SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Aksi kekerasan - bahkan pembunuhan - terus terjadi akibat kebencian ras. Tapi apa hubungannya dengan Bondowoso? Simak tulisan wartawan terkemuka, Dahlan Iskan, di Disway, Selasa 19 Oktober 2021 pagi ini.
Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap. Khusus pembaca di BaBe, sebaiknya klik ‘lihat artikel asli’ di bagian akhir tulisan ini. Tulisan di BaBe banyak yang terpotong sehingga tak lengkap. Selamat membaca:
Baca Juga: Temui Pengusaha di Vietnam, Jokowi Ajak untuk Berinvestasi di IKN
INI kasus mudah. Tapi sulit. Mudahnya, ada bukti video pembunuhan itu. Sulitnya: siapa yang mau jadi juri.
Minggu lalu seleksi pemilihan 20 juri itu sudah dimulai. Pengadilan distrik Brunswick sudah mengirim permintaan kepada 1.000 orang di Kabupaten Glynn.
Tapi memang sulit mencari orang setempat yang netral. Padahal hanya untuk memilih 20 orang –separonya sebagai anggota pengganti.
Baca Juga: Jaksa Khusus Kasus Dugaan Korupsi Anak Presiden
Begitu sulit menemukan orang yang belum punya kesimpulan tentang pembunuhan itu. Padahal, di sistem peradilan Amerika, jurilah yang menentukan seseorang bersalah atau tidak. Hakim hanya memutuskan nilai hukumannya.
Yang terbunuh: Ahmaud Arbery. Umur: 25 tahun. Bujangan. Berkulit hitam.
Yang membunuh: tiga orang. Semuanya kulit putih. Mereka adalah: Gregory McMichael (65) dan anaknya, Travis (35). Satu lagi tetangga mereka: William Bryan (52).
Baca Juga: Hebatnya Jurnalisme The New York Times dalam Tragedi Titan
Bryan-lah yang membuat video jalannya pembunuhan itu. Dengan bangga.
Mereka didakwa melanggar hukum negara bagian Georgia: melakukan pembunuhan. Mereka juga didakwa melanggar hukum federal: melakukan kejahatan dengan latar belakang kebencian ras.
Tiga orang itu bersikap sama: mengaku tidak bersalah.
Baca Juga: Korupsi Rp 1 Triliun, Tangan Ketua DPRD Diborgol
Di Amerika, kalau seorang terdakwa mengaku bersalah tidak perlu lagi ada sidang pengadilan. Hakim langsung membuat putusan: apa hukumannya.
Rasanya –berdasarkan jurnalistik rasa– ini lebih sulit dari pengadilan Arief Kabel maupun Arief Teka-teki (Disway: Arief Teka-Teki) dan (Arief Kabel).
Bondowoso punya hukum yang melarang tindakan kebencian. Kota tape (jangan dibaca seperti membaca barang elektronik) itu bagian NKRI.
Baca Juga: Donald Trump Punya Bakat Provokator Sejak Muda, Lima Anak Tak Bersalah Dipenjara
Georgia tidak punya hukum yang melarang itu. Georgia adalah salah satu negara bagian yang jadi pusat perbudakan di masa lalu.
Tapi larangan itu ada di hukum federal.
Di sidang nanti akan kuat-kuatan: kuat hukum federal atau hukum negara bagian. Di Amerika Serikat, posisi negara bagian sangat kuat. Negara-negara bagianlah yang lebih dulu ada. Merekalah yang membentuk Amerika Serikat. Federal tidak boleh menghilangkan hak-hak negara bagian.
Baca Juga: Arab Saudi-Iran Rukun Lagi, Kini Sama Pro China, Tinggalkan Amerika?
Yang juga akan dijadikan andalan pembelaan adalah: status kompleks perumahan tiga orang itu. Nama perumahan itu: Satilla Shores. Statusnya: unincorporated community.
Perumahan dengan status itu bukanlah bagian dari pemerintah daerah. Semua keperluan masyarakat diatasi sendiri penduduk di situ. Termasuk air, listrik, kesehatan, keamanan dan apa pun itu.
Baca Juga: Pilih Calon Presiden Pro Amerika atau China, Ini Realitas Politik, Siapa Capres Berdaulat
Apalagi di zaman internet ini, kemandirian kian kuat. Sebelum ada internet, mereka masih minta kantor pos untuk buka layanan surat-menyurat. Kini tidak perlu lagi.
Pemda tidak perlu mengurus mereka. Tidak pula perlu diikutkan Pilkada.
Di Amerika terdapat ribuan komunitas yang tidak terikat Pemda seperti itu. Saya pernah mengunjungi salah satunya: di Delaware.
Baca Juga: Dana Bantuan Perang Ukraina Dikorupsi, Wartawan Gigih Membongkar
Ahmaud Arbery sore itu memasuki kompleks perumahan Satilla Shores: 23 Februari 2020. Alasannya: ingin jogging di kompleks perumahan itu. Itulah perumahan yang seluruh warganya kulit putih.
Lebih setahun sebelum itu ada perampokan mobil di Satilla Shores. Terekam oleh kamera. Sosok di kamera itu, mirip dengan laki-laki hitam yang memasuki perumahan Satilla.
McMichael, yang lagi bersama anaknya di mobil, menghadang Ahmaud. Terjadilah pergumulan. Ahmaud ditembak. Dadanya bolong. Darah membasahi bajunya. Ahmaud tewas di tempat.
Jenazah Ahmaud dikirim ke rumah sakit. Keluarganya mulai mempersoalkan. Media mulai memberitakan. Terjadi lagi: orang kulit hitam dibunuh orang kulit putih. Soal seperti itu lagi seksi-seksinya di Amerika, saat itu.
Maka media mengaitkan pembunuhan Arbery dengan kasus serupa di berbagai tempat di Amerika.
Polisi tidak mau menangkap tiga orang itu. Arbery dianggap memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.
Di Amerika praktis semua rumah tangga memiliki senjata: pistol dan laras panjang. Siapa yang memasuki pekarangan tanpa izin akan ditembak dari dalam rumah. Itulah sebabnya orang Amerika takut menginjakkan kaki ke halaman rumah orang lain –dan karena itu kebanyakan rumah merasa tidak perlu punya pagar.
Waktu saya berbulan-bulan tinggal di rumah John Mohn di Indiana dan Kansas, saya diingatkan itu: rumah tetangganya juga tidak berpagar. Jangan sampai saya melewatinya.
Media pun terus mengungkit soal pembunuhan itu. Tapi polisi tetap tidak mau menangkap. Hebohnya sundul langit. Gerakan Black Live Matters lagi gencar-gencarnya. Demo terjadi di mana-mana.
Dua setengah bulan kemudian barulah mereka ditangkap.
Setelah itu pun jaksa masih perlu waktu 1,5 tahun untuk membawa mereka ke pengadilan. Selama kurun waktu itu Jaksa diingatkan terus oleh pendemo: kapan mereka diadili.
Saya begitu ingin melihat pengadilan itu. Saya kira –berdasar jurnalistik kira-kira– perumahan itu ada di dekat kota besar Atlanta. Perumahan tanpa pemerintahan itu ternyata nun di pantai timur. Sudah lebih dekat ke Jacksonville-nya Florida.
Tak apa –dengan menulis kasus ini setidaknya bisa menumpuk rasa kangen kembali ke Amerika.(Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News