Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'i
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 7. Selamat mengikuti.
Baca Juga: Gus Dur, Pendeta dan Tokoh Konghucu
BERTANYALAH BILA TAK NGERTI
AL-ANBIYA’ :7
TAFSIR
Baca Juga: Pendeta Tak Punya Gereja, Kebaktian di YouTube, Dapat "Kolekte" Besar
Sebagian orang Arab ada yang menyukai lmu dan pengetahuan, punya prinsip dan jujur sehingga rajin menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami kepada ahlinya. Itu paling lumrah. Maka jangan heran jika masalah haid dan bersetubuh pun ditayakan. Al-Qur’an merespon karena mengerti, bahwa lelaki Arab pada tidak betah saat libur senggama gegara sang istri menstruasi.
Spesial urusan keyakinan, mereka merujuk fatwa ahli kitab, alias para pendeta dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Tidak terlewatkan masalah risalah Nabi Muhammad SAW ini mereka tanyakan. Benarkah bahwa Muhammad putra pak Abdillah, cucu Abd al-Muttalib itu seorang nabi, utusan Allah SWT.
Ada pendeta yang jujur dan menjawab sesuai literatur yang mereka baca, yakni kitab al-Taurah atau al-Injil. Para pendeta jujur itu menjawab: Ya, benar bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW sungguhan, meski para pendeta itu mengucapkannya secara berat karena mengeti risiko yang bakal mereka terima. Siapa saja pendeta jujur itu? Pendeta jujur itu, antara lain: Ubay ibn Ka’b, Abdullah ibn Salam, Wahb ibn Munabbih dan lain-lain.
Baca Juga: Natal di Kota Madiun Berlangsung Semarak Meski Dihadiri Separuh Jemaat Gereja
Sanksi publik terhadap pendeta jujur biasanya berupa sanksi sosial, seperti dikucilkan oleh para pendeta lain yang mayoritas tidak jujur. Selain itu, mereka akan kehilangan pamor, kehormatan di kalangan pengikuknya sendiri termasuk para kafir Makkah. Dan yang pasti para pendeta jujur itu tidak mendapat sedekah dari jamaah.
Sanksi materi ini memang tidak mengenakkan. Makanya mereka memilih tidak jujur. Mereka mendustakan tentang kenabian dan kerasulan Muhammad. Padahal, ketahuilah, bahwa mndustakan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah sama dan sesuai dengan keyakinan wong kafir dan para penyembah berhala.
Makanya, para pendeta dusta itu menjadi junjungan orang kafir, utamanya dalam memusuhi Islam. Meski demikian para pendeta jujur sama sekali tidak takut terhadap sanksi social tersebut dan ancaman apapun. Mereka merasa lebih tenang dan nyaman dengan kejujurannya. Nyatanya derajat mereka justeru semakin diluhurkan oleh Tuhan dan dipuji oleh generasi berikutnya, hingga kini.
Baca Juga: Jelang Perayaan Paskah, Kapolsek Sedati Gelar Koordinasi Dengan Tokoh Agama Nasrani
“Fa’is’alu ahl al-dzikr in kuntum la ta’lamun”. Kajian filologis, pada ayat ini setidaknya ada dua yang mesti digaris bahwahi :
Pertama, “is’alu”, bentuk “amr” atau perintah yang konotasinya “wajib” dikerjakan, harus dilakukan, sehingga bertanya demi mengunduh Kebajikan adalah ajaran agama dan bernilai ibadah berpahala. Di samping itu pastilah menguntungkan. “Malu bertanya, sesat di jalan”. Tentu bertanya yang sifatnya positif, bukan yag negative.
Kedua, susunan redaksi pada ayat ini terbalik. Lazimnya, pada jumlah syarthiyah harusnya syarat dulu “in kuntum La ta’lamun”, baru jawabnya “ fa’is’alu ..”. Jika kamu tak tahu, maka bertanyalah. Ayat ini justeru dibalik, “bertanyalah, jika tak tahu”.
Baca Juga: Heboh Berhala Emas, Pendeta Kristen Zegan Bantah untuk Disembah
Teori maqlub begini ini boleh dalam sastera arab, apalagi pada redaksi Kalamullah, al-Qur’an al-karim. Hikmah yang terbaca adalah betapa seseorang itu diperintahkan berhati-hati dan mempersiapkan diri sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
“Bertanya” bagaikan keyword, kunci pembuka yang bisa membuka segala hal yang tertutup, menyingkap hal yang tidak diketahui dan memperjelas hal yang samar. Maka kunci harus dibawa serta dan mendapat perhatian khusus.
Apa yang anda lakukan terhadap kunci kamar, kunci rumah, ketika anda di luar rumah. Karena saking pentingnya masalah kunci, masalah bertanya, maka benar Tuhan menyebutnya di depan, menyebutnya lebih awal agar lebih diperhatikan.
Baca Juga: Bangun 1.000 Gereja, Pendeta Alex Justru Tersingkir oleh Anaknya dari Gereja Bethany
“Siapa tidak mengerti dan tidak mau bertanya, maka ibarat bunuh diri pelan-pelan. (bersambung)”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News