Oleh: M Mas’ud Adnan -- BANGSAONLINE.com – Pemilihan Presiden (Pilpres) akan berlangsung pada Rabu, 14 Februari 2024. Berarti Presiden Joko Widodo tak lama lagi akan segera lengser. Tak aneh, jika kini mulai banyak kritik tajam bermunculan terhadap pria asal Solo Jawa Tengah itu.
Bahkan saya yakin mulai banyak para menteri atau pejabat tinggi negara, terutama dari partai politik, ancang-ancang untuk meninggalkan Presiden Jokowi. Mereka mulai membayangkan untuk bergabung atau berkoalisi dengan calon presiden yang akan terpilih pada 2024.
Baca Juga: Menteri Rame-Rame Minta Tambah Anggaran, Cak Imin Rp 100 T, Maruar Rp 48,4 T, Menteri Lain Berapa T
Hanya saja situasi politik sekarang beda dengan Pilpres 2014. Pada saat itu – menjelang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lengser – para ketua umum parpol punya pilihan jelas, siapa capres yang akan didukung. Yaitu Jokowi, disamping Prabowo Subianto.
Karena itu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar (Cak Imin), langsung meloncat ke kubu Jokowi, meski secara moral politik ia masih terikat koalisi dengan Presiden SBY.
Cak Imin bahkan saat itu cenderung me-ngece-ngece SBY. Dalam suatu acara di panggung terbuka, saat bersama seoarang pelawak, Cak Imin seolah sedang menelpon SBY yang intinya “halo Pak Sby saya sekarang bersama Pak Jokowi.” Dan itu ditulis hampir semua media.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Kini semua partai politik belum punya pilihan capres mantap. Semua gamang karena tak ada capres yang stabil elektabilitasnya. Ganjar Pranowo yang diusung PDIP – bahkan sudah diumumkan ke publik – hingga kini naik turun elektabilitasnya, bahkan cenderung merosot. Hasil beberapa lembaga survei justru Prabowo Subianto yang melejit.
Ironisnya, justru banyak yang mempertanyakan, apa prestasi Ganjar sehingga PDIP mencalonkan sebagai kandidat presiden. Bukankah selama dua periode jadi gubernur Jawa Tengah belum ada prestasi menonjol? Dan itu diungkap oleh para petinggi PDIP sendiri, sebelum Megawati Soekarnoputri mengumumkan Ganjar sebagai calon presiden di Istana Batu Tulis.
Salah satu tokoh PDIP yang mempertanyakan prestasi Ganjar Pranowo selama ini adalah Trimedya Panjaitan. Ia menganggap Ganjar miskin prestasi.
Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak
"Ganjar apa kinerjanya 8 tahun jadi Gubernur selain main di medsos apa kinerjanya?" kata Trimedya dalam keterangannya, dikutip Kompas.com, Rabu (1/6/2022).
Bahkan Jawa Tengah populer sebagai provinsi paling tinggi angka kemiskinannya dibanding provinsi-provinsi lain di Jawa.
Otomatis semua pimpinan parpol – sekali lagi – masih gamang. Apalagi Jokowi disebut-sebut tak sepenuhnya mendukung Ganjar. Ia dianggap bermain politik dua kaki. Jokowi selain dukung Ganjar juga dianggap main mata dengan Prabowo Subianto. Bahkan Kaesang, salah seorang putra Jokowi, terang-terangan pakai kaos Prabowo.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
Belum lagi Gibran, Walikota Solo, yang juga putra Jokowi. Ia sempat melakukan pertemuan empat mata dengan Prabowo di suatu angkringan yang kemudian menjadi berita heboh. Sejumlah sumber bahkan menyebut Gibran akan dijadikan Cawapres Prabowo. Dan gerakan politik pecawapresan Gibran itu diduga banyak melibatkan aparat. Setidaknya, itulah pengakuan sejumlah kepala daerah muda yang berusia di bawah 40 tahun yang mengaku sempat dihubungi aparat di daerahnya.
