PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Perselisihan tanah yang kini ditempati SDN Jeladri 1, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan dengan ahli waris, akhirnya dibawa ke DPRD Kabupaten Pasuruan. Langkah ini buntut belum adanya titik temu saat pembahasan di tingkat desa beberapa hari yang lalu.
Arjahat, salah satu ahli waris pemilik tanah, mengklaim bahwa tanah seluas 2.300 m2 itu merupakan tanah milik orang tuanya yang bernama Mirai.
Baca Juga: Warga Komplain Limbah PT Cargill, Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan Desak Pertanggungjawaban
"Tanah itu milik lima orang ahli waris anak Pak Mirai, yaitu Bapak saya. Saya ini merupakan anak keempat, suratnya ada di letter C itu," kata Arjahat, Senin (22/8/2022).
Dalam pertemuan tersebut, Arjahat tidak sendirian, tapi dampingi oleh anaknya. Ia menjelaskan secara panjang lebar terkait status tanah milik yang ditempati bangunan gedung sekolah selama bertahun-tahun yang kini dikuasai oleh pemerintah itu.
"Saya hanya minta ganti rugi karena sejak ditempati bangunan sekolah, sampai sekarang tidak ada kejelasan. Padahal pajak PBB setiap tahun saya yang membayar," jelasnya.
Baca Juga: Anggota Dewan ini Sebut Hortikultura Kabupaten Pasuruan Tak Kalah dengan Daerah Lain
Kepala Dispendik Kabupaten Pasuruan Hasbullah mengatakan bahwa pada 6 Agustus 2019 lalu, persoalan status tanah di SDN Jeladri 1 sudah dilakukan pembahasan bersama perangkat desa. "Kami menemukan indikasi kejanggalan di saat koordinasi berlangsung," ujarnya.
Menurut Hasbullah, kejanggalan itu terletak pada surat keterangan dari ahli waris yang memakai kop dan ditandatangani oleh pihak desa. "Sedangkan saat itu, pihak desa tidak merasa menandatangani surat," jelas Hasbullah di hadapan Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan.
Ia curiga lantaran kasus tersebut mulai ramai setelah Arjahat pensiun dari pegawai dinas (pesuruh sekolah).
"Padahal, orang tua Bapak Arjahat dulu pernah menjabat sebagai kepala desa di sana," ungkapnya.
Baca Juga: Dua Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan Resmi Dilantik Gantikan Rusdi dan Shobih
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I Agus Setyo meminta agar dugaan surat ahli waris palsu yang disampaikan oleh kepala dinas pendidikan segera diluruskan.
"Kalau surat itu palsu, hukumannya itu pidana penipuan. Kalau sudah seperti itu ancamannya bisa sampai 8 tahun kurungan penjara," jelasnya singkat. (bib/par/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News