Meski Lolos MK, Gibran Terganjal UU ini, Politikus PDIP: Tak Bisa Maju Cawapres

Meski Lolos MK, Gibran Terganjal UU ini, Politikus PDIP: Tak Bisa Maju Cawapres Junimart Girsang. Foto: parlemen

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ternyata putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa kepala daerah bisa ikut pilpres meski usianya belum 40 tahun, tak otomatis membuat lolos sebagai calon wakil presiden. Bahkan politikus menyatakan secara tegas bahwa Gibran tak bisa maju di pilpres pascaputusan MK.

"Keputusan MK tidak otomatis bisa diberlakukan karena harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU 12/2011 vide Pasal 10 1 huruf d dan ayat 2 yang menyebutkan tindak lanjut atas putusan MK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d dilakukan oleh DPR atau presiden," tegas Junimart kepada wartawan, Selasa (17/10/2023).

Baca Juga: Elemen Masyarakat Jatim Dukung Putusan MK soal Netralitas ASN dan Polisi dalam Pilkada 2024

Junimart mulanya menyampaikan putusan MK yang sudah dibacakan tidak lantas langsung berlaku. Menurut Junimart, putusan MK itu harus ditindaklanjuti DPR atau presiden sehingga tidak otomatis berlaku.

Dikutip detik.com, menurut Junimart hanya ada 3 hakim dari 9 hakim MK yang setuju semua kepala daerah dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, termasuk jabatan wali kota. Dengan demikian, tegas dia, Gibran tidak bisa dicalonkan sebagai capres atau cawapres.

"Pendapat saya lainnya sesuai makna hakiki vote untuk keputusan MK sebagai kajian,” katanya. Menurut dia, 5 hakim konstitusi setuju bahwa seorang gubernur bisa dicalonkan sebagai presiden atau wapres. “Hanya 3 hakim setuju bahwa seorang wali kota bisa dicalonkan," kata Junimart.

Baca Juga: Pascaputusan MK, PDIP Gresik Minta Bawaslu Tindak Pejabat dan TNI-Polri Tak Netral di Pilkada 2024

"Dengan demikian Gibran nggak bisa dicalonkan karena pendapat bahwa seorang wali kota bisa dicalonkan, hanya didukung 3 dari 9 hakim konstitusi," ujar Junimart.

Ia juga menjelaskan bahwa putusan MK itu bersifat ultra petita sehingga cacat hukum. Sebab, menurutnya, MK telah menambah muatan hukum yang di luar kewenangannya di dalam putusan itu.

"Justru karena itu ada 3 hal pokok yang krusial patut dikritisi. Pertama, keputusan tersebut ultra petita melebihi apa yang dimohonkan pemohon. Kedua, keputusan MK menambah muatan hukum yang bukan menjadi kewenangan MK. Ketiga, secara vote tentang kepala daerah atau wali kota hanya didukung 3 suara dari 9 hakim MK," jelas Junimart.

Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap

"Putusan MK ultra petita, cacat hukum karenanya batal demi hukum," lanjut dia.

Junirmat menyatakan, saat ini DPR masih reses. "Saat ini DPR masih masa reses sampai tanggal 30 Oktober 2023. Yang pasti putusan MK ini tidak bisa diberlakukan mengingat UU 12/2011 sebagaimana dipersyaratkan pasal 10 (1) huruf d dan ayat 2," kata Junimart.

Ia kemudian mengutip UU. "Mengingat UU 12/2011 Pasal 10 ayat 1 huruf d dan ayat 2 disyaratkan tindak lanjut putusan MK dilakukan oleh DPR atau presiden. Artinya ketika menyangkut muatan hukum baru maka wajib masuk ke ranah kerja atau kewenangan DPR dan/atau presiden," kata Junirmat. (tim)

Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Sampaikan Bela Sungkawa Atas Wafatnya Agus Sunoto Imam Mahmudi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Kembalikan Formulir Bacabup ke PDIP Situbondo, Rio Patennang Berharap Wakilnya dari PDIP':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO