perdana Sengketa Fasum
Belum sempat menggali tanah, perwakilan pedagang yang dibantu para aktivis buruh FSPMI itu melarang dan menyuruh paksa pihak Puskopar Jatim untuk membatalkan niatannya. Alhasil, terjadi aksi saling dorong antara kedua belah pihak. Personil kedua belah pihak, banyak yang berjatuhan dalam aksi dorong tersebut.
Beruntung, aparat dari TNI dan Polri yang berjaga dilokasi berhasil melerai kedua belah pihak sehingga tidak terjadi adu fisik. Akhirnya, tim eksekusi dari Puskopar Jatim mengurungkan niatannya.
Menurut Sugiono (50), seorang pedagang yang menolak eksekusi mengatakan bahwa status tanah yang ditempati pedagang belum jelas.
Baca Juga: Pedagang Bluru Sidoarjo Nekat Uruk Lahan Puskopkar Jatim
“Jangan main langsung (eksekusi) begini. Semua ada aturannya. Sudah ada musyawarah dengan kepala desa, seharusnya kepala desa datang kesini,” ujarnya dengan nada kesal.
Meski demikian, Kuasa Hukum Puskopar Jatim, HRB Idam Ariyanto SH mengatakan bahwa lahan yang ditempati pedagang bukan fasilitas umum (fasum) dari Perumahan Bluru Permai.
"Tanah itu bukan tanah fasum, tapi milik Puskopar Jatim. Kami ada sertifikatnya," ujarnya.
Idam menyatakan, pihaknya mengurungkan niatan mengosongkan lahan pasar dadakan itu. “Namun sesuai rencana, tanah itu akan tetap dikosongkan dari aktifitas berdagang. Tanah itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan Puskopar Jatim," terangnya.
Terpisah, Kepala Desa (Kades) Bluru Kidul Tri Prastyono prihatin atas aksi yang dilakukan oleh pedagang tersebut. Menurutnya, sesuai dengah sertifikat hak milik yang dimiliki Puskopkar dan copy nya diserahkan ke desa, tanah seluas 1300 m2 itu adalah milik Puskopkar Jatim.
“Sesuai dengan sertifikat HGB, tanah itu memang milik Puskopkar,” ujarnya.
Tri Prastyono menunjukkan bukti sertifikatnya HGB milik Puskopkar sebagai bukti kuat jika tanah tersebut milik Puskopar Jatim. “Kalau sudah ada bukti sertifikat, mestinya pedagang harus sadar,” jelasnya.
Lantas, dimanakah fasum dari Perumahan Bluru Permai Kecamatan Sidoarjo? Sebab, pengembang yang tak menyediakan fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) sesuai aturan, maka ancaman bagi pengembang yang tidak melakukan kewajiban membangun Fasum dan Fasos adalah denda hingga Rp 2 miliar atau penjara selama 5 tahun.
Izin membuka perumahan pada pengembang tidak dapat dikeluarkan jika belum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Diantaranya, perumahan yang dibangun harus dilengkapi fasum dan fasos. Perbandingan antara luas fasum dan fasos dengan luas permukiman adalah sekitar 40 banding 60.
Meski begitu, perbandingan atau persentase tersebut tergantung besar kecilnya kompleks perumahan yang dibangun. Untuk perumahan kecil, yang luas arealnya kurang dari 5000 m2, lahan fasum-fasos bisa 20 atau 30 %. Kebanyakan digunakan untuk jalan, drainase, gorong-gorong, brangang dan lahan terbuka.
Semua kompleks perumahan harus memiliki fasum dan fasos, meski persentasenya berbeda-beda. Kalau mereka tidak punya, izinnya pasti tidak akan keluar. Fasum dan Fasos juga harus tercantum dalam site plan, untuk menjadi salah satu persyaratan izin. Selain itu, pengembang juga diharuskan menyediakan areal pemakaman seluas 2 % dari total lahan yang dikembangkan.
Kemungkinan berkurangnya atau menghilangnya areal fasum dan fasos di kompleks perumahan dipastikan merupakan ulah oknum di perusahaan pengembang atau di instansi pemerintah daerah. Fasum dan fasos ini luasnya sulit diotak-atik karena semuanya tertera jelas dalam site plan, yang relatif diketahui semua pihak. kemungkinan, saat fasum dan fasos sudah diserahterimakan dari pengembang ke pemda, masyarakat tidak kunjung menggunakannya, sehingga ada oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan lain.
Sementara itu, Kepala BPN Kabupaten Sidoarjo Nandang Agus Taruna mengatakan pihaknya telah menerima permohonan sejumlah 30 terdaftar pemecahan sertifikat. Namun, pihaknya mengakui hingga saat ini permohonan tersebut masih belum selesai.
"Sebab, induk sertifikat (dari Puskopar) belum ada (masuk) di kantor kita," ujarnya.
Nandang juga mengaku jika pihaknya telah mendapatkan laporan dari warga Perum Bluru Permai jika ada sekitar 200 lebih sertifikat yang belum ada. Padahal, warga telah membayar lunas kredit rumah tersebut.
Sebagai solusi, sambung Nandang, pihaknya akan menfasilitasi antara warga dengan pihak Puskopar Jatim (pengembang) dengan pihak BTPN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News