SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Bunga (nama samaran), salah seorang siswa SMP Negeri di Situbondo terpaksa harus pindah sekolah karena merasa nilainya dikurangi pihak sekolah. Hal itu tepaksa diadukan kedua orang tuanya pada anggota DPRD Situbondo, Janur Sasra Ananda (Janur), Kamis 17/11/2022.
Ibu siswa terpaksa mengadukan kepada Janur tentang nilai raport anaknya pada satu mata pelajaran, yang menurut penuturan anaknya aslinya mendapat nilai 93, namun tertulis 60.
Baca Juga: Tangkal Perundungan Siswa, Dikbud Kota Mojokerto Mantapkan TPPK
"Nilainya dikurangi karena dianggap punya sikap yang kurang baik. Nilainya yang semula 93 dikurangi dan hanya ditulis 60," kata Ibu siswa dalam pengaduannya.
Kedua orang tuanya mendatangi sekolah untuk konfirmasi. Namun tidak mendapat jawaban memadai malah mendapat perlakuan tidak nyaman dari sekolah, seperti diusir. Akibat peralkuan itu anaknya sempat tidak mau masuk sekolah selama seminggu. Dia khawatir anaknya mendapat stigma buruk dan tidak nyaman di sekolah.
"Sudah beberapa hari tidak sekolah, merasa takut dan tidak mau makan. Tidak ada etikat baik dari sekolah untuk menanyai anak kami atau datang ke rumah,". jelas orang tua siswa.
Orang tua siswa sudah melaporkan kasus tersebut pada Dinas Pendidikan (Diknas) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), dan sebuah LSM. Karena tidak ada respon memadai, akhirnya mengadu pada anggota DPRD Situbondo.
"Kami sudah melaporkan ke mana-mana, namun belum menyelesaikan masalah, akhirnya kami melapor kepada dewan," kata Ibu Siswa.
Orang tua siswa bakal memindahkan anaknya ke sekolah lain dan minta sang guru yang semena-mena diberi sanksi.
Setelah pengaduan itu, Janur bergerak cepat mendatangi sekolah, dan mengadakan pertemuan dengan pihak sekolah dan dihadiri perwakilan Diknas.
"Kita coba menyelesaikan secara persuasif," kata Janur yang juga Ketua DPC Partai Demokrat.
Setelah pertemuan itu, Dra Umaisaroh (Sasa) menjelaskan duduk persoalan pada BANGSAONLINE.com terkait dengan dugaan pengurangan bilai 93 menjadi 60 pada raportnya.
"Tidak ada pengurangan, itu nilai asli. Kami ada dokumennya," kata Sasa.
Sasa lebih lanjut menjelaskan, sekolah ingin melindungi, memberi pembelajaran, dan menjadikan siswa berakhlak mulia.
"Hanya ngingatkan pada siswa kalau kamu punya sikap seperti itu dengan guru bisa dicap jelek. Tidak boleh emosional, mengedepankan egonya. Kami minta kepada orang tua untuk saling berkontribusi," imbuh Sasa.
Ketika ditanya apakah sekolah berusaha membangun komunikasi dengan pihak orang tua? Dijelaskan, kalau saat ini sekolah banyak kegiatan proses pembelajaran. Banyak tamu di sekolah. Pihak sekolah bersifat pasif menunggu kedatangan orang tua siswa.
Ketika disinggung siswa tidak nyaman dan takut dibully, Sasa menegaskan jika sekolah yang dipimpinnya merupakan sekolah ramah anak. Ada proyek stop bullying pada sesama.
“Program kami stop perundungan. Masak kami membully,” jelas Sasa.
Terkait penyelesaian masalah, pihak sekolah sering menanyakan kenapa anaknya tidak masuk. Diakui memang belum ada pihak sekolah yang ke rumah siswa. Namun karena orang tua sudah melakukan pengaduan ke berbagai pihak, sekolah akhirnya hanya menunggu penyelesaian yang diinginkan orang tua siswa.
“Kami tidak ingin masalah ini berlarut larut, kami menunggu,”kata Sasa. (sbi/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News