Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'i
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 31-33. Selamat mengikuti.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Gunung-Gunung Ikut Bertasbih
AL-ANBIYA :31-33
TAFSIR
Setelah membicarakan asal kejadian bumi dan langit sebagai satu kesatuan, dempet dan menyatu, kemudian dipisahkan dengan cara-Nya sendiri yang kemudian difasilitasi dengan air sebagai sumber kehidupan, kini Tuhan berbicara tentang fungsi gunung-gunung yang kokoh menjulang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Nabi Daud Melahirkan Generasi Lebih Hebat, Bukan Memaksakan Jabatan
Disebutkan, bahwa gunung-gunung tersebut adalah sebagai pasak agar bumi tidak bergeser. Selanjutkan, di celah-celah perbukitan tersebut dibuatlah jalan-jalan berliku yang rumit tapi indah, menantang dan mengasyikkan (fijaja subula).
Rupanya Tuhan belum puas sekedar menyervis umat manusia dengan alam yang begitu memanjakan penghuninya. Hal demikian karena semua yang tersebut di atas baru pada sisi daratan saja. seperti mata air yang menyegarkan, gunung sebagai paku, jalan berliku di perbukitan.
Kemudian, Tuhan melengkapi dengan langit sebagai atap yang sangat menakjubkan. Indah, kokoh, super raksasa tanpa satupun tiang penyanggah. Begitu hebatnya atap tersebut, hingga para ilmuwan tidak pernah tuntas mendefinisikan : langit itu apa, terbuat dari apa, seberapa luasnya dan lain-lain.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: 70 Persen Hakim Masuk Neraka
Dari ayat di atas, beberapa terma perlu sekali dimaknai, seperti : “..an tamid bihim”. Gunung-gunung itu dicipta sebagai pasak raksasa agar bumi tidak bergeser dengan membawa serta, menimpa umat manusia”.
“Tamid” berarti memanjang, molor, yang jika dikembangkan bisa berarti bergeser. Itu artinya, bumi yang kita diami ini bergeser aktif. Perkara seperti apa bergesernya, dari mana ke mana, pindah posisi atau gimana, berapa meter, centi pertahunnya itu urusan para ahli. Yang jelas, dengan fungsi gunung sebagai pasak, maka membuat bumi ini lebih stabil dan tidak mudah bergerak atau menimbulkan gempa. Ilmuwan mengatakan, ada lempengan raksasa di dalam perut bumi, yang jika lempengan itu bergeser, maka bisa menimbulkan tsunami yang membahayakan.
Makanya kata “tamid” digandeng dengan kata “bihim”, menimpa umat manusia. Ya, karena manusia terkena dampaknya dan mereka adalah makhluk yang dibebani ibadah. Sementara hewan, dengan nalurinya sudah berlindung diri sebelum gunung meletus.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Untuk itu, kita mesti bersyukur kepada-Nya. Andai bumi ini tidak dipaku dengan gunung, rasanya gempa dan tsunami kerap kali mengancam keselamatan kita. Hanya orang yang sensitif pemikirannya, yang mapan keimanannya saja yang pandai bersyukur.
Beberapa waktu lalu ada jurnal dari astronom yang melakukan pemotretan kota Makkah, termasuk gunung yang mengitari di sana, lewat satelit. Kota Makkah justeru sebagai kota yang nampak paling cerah, paling bercahaya di banding kota-kota lain di dunia.
Kecerahan tersebut bukan karena tinggiya pencahayaan listrik yang menerangi Makkah. Sebab di dunia ini, kota yang lebih metropolit, yang menggunakan Listrik lebih dari Makkah banyak sekali, seperti New York, London, Tokyo dan lain-lain.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Begitu pula gunung Uhud, diketahui bergeser sekian centi meter tiap tahunnya.
Allah a’lam. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News