PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Kasubag Tata usaha BPN Kabupaten Pasuruan, Sukardi, mensosialisasikan program sertifikat massal yang merupakan program nasional dan dikenal dengan istilah pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Pembiayaan kebijakan ini ditanggung pemerintah yang dibantu Bank Dunia.
Namun, tidak semua biaya dibebankan ke pemerintah, ada biaya yang harus ditanggung oleh peserta PTSL melalui kesepakatan pokja atau pokmas. Adapun ketentuan anggota pokja tersebut berdasarkan kesepakatan peserta, tidak boleh dari perangkat desa jadi pengurus pokja atau anggota pokmas.
Baca Juga: Warga Pandaan Jadi Korban KDRT WNA Australia, Penasihat Hukum Keluhkan Kinerja Polres Pasuruan
"Sesuai Perbup Nomor 7 tahun 2021, perangkat desa dilarang jadi anggota atau pokja atau pokmas PTSL," ujarnya saat memberikan sosialisasi di Balai Desa Wonokerto, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Selasa (21/6/2022).
Ia menegaskan, ketua pokja murni berasal dari peserta di luar perangkat desa yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan peserta PTSL. Tugasnya adalah membantu mengumpulkan data pertanahan, termasuk mendampingi pelaksaan pengukuran, mulai dari biaya materai, pengadaan tanda patok batas, biaya pengadaan persyaratan, dan biaya operasional pokja.
"Jadi terkait nominal biayanya itu dikirakan sendiri, dimusyawarahkan bersama agar tidak salah paham. Adapun syarat ketentuan lahan yang layak diajukan ke PTSL itu tidak bersengketa, bukan tanah milik usaha pemerintah, ada keterangan hibah atau ahli waris, dan lampiran jelas lainnya bahwa lahan tersebut tidak bermasalah," paparnya.
Baca Juga: FMPN Dukung dan Siap Menangkan Petahana Rini di Pilbup Blitar 2024
Sukardi menjelaskan bahwa kuota yang disediakan di tahun ini terdapat 55.000 PTSL, sementara lahan warga di Kabupaten Pasuruan yang belum bersertifikat mencapai ratusan ribu.
"Kurang lebih tiga ratus ribuan lah lahan yang belum bersertifikat, jadi kalau tahun ini selesai tinggal dua ratus lima puluh ribu," pungkasnya. (afa/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News