GRESIK (BangsaOnline) - Kasus jual beli pantai baik di Desa Ngimboh maupun Pangkah Wetan Kecamatan Ujungpangkah mulai mengusik ketenangan para tokoh masyarakat disana. Mereka tidak ingin adanya ulah oknum perangkat desa yang mengkavling-kavling pantai kemudian dijual kepada para pengusaha dengan cara melanggar UU (Undang-Undang) yang mengkibatkan citra desa maupun kecamatan mereka tercoreng.
Karena itu, para tokoh masyarakat disana akan lakukan pertemuan untuk membahas persoalan tersebut. Langkah ini perlu dilakukan, karena kasus tersebut sudah ada yang melaporkannya ke Mabes (markas besar) Polri dan Kejagung (kejaksaan agung).
Baca Juga: Pemprov Jatim Tanam 5.000 Bibit Mangrove di Sampang
"Jelas kami merasa terusik dengan adanya jual beli pantai dengan menerjang larangan UU. Untuk itu, kami akan menyelamatkan citra desa kami dan memerangi para oknum yang lakukan kongkalikong dengan para pengusaha untuk memetak-metak pantai di Ujungpangkah," kata salah satu tokoh masyarakat Ujungpangkah yang belum bersedia disebutkan identitasnya, Minggu (22/3).
Ditegaskan dia, munculnya pemberitaan di mass media yang hampir setiap hari memuat soal jual beli pantai dengan cara ilegal yang dilakukan oleh sejumlah oknum perangkat desa, baik di Desa Ngimboh maupun Pangkah Wetan sekarang menjadi perbincangan hangat. Bahkan, kalangan Komisi VII DPR RI yang membidangi masalah tersebut sekarang menjadikan persoalan jual beli pantai di Ujungpangkah menjadi persoalan serius.
Sebab, tidak meutup kemungkinan kejadian serupa juga terjadi di daerah lain. Kalau hal itu dibiarkan terus terjadi, maka wilayah pantai akan habis dijual belikan secara liar. "Kami sangat mendukung langkah Komisi VII DPR RI yang menyikapi serius persoalan jual beli pantai tersebut," jelasnya.
Untuk itu, para masyarakat, khususnya tokoh masyarakat di Ujungpangkah meminta agar Komisi VII DPR RI turun untuk melakukan sidak ke Ujungpangkah untuk melihat kondisi langsung perairan pantai di Ujungpangkah yang sudah semakin rusak, karena direklamasi secara liar.
"Pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh okum perangkat desa baik di Pangkah Wetan maupun Ngimboh harus dihentikan, apapun caranya," katanya.
Ditambahkan tokoh masyarakat yang juga mantan Kades (kepala desa) tersebut, transaksi jual beli pantai di Pangkah Wetan dan Ngimboh sangat ngawur. Sebab, kebanyakan pantai yang dijual itu tidak begitu lama dikelola baik secara perorangan maupun korporasi (bersama-sana). Dimana, kebanyakan lahan pantai yang dijual itu mekanismenya warga mengajukan data subyektif kepada kepala desa. Kemudian, kepala desa membuatkan segel. Setelah itu lahan pantai tersebut dijual.
"Kan berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1960, tentang pokok-pokok agraria sudah jelas, bahwa seseorang itu bisa mengajukan permintaan kepemilikan lahan yang sudak ditempati atau dikelola selama 20 tahun. Tapi, yang terjadi di Ujungpangkah tidak seperti itu. Pantai setelah dibuatkan bendel oleh kepala desa lalu dijual. Kemudian hasilnya dibagi. Itu jelas masuk pidana," terangnya.
Berdasarkan UU Undang-Undang Landreform, bahwa warga boleh memimiliki lahan negara maksimal hanya 6 hektar dan yang boleh memiliki lebih dari 6 hektar adalah PT (perseroan terbatas). Namun, sifatnya hanya Hak Guna Bangunan (HGB), dan setelah itu kalau sudah tidak dipakai, PT wajib mengembalikan ke negara.
Baca Juga: Tepis Tudingan Izin Reklamasi PT GSM, Kepala DPMPTSP Bangkalan: Itu Kewenangan Pusat
"Tapi di Ujungpangkah tidak seperti itu, sekarang pemiliknya malah orang dari luar daerah. Itu namanya kalau dalam undang-undang disebut absentee (batas kepemilikan tanah negara). Tidak boleh itu," pungkasnya.
Sementara Camat Ujung Pangkah Choirul Anam, mengatakan pihaknya tengah menyikapi serius persoalan jual beli pantai di Ujungpangkah yang dilakukan secara ilegal. "Kami tengah mengumpulkan data-datanya, termasuk siapa saja perangkat desa yang terlibat," katanya.
Pihaknya, tambah dia, juga tengah memintai keterangan sejumlah tokoh masarakat soal jual beli pantai. Kalau nantinya memang terbukti ada oknum perangkat yang terlibat, maka perangkat tersebut jelas akan mendapatkan sanksi berat.
"Semua yang terlibat harus memertanggungjawabkan perbuatannya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News