Oleh: Dr KH Ahmad Musta’in Syafi’i, M.Ag
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Selamat mengikuti.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
REDAKSI BANGSAONLINE
“Ihbitha minha jami’a”. Keluarlah kalian berdua dari surga, semuanya. Kata “ihbitha”, adalah bentuk mutsanna mukhatab, orang kedua berjumlah dua orang, dua pihak. Siapa mereka?. Kebanyakan berpendapat, bahwa mereka itu Adam dan istrinya, Hawwa’ atau Hawa. Namun pada sisi lain ada pendapat mengatakan, mereka adalah Adam dan Iblis.
Bagi yang memandang bahwa mereka adalah Adam dan Hawwa’, maka Iblis tidak termasuk diusir menurut khitab pada ayat ini. Itu benar, tapi Iblis diusir dengan dasar ayat lain. Selain lebih kasar juga disertai kutukan yang mengerikan, yaitu: ”Fa ukhruj minha fainnak rajim. Wa inn ‘alaik al-la’nah ila yaum al-din..” (al-Hijr:24-25). Pengusiran ini konteknya karena Iblis membangkang dan tidak mau bersujud kepada Adam, bukan masalah makan buah khuldi.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Bagi yang memandang mereka adalah Adam dan Iblis, maka benar. Hal itu karena mereka sama-sama melanggar, sama-sama dihukum, walau kadar kesalahannya berbeda dan kadar hukumannya juga beda. Adam diturunkan ke bumi dan bertugas sebagai khalifah. Bahasanya pakai “hubuth”, “ihbitha minha”. Sedangkan Iblis terkutuk. Bahasa pengusirannya pakai “ukhruj..”.
Lalu, Hawwa’-nya gimana?. Pengusiran Hawwa’ sifatnya “tadakhul” atau including. Sebab Adam dan Hawwa’ satu paket, suami istri, makhluq jenis manusia dan bukan jenis Iblis. Bila Adam diusir, maka sudah barang pasti Hawwa’ ikut serta. Maka khitab mutsanna di atas mengarah pada kelompok. Kelompok manusia dan kelompok Iblis.
Tentang makna “ba’dlukum li ba’dl ‘aduw “. Kalian akan saling bermusuhan, antara yang satu dengan yang lain. Siapa yang dimaksud? Kita kembali ke pokok khilaf di atas.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Jika yang dimaksud bentuk mutsanna di atas adalah Adam dan Iblis, maka sifatnya eksternal. Yakni, Iblis adalah musuh yang nyata bagi Adam, bagi anak manusia. Begitu pula manusia mesti tidak mau berteman dengan Iblis, pasti memusuhi, bahkan berlindung diri kepada Tuhan dari godaan Iblis.
Tetapi jika mutsanna tersebut adalah Adam dan Hawa’, maka berarti permusuhan itu bersifat internal, yaitu terjadi di antara anak manusia sendiri. Dan nyatanya begitu. Beda pilihan, maka beda pandangan dan dangkadang berseteru dan berantem. Bahkan tidak jarang terjadi perang antar saudara. Qabil juga tega membunuh Habil, saudaranya sendiri gara-gara cewek.
Sifat buruk yang digambarkan di atas memang ada pada setiap diri manusia. Seperti ingin menguasai, ingin mendapatkan semua yang diinginkan dan seterusnya. Itulah nafsu, itulah semangat dan tinggal kita yang harus pandai-pandai memanfaatkan untuk yang terbaik.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Maka tesis berikutnya adalah “fa man ittaba’ huday”. Hendaknya tetap berpegang kepada hidayah Tuhan. Karena hidayah itu tidak diberikan gratis dan ada begitu saja di hati kita, maka manusia harus memburunya. Dan yang mendapatkan, maka dia ada dalam bimbingan Tuhan, tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara.
Semua mengerti, dunia juga mengerti, bahwa pejabat negeri ini banyak sekali yang berjiwa maling, sehingga menghambat makmurnya rakyat. Malahan seandainya uang negara ini tidak dikorup oleh pejabatnya sendiri, maka setiap penduduk negeri ini akan mendapat subsidi dua puluh juta rupiah perbulan. Andai itu benar, maka betapa kayanya negeri ini. Negeri ini lebih membutuhkan pejabat yang bener dan berhidayah, bukan yang pinter dan memperkaya diri. Mudah-mudahan pejabat kita selalu mendapat hidayah. Amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News