Tentu PDIP tak tinggal diam. DPP PDIP memanggil Gibran. Dimarahi? DPP PDIP memakai istilah menasehati Gibran.
Gibran pun memberikan klarifikasi. Untuk meredakan ketegangan politik. Bahkan Gibran melakukan acara tampil bareng Ganjar di depan publik. Lalu disusul makan bersama dengan Puan, putri Mega.
Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY
Namun keretakan Jokowi dan Mega sulit ditutupi. Media terbitan Singapura, The Straits Times, yang mengutip sumber internal PDIP memberitakan bahwa hubunan Jokowi dan Mega sudah retak. Menurut berita koran berbahasa Inggris itu. Jokowi dicuekin Mega soal calon wakil presiden yang akan disandingkan dengan Ganjar.
Jokowi, tulis The Straits Times, menyodorkan Sandiaga Uno dan Erick Thohir sebagai cawapres Ganjar. Tapi Mega mengabaikan usulan Jokowi itu. Mega bahkan tak suka karena menganggap Jokowi ikut campur urusan partai (PDIP).
Sandiaga Uno adalah menteri Pariwisata yang membantu memenangkan menantu Jokowi, Bobi Nasution, saat pemilihan walikota Medan. Sedang Erick Thohir adalah menteri BUMN yang keluarganya menjadi donatur utama kampanye kepresidenan Jokowi pada 2019.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Logikanya, kalau PDIP saja yang merupakan pengusung utama Jokowi dalam Pilpres sudah mengabaikan Jokowi, apalagi partai-partai lain yang secara ideologi tak punya keterikatan.
Jadi – seperti umumnya presiden pada masa akhir jabatannya – Jokowi juga dipastikan akan mengalami kesepian politik karena ditinggalkan orang-orang di sekitarnya, terutama para pimpinan atau ketua umum partai politik.
Alhasil, menjelang lengsernya Jokowi dari kursi presiden, para politisi itu justru sibuk mencari "cantolan baru" dan koalisi baru untuk mempertahankan dan memperpanjang kekuasaannya. Karena Jokowi dianggap sudah tamat atau selesai.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Jangankan Jokowi yang pada kepemimpinan periode kedua banyak menimbulkan kontroversi. Soeharto yang dikenal luas sebagai pemimpin Orde Baru sangat kuat dan berpengaruh karena berkuasa selama 32 tahun, banyak dikhianati oleh orang-orang kepercayaannya saat menjelang lengser.
Karena itu Jokowi harus ekstra waspada agar kepemimpinannya berakhir husnul khotimah (berakhir dengan baik), bukan suul khotimah (berakhir tidak baik). Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah segera bersikap dan tampil sebagai negarawan. Bukan politisi pragamatis yang meninggalkan jejak atau kebijakan negatif.
Terutama terkait calon penggantinya, baik presiden maupun wakil presiden. Tegasnya, Jokowi harus mengusung calon presiden dan calon wakil presiden yang benar-benar memikirkan nasib rakyat Indonesia, punya komitmen kuat terhadap Pancasila dan NKRI, bukan justru memperpanjang oligarki dan kepentingan sesaat, apalagi koruptif yang menyengsarakan bangsa Indonesia.
Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah
Ingat! Indonesia ke depan butuh strong leader, terutama dalam penegakan supremasi hukum dan pemberantasaan korupsi. Meminjam kredo Gus Dur: Indonesia tak akan hancur karena bencana atau perbedaan, tetapi karena moral bejat dan prilaku korupsi.
Maka pemberantasan korupsi menjadi keniscayaan untuk Indonesia tercinta.
Nah, kepempimpinan Jokowi akan husnul khotimah, jika berpijak pada kredo Gus Dur itu. Insyaallah. Wallahua’lam bisshawab.
M Mas’ud Adnan, alumnus Pesantren Tebuireng Jombang dan Pascasarjana Unair.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News