Suku Bajoe, sang Penakluk Pulau Sapeken Sumenep

Suku Bajoe, sang Penakluk Pulau Sapeken Sumenep Salah satu adat suku Bajoe saat ditampilkan. (faisal/BANGSAONLINE)

SUMENEP, BANGSAONLINE.com - Meskipun letak geografis Kecamatan/Kepulauan Sapeken termasuk Kabupaten Sumenep, namun mayoritas penghuni kepulauan sapeken dihuni suku Bajoe atau yang lebih dikenal suku Same. Bahkan, suku Bajoe atau suku Same mengklaim sebagai suku yang paling awal mendiami kepulauan Sapeken.

"Meskipun masih belum ditemukan bukti otentiknya, kami yakin jika suku Bajoe merupakan suku yang pertama kali berada di pulau Sapeken. Karena dilihat ada kehidupan, maka kemudian banyak suku menyusulnya, seperti suku Makasar, Mandar, Bugis maupun suku Madura sendiri," kata salah satu sesepuh suku Bajoe Hj. Moh. Ali Daeng Sandre'.

Baca Juga: Eksotisme Telasen Topak atau Lebaran Ketupat, Hari Raya-nya Puasa Sunnah Syawal

Keyakinan dia berdasarkan banyaknya atau adat istiadat suku Bajoe yang tetap dilestarikan mayoritas warga kepulauan Sapeken. Salah satunya, terlihat dari bahasa yang digunakan sehari-harinya adalah bahasa Bajoe. Bahkan, sangat sedikit warga setempat yang mengerti bahasa Madura.

Selain itu, pancak silat Kon Tau, pemberian Bujak (Tombak) yang dilakukan setiap acara hajatan, pesta perkawinan, penyambutan terhadap orang terhormat dan acara khitanan serata dalam acara syukuran desa tetap lestari. Hal itu dilakukan sebagai simbol untuk mempertahankan semangat patriotisme seperti yang diajarkan oleh nenek moyang mereka tempo dulu.

Bajoe merupakan salah satu suku yang berasal dari negara tetangga. Ada yang mengatakan suku Bajoe berasal dari Johor Malaysia dan pula ada yang mengatakan asal muasal mereka dari Pilipina. Diperkirakan mereka masuk sejak tahun 1925. Ciri-ciri suku Bajoe ialah pola kehidupannya lebih senang tinggal di perairan dibandingkan di daerah daratan.

Baca Juga: Tradisi Lebaran yang Hanya Ada di Indonesia

Di Kepulauan Sapeken banyak rumah yang berjejer di dekat perairan. Bahkan, terdapat beberapa rumah yang dibangun di atas air laut, atau yang dikenal dengan rumah apung. Meskipun di Kepulauan Sapeken terdapat banyak suku, kehidupan sehari-hari tetap rukun dan tenteram tanpa ada perselisihan sedikitpun.

"Kalau di sini suku Bajoe atau Suku Same sejak tahun 80-an sudah nyaris tenggelam akibat tergerus modernisasi. Tapi kami tetap akan mempertahankan, karena suku Bajoe atau Suku Same merupakan salah satu suku yang unik diakalangan kanca internasional. Seperti halnya Suku Bajoe yang masih murni di daerah Sulawesi," ungkap dia.

Bupati Sumenep A. Busyro Karim mengatakan, banyaknya suku di Kepulauan Sapeken merupakan salah satu icon terbesar yang tetap dijaga kelestariannya. Hanya saja dirinya menghimbau agar semua suku tetap rukun dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga: Cara Menghitung Weton Jodoh yang Benar

"Harus rukun, karena dengan hidup rukun kita bisa memajukan, membangun dan membangkitkan kesejahteraan bersama. Apalagi dalam waktu dekat banyak program pemerintah yang akan dikucurkan ke desa yang dalam tatanan realisasinya harus dikerjakan secara bersama-sama. Sehingga, penerapannya nanti bisa maksimal," harap bupati.

Untuk diketahui, Kecamatan/Pulau Sapeken, terdiri dari puluhan pulau kecil, salah satunya pulau Piliat, Sepanjang, Sepangkur, Sadulang, Sitabuk, dan sejumlah pulau kecil lainya. Sementara jarak tempuh dari Pelabuhan Kalianget ke Pelabuhan Pulau Sapeken, dalam waktu normal bisa ditempuh selama kurang lebih 18 jam dengan menggunakan tranportasi laut yakni Kapal Layar Motor Perintis (KLMP). Atau menggunakan kapal cepat dengan jarak tempuh sekitar 4 jam ke pelabuhan batu guluk Kangean, dari pelabuhan batu guluk ke pelabuhan sapeken menggunakan perahu kecil kurang lebuh sekitar 2-3 jam perjalanan. (fay/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO