SURABAYA, BANGSAONLINE.com --- Oleh: Prof Dr KH Imam Ghazali Said, MA --- Tulisan ini merupakan kelanjutan dari pemikiran Prof Dr Imam Ghazali Said, MA, yang dimuat BANGSAONLINE.com edisi Jumat (25/11/2022) berjudul "Gagal Hidupkan Khilafah: Mulai Raja Hijaz, Fuad I Mesir, hingga Ibnu Saud". Tulisan ini sebelumnya dimuat di HARIAN BANGSA. Selamat mengikuti.
Setelah kaum Muslim secara kalkulasi politik tidak mungkin atau mustahil untuk menghidupkan kembali sistem “Negara Khilafah” berskala internasional, maka para pejuang muslim-nasionalis menurunkan tensi perjuangan internasionalnya ke perjuangan: menjadikan “Islam sebagai Dasar Negara” pada masing-masing bangsa dengan konsekuensi formalisasi syariat Islam pada negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Baca Juga: Tambah Wawasan soal Dunia Jurnalistik, Siswa SMA AWS Kunjungi Kantor HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE
Tentu “perjuangan Islam” model ini harus berhadapan dengan para pejuang nasionalis sekuler yang netral agama dan kaum sosilis-komunis yang cenderung abai bahkan anti agama. Perjuangan demikian terus berlangsung secara dinamis dan relatif demokratis.
Negara-negara bangsa dengan berbagai bentuknya terkait posisi lslam yang diperjuangkan oleh para aktivis Muslim nasionalis dalam konstitusi masing-masing negara, menurut Ahmet T.Kuru, dapat dibagi menjadi empat model.
Pertama, konstitusinya menyebut secara eksplisit sebagai “negara sekuler”. Negara bangsa seperti ini ada 14 negara. Yaitu : 1. Turki, 2. Azarbejan, 3. Borkina Paso, 4. Chad, 5. Gunia, 6. Gambia, 7. Gunea Bissau, 8. Kazakhstan, 9. Kososo , 10. Mali, 11. Senegal, 12. Tajikistan, 13. Turkeministan,14. Kyrgistan.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Kedua, konstitusinya secara implisisit menyebut sebagai negara skuler atau menyebut sebagai negara Islam substantif. Negara bangsa seperti ini ada 8 negara. Yaitu: 1. Albania, 2. Eriteria, 3. Indonesia, 4. Libanon, 5. Neger, 6. Negeria, 7. Serra lione, 8. Uzbekistan.
Ketiga, negara bangsa mengakui Islam sebagai “agama resmi”. Negara bangsa model ini juga ada 8 negara. Yaitu: 1, Aljazair, 2. Bangladesh, 3. Djibouti, 4. Komoro, 5. Malaysia, 6. Maroko, 7. Tunisia, 8. Yordania.
Keempat, negara bangsa yang konstitusinya menyebutkan bahwa syariat Islam menjadi sumber utama atau sumber satu-satunya pemberlakuan hukum dan undang-undang. Negara bangsa model ini ada 16 negara. Yaitu: 1. Afganistan, 2. Arab Saudi, 3. Bahrein, 4. Brunei, 5. Irak, 6. Iran, 7. Kuwait, 8. Libya, 9. Maladewa, 10. Muritania, 11. Mesir, 12. Oman, 13. Pakistan, 14. Qatar, 15. Somalia 16. Syiria.
Baca Juga: Rektor Al Azhar Mesir Sanjung Khofifah dan Ajak Lanjutkan Kerja Sama di Berbagai Sektor
Masih ada 3 negara yang “konstitusi Islam” belum terdeteksi, yaitu Sudan, UEA dan Yaman. Jadi, jumlah negara bangsa yang sedang bergumul dengan problem posisi Islam dalam konstitusi dan posisi syariaty Islam dalam hukum positif itu berjumlah 52 negara.
Sampai saat ini, jumlah negara memilih memposisikan Islam sebagai sumber nilai dan norma kebaikan dalam tata kelola managemen negara itu lebih besar dibandingkan yang memilih Islam sebagai dasar negara dan formalisasi syariat. Indonesia memilih model yang menjadikan Islam sebagai substansi, bukan formalisasi. (bersambung)
Prof Dr KH Imam Ghazali Said, MA adalah pengasuh Rubrik Tanya Jawab Islam di HARIAN BANGSA, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya.
Baca Juga: Pembukaan Multaqa Alumni Al Azhar VIII, Kiai Asep Ungkap Sejarah Amanatul Ummah, Dulu Tempat Jin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News