SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menganalisa akan terjadi fenomena Hari Tanpa Bayangan di Indonesia, terjadi mulai 7 September-21 Oktober 2022.
Fenomena ini, terjadi ketika matahari berada tepat diatas, sehingga tidak terbentuknya bayangan oleh benda tegak tidak berongga saat siang hari.
Perbedaan waktu Hari Tanpa Bayangan
Baca Juga: Khofifah: Tahun Baru Jadi Momentum Refleksi, Waspada Cuaca Ekstrem saat Liburan
Dilansir Kompas.com, Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang menjelaskan, saat terjadi fenomena itu karena matahari berada tepat di atas kepala selama satu bulan lebih. Hal ini, disebabkan karena nilai delinasi Matahari bervariasi, antara 6 derajat LU-11 derajat LU sejak minggu kedua September hingga Minggu ketiga pada Oktober 2022.
Deklinasi sendiri adalah sudut apit antara lintasan semu harian Matahari dengan proyeksi ekuator Bumi pada bola langit (disebut juga ekuator langit).
Karena nilai deklinasi Matahari sama dengan lintang geografis wilayah Indonesia, maka matahari akan berada tepat di atas kepala saat siang hari.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Surabaya Hari ini Senin, 23 Desember 2024: Jam 4 Sore Diperkirakan Hujan Ringan
"Karena bentang geografis Indonesia dari 6 derajat LU sampai dengan 11 derajat LS. Makanya, hari tanpa bayangan untuk setiap kota besar di indonesia berbeda-beda tergantung dari letak geografisnya," kata Andi.
Ia menambahkan, fenomena hari tanpa bayangan terjadi dua kali dalam setahun pada kota-kota yang terletak di antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan.
Sedangkan, Kota yang terletak di Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan, akan mengalami fenomena iru sekali dalam setahun, yaitu pada Solotis Juni (21/22 Juni) atau pada Solotis Desember (21/22 Desember).
Baca Juga: Persiapan Nataru, Pj Zanariah Beri Arahan Dalam Rakor Operasi Lilin Semeru 2024 Kota Kediri
Sementara itu, wilayah yang diluar garis tersebut, Matahari tidak akan berada di atas kepala ketika siang hari sepanjang tahun.
"Paling awal di Kota Sabang tanggal 7 September, paling akhir di Rote Ndao tanggal 21 Oktober," tuturnya.
Hari Tanpa Bayangan di Pulau Jawa dimulai dari Kepulauan Karimun Jawa, yaitu pada 8 Oktober dan berakhir di Semenanjung Blambangan pada 15 Oktober 2022.
Baca Juga: Audiensi dengan BMKG, Pj Guberrnur Adhy: Jatim Mulai Modifikasi Cuaca hingga 22 Desember 2024
Berikut jadwal Hari Tanpa Bayangan di seluruh Jawa Timur:
Untuk menyaksikan fenomena ini, Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN ini, menyebutkan masyarakat bisa melakukan hal berikut:
Baca Juga: Operasi Modifikasi Cuaca di Jawa Timur Sasar Perairan Madura
1. Siapkan benda tegak seperti tongkat atau spidol atau benda lain yang dapat ditegakkan.
2. Letakkan di permukaan yang rata.
3. Amati bayangan pada waktu yang sudah ditentukan.
Baca Juga: Rawan Terjadi La Nina, Kepala BMKG Imbau Masyarakat Jatim Siaga Cuaca Ekstrem
4. Dapat mengabadikan fenomena ini melalui potret foto maupun rekaman video sebagai bukti kalau pada saat tersebut bayangan benda benar-benar tidak ada.
5. Jika cuaca berawan, dapat disaksikan paling cepat lima menit sebelum atau paling lambat lima menit setelah waktu yang ditentukan. Hal ini dikarenakan di luar rentang waktu lima menit, bayangan matahari sudah muncul kembali.
Dampak Hari Tanpa Bayangan
Baca Juga: Siaga Bencana, Pj Gubernur Jatim Ikuti Rakor Bersama Menko PMK dan Kepala BNPB di Grahadi
Fenomena ini, lanjut Andi, tidak akan mempengaruhi pada kenaikan suhu.
"Saat sinar Matahari datang tegak lurus permukaan Bumi, intensitas penyinaran/radiasi Matahari akan maksimum. Akan tetapi, faktor ini tidak serta memengaruhi kenaikan suhu di permukaan Bumi saat tengah hari bagi wilayah mengalami Hari Tanpa Bayangan," jelasnya.
Hal itu, disebabkan kenaikan suhu tidak hanya dipengaruhu oleh sudut penyinaran, tetapi juga mempengaruhi tutupan awan, kadar kelembaban dan jumlah bibit awan hujan.
Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Pimpin Apel Gladi Kesiapsiagaan Menghadapi Ancaman Bencana
Selain itu, jarak Bumi-Matahari juga sedikit berperan dalam kenaikan dan penurunan suhu rata-rata global permukaan Bumi meskipun hanya kurang lebih 2,4 derajat Celsius. (rif)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News