KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Sejarah tanah Kediri hingga menjadi kerajaan dalam serat Babad Kadhiri akan ditampilkan dalam perspektif cerita wayang kulit. Pagelaran wayang kulit ini membawakan 10 lakon secara berseri selama tiga hari berturut-turut pada 2-4 Mei 2023.
Pagelaran wayang kulit yang diinisiasi Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana, ini digelar sebagai rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Kediri Ke-1219 dan digelar di Lapangan Desa Papar, Kecamatan Papar.
Baca Juga: Jaring Atlet untuk Porprov, Pordasi Kediri Gelar Kejurprov Berkuda di Lapangan Desa Wates
Dhito, sapaan akrabnya, menyampaikan pemerintah daerah bekerja sama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten Kediri untuk menggelar wayang kulit ini.
"Melalui cerita yang utuh dan ditampilkan secara berseri ini diharapkan masyarakat khususnya generasi muda menjadi lebih tahu dan paham mengenai sejarah Kediri," ujarnya, Senin (1/5/2023).
Babad Kadhiri yang dibawakan dalam perspektif cerita pewayangan ini menjadi sarana tranformasi pengetahuan sejarah Kediri yang sangat berharga.
Baca Juga: Hanindhito Himawan Pramana Pulangkan 14 Arca ke Kabupaten Kediri
Selain sebagai tontonan, pagelaran wayang kulit ini diharapkan dapat menjadi tuntunan. Sebab, banyak nilai-nilai positif yang dapat dipelajari melalui lakon atau cerita yang dibawakan dalang.
"Dengan mengetahui jalannya cerita dengan karakteristik tokoh yang ada dalam tiap lakon, kita berharap ada nilai-nilai positif yang dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian," tutur Dhito.
Ki Didik Wibisono, Perwakilan Pepadi Kabupaten Kediri, mengungkapkan cerita-cerita dalam Babad Kadhiri yang dibawakan dalam pagelaran wayang kulit diakui baru pertama kali ini dibawakan secara utuh.
Baca Juga: Bupati Kediri Kirim Tim Lintas OPD Dampingi Korban Selamat Percobaan Bunuh Diri di Ngancar
"Pertama kali ini, penampilan secara utuh, mulai dari berdirinya Kerajaan Mamenang sampai tenggelamnya (Kerajaan Mamaneng)," terangnya.
10 lakon yang dibawakan dalam pergelaran itu, pertama, Babad Mamenang yang menceritakan sejarah munculnya Kerajaan Mamenang. Kedua, Sri Aji Joyoboyo Jumeneng menceritakan sejarah Sri Aji Jayabaya menjadi raja di Mamenang.
Tiga, Jongko Jinarwo menceritakan tentang Sri Aji Jayabaya medharake/memaparkan tentang Jangka Jaya Baya. Empat, Mayangkoro yang menceritakan tentang moksanya Resi Mayangkoro/Anoman.
Baca Juga: Buka Rakerda Kejati Jatim 2024 di Kediri, Kajati: Pentingnya Penegakan Hukum Humanis dan Profesional
Lima, Angling Dharma, menceritakan kelahiran Angling Dharma, cucu dari Sri Aji Jayabaya. Enam, Sang Cakrawartin (Cakrawartin artinya utusan Tuhan) menceritakan epos kepahlawanan Angling Dharma membantu Kerajaan Kediri dari marabahaya.
Tujuh, Jaya Amijaya Dadi Ratu yang menceritakan Raden Jaya Amijaya anak dari Prabu Jayabaya menjadi raja. Delapan, Jaya Amisena Dadi Ratu, menceritakan Raden Jaya Amisena anak Prabu Jaya Amijaya menjadi raja.
Sembilan, Sri Aji Pamasa Krama, menceritakan pernikahan anak Prabu Jaya Amisena yang bernama Sri Aji Pamasa. Sepuluh, Sri Aji Pamasa, menceritakan Kerajaan Mamenang yang dilanda banjir bandang, sehingga kerajaan tenggelam, dan Kerajaan Mamenang dipindah ke Pengging.
Baca Juga: Gandeng Peradi, Fakultas Hukum Uniska Adakan Ujian Profesi Advokat
Keseluruhan ada 12 dalang yang akan membawakan semua lakon-lakon itu secara berseri selama 3 hari. Tak hanya dalang pria, namun juga akan tampil dalang wanita.
"Mudah-mudahan banyak masyarakat yang dapat menonton dan menikmati seluruh cerita dalam pagelaran wayang kulit ini," pungkas Didik yang menjabat Bendahara Pepadi Kabupaten Kediri itu. (uji/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News