Ratusan Massa di Lamongan Desak DPR RI dan Pemerintah Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja

Ratusan Massa di Lamongan Desak DPR RI dan Pemerintah Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja Demo Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Lamongan. (foto: ist).

LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Ratusan massa di Kabupaten Lamongan menggelar demo menolak Omnibus Law di gedung DPRD setempat, Kamis (8/10/2020) siang.

Dalam aksi yang digawangi HMI, IMM, GMNI, serta pelajar SMK itu, mereka menggelar long march dari Tugu Adipura Lamongan menuju Kantor Bupati dan Gedung DPRD Lamongan. Selain berorasi, di sepanjang jalan mereka juga membentangkan berbagai poster terkait penolakan Omnibus Law .

Koordinator Aksi, Sa’adah menyebutkan, selain menolak penuh pengesahan , massa aksi juga mendesak pemerintah mengeluarkan Perppu mencabut Omnibus Law .

"Kita juga menuntut DPRD Lamongan untuk membentuk tim advokasi dalam pengawalan judicial review di MK," kata Sa’adah.

Menurutnya, pemerintah pusat dan DPRD telah melakukan pengkhianatan terhadap rakyat Indonesia dengan mengesahkan yang kontroversi serta mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat, baik buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan pelajar.

"Dalam hal ini dapat kita lihat bahwasanya pemerintah tidak sedikit pun mempertimbangkan suara rakyat dan bahkan pemerintah tidak menghiraukan nasib rakyat yang sedang hidup dalam bayang-bayang kematian Covid-19," ungkapnya.

Saat melakukan aksi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Lamongan, ratusan demonstran ditemui langsung oleh Ketua DPRD Lamongan, Abdul Ghofur.

"Kita nanti akan mengajak komisi yang membidangi dan ketua komisi kita ajak rapat untuk menindaklanjuti dari tuntutan adik-adik mahasiswa. Sebagai wakil rakyat harus mengakomodir tuntutan adik-adik pendemo," terang Abdul Ghofur.

Seperti diketahui sebelumnya, puluhan Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lamongan juga melakukan aksi penolakan Omnibus Law di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lamongan.

Menurut Ketua PC PC PMII Lamongan, Muhammad Syamsuddin Abdillah, PMII Lamongan menilai pemerintah dan DPR RI tidak pro terhadap kepentingan rakyat kecil khusus kaum buruh karena telah mengesahkan tersebut.

"Sebab dalam UU tersebut terdapat beberapa pasal bermasalah dan kontroversi, yakni Pasal 59 terkait kontrak kerja tanpa batas, Pasal 79 hari libur dipangkas, serta beberapa pasal lainnya. UU ini juga akan memperkecil kemungkinan warga negara Indonesia untuk bisa bekerja karena terbentur masalah skill dan hal ini malah membuat peluang WNA bekerja di Indonesia," jelas Muhammad Syamsuddin Abdillah.

Selain itu, lanjutnya, PMII Lamongan juga kecewa karena DPR RI dan pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.

"Harusnya pemerintah fokus menyelesaikan persoalan-persoalan Covid-19, bukan malah membuat sebuah regulasi yang kami anggap merugikan kaum dan rakyat. Dengan disahkannya UU ini maka akan menguntungkan bagi para investor dan pengusaha," ungkap Muhammad Syamsuddin Abdillah. (qom/zar)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO