SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Provinsi Jawa Timur terus memacu inovasi pertanian untuk mempertahankan status lumbung pangan dengan rata-rata surplus beras 3 juta ton per tahun.
Harapannya, langkah tersebut dapat menopang ketahanan pangan di Indonesia. Jawa Timur sendiri merupakan barometer ketahanan pangan nasional dan turut menjaga stabilitas pangan nasional
Baca Juga: Kanwil DJP Jatim II Gelar Media Gathering, Apa yang Dibahas?
"Kurang lebih ada 16 provinsi di Indonesia bagian timur yang mengandalkan suplai logistik dari Jawa Timur. Karenanya, kami terus melakukan inovasi di bidang pertanian agar kebutuhan masyarakat tetap dapat tercukupi baik dengan mekanisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi pertanian sektor tertentu di tengah pandemi Covid-19," ungkap Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa terkait World Food Day atau Hari Pangan Sedunia (HPS) di Gedung Negara Grahadi, Senin (18/10).
Khofifah mengatakan, inovasi yang dilakukan, di antaranya, berupa penggunaan benih berkualitas – unggul bermutu; perbaikan tinggi pematang; melaksanakan pesemaian bersama; cara tanam model jajar legowo; pemupukan spesifik lokasi; kecukupan air; pHama secarat; dan melaksanakan panen secara tepat.
Terbukti, sepanjang semester I tahun 2021, Jatim mengalami surplus produksi beras. Tidak hanya itu, Jatim juga telah mengekspor komoditas pertanian senilai Rp 1,3 triliun pada tahun ini.
Baca Juga: Survei Poltracking Terbaru, Khofifah-Emil Melejit Tinggalkan Risma-Hans dan Luluk-Lukman
Khofifah menjelaskan dari total ekspor yang dikirimkan Jatim terdapat beberapa subsektor, seperti hortikultura sebanyak 3,2 juta kilogram dengan nominal senilai Rp 133,1 miliar, perkebunan sebanyak 49,5 juta kilogram dengan nominal senilai Rp 820,5 miliar, peternakan sebanyak 3 juta kilogram dengan nilai Rp 144,1 miliar.
Selanjutnya, dari subsektor tanaman pangan sebanyak 1,38 juta kilogram dengan nilai Rp 99,1 miliar, serta subsektor lain-lain sebanyak 34,4 ribu kilogram dengan nilai Rp 111 miliar.
"Artinya, meski Pandemi Covid-19 sektor pertanian Jawa Timur tetap dapat bertahan. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Jatim," ujarnya.
Baca Juga: Sukses Implementasikan Tata Kelola SPK Efektif dan Terukur, Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari BSN
Khofifah menyebut, pembangunan sektor pertanian di Jawa Timur diselenggarakan dengan upaya integrasi untuk membangun daya saing dan meningkatkan peran pertanian Jawa Timur dalam percaturan perekonomian. Pembangunan tersebut meliputi pembangunan produksi, rantai pasok dan kelembagaan tani sebagai kesatuan utuh dan terintergasi yang berkelanjutan.
Tidak hanya surplus dan ekspor, tolok ukur keberhasilan pertanian Jawa Timur lainnya adalah Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur yang juga terus meningkat. Di bulan September 2021, NTP Jatim sebesar 100,58, atau mengalami kenaikan sebesar 0,52 persen dibandingkan bulan Agustus 2021 sebesar 100,06.
Dua subsektor mengalami kenaikan NTP, yaitu subsektor tanaman pangan dengan kenaikan sebesar 1,78 persen, dan subsektor perikanan mengalami kenaikan sebesar 1,26 persen. Pada bulan ini di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan kenaikan NTP tertinggi ketiga yaitu 0,52 persen dari 100,06 menjadi 100,58.
Baca Juga: Survei ARCI: Khofifah-Emil Dominan di Mataraman
Sementara nilai tukar nelayan per September 2021 menurut BPS tercatat sebesar 104,15 mengalami kenaikan sebesar 0,93 persen dibandingkan bulan Agustus 2021 sebesar 103,19. Indeks harga yang diterima (lt) bulan September 2021 sebesar 112,58 naik sebesar 0,88 persen dibandingkan bulan Agustus 2021 sebesar 111,60. Sementara indeks harga yang dibayar petani (lb) September 2021 sebesar 108,10, turun sebesar 0,05 persen dibandingkan dengan bulan Agustus 2021 sebesar 108,15. Artinya ada nilai tambah lebih besar yang diterima nelayan pada bulan September 2021 dibanding Agustus 2021.
"Kenaikan yang konsisten pada nilai NTP dan NTN merupakan salah satu indikator bahwa tingkat kesejahteraan petani dan nelayan di Jawa Timur terus membaik serta dapat menjadi bukti bahwa sektor pertanian selalu bertumbuh khususnya di tengah pandemi-Covid 19," imbuhnya.
Khofifah memaparkan, bahwa berdasarkan angka sementara BPS tahun 2021, produksi padi pada tahun 2021 di Jawa Timur di proyeksi masih tidak berbeda jauh dari tahun 2020. Bahkan, diprediksi mengalami kenaikan luas panen sebanyak 433 Ha sehingga potensi surplus tetap terjaga.
Baca Juga: Siap Jadikan Jawa Timur Sebagai Gerbang Baru Nusantara, Khofifah-Emil Ajak Sukseskan Pilkada 2024
Harga gabah dan beras pada saat ini di tingkat petani menunjukkan diatas HPP dengan rata-rata sebesar Rp. 4.400,- dan harga beras rata-rata Rp. 8.450,-. Untuk harga jagung rata-rata saat ini, mulai menunjukkan trend turun Rp. 4.985,-. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh musim panen jagung yang dimulai bulan Oktober.
Pasokan pada bulan Oktober dan November akan meningkat tajam karena puncak panen berada di bulan November. Pada bulan Oktober, luas panen jagung mencapai 74 ribu Ha dengan produksi sekitar 467 ribu ton dan pada bulan November akan meningkat dengan luas tanam 84 ribu Ha dan produksi sebesar 564 ribu ton.
"Insyaallah, Jatim berkomitmen untuk selalu konsisten menjaga stabilitas pangan nasional termasuk meningkatkan kesejahteraan petani," kata Khofifah. (tim)
Baca Juga: Sholawatan Bersama Habib Syekh, Khofifah Ajak Generasi Muda Tingkatkan Prestasi dan Jauhi Narkoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